x

Desa Nita di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. EKO SISWONO T.

Iklan

Agoeng Wijaya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Desa Nita di Sikka, Satu dari Empat Desa Unggulan

Selain baliho, Desa Nita menggunakan banyak medium untuk menyampaikan informasi anggaran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah baliho raksasa terpampang di depan kantor Desa Nita, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Di dalamnya tercetak salinan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Nita Tahun Anggaran 2016. Informasi itu seolah ingin menarik perhatian penduduk desa dan siapa pun yang melintas di ruas Jalan Don Slipi 100, alamat kantor Desa Nita. “Ini cara kami agar informasi keuangan desa bisa diketahui dengan mudah,” ujar Kepala Desa Nita, Antonius B. Luju, saat ditemui pada tiga pekan lalu.

Selain baliho, Desa Nita menggunakan banyak medium untuk menyampaikan informasi anggaran. Informasi yang sama bisa diakses penduduk lewat selebaran yang tersedia di kantor desa. Adapun bagi yang berada di perantauan, informasi itu bisa diketahui dengan mengunjungi laman situs web www.desanita. id. Di situs itu bahkan tersaji beragam informasi program pembangunan desa beserta pagu anggaran, termasuk laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.

Gagasan transparansi anggaran mulai bergulir tak lama setelah Antonius didaulat sebagai kepala desa pada 2014. Alumnus Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero itu membuat terobosan dengan memperluas fungsi pengawasan anggaran yang selama ini bertumpu pada peran Badan Permusyawaratan Desa. Seluruh penduduk desa kini ia libatkan untuk membahas rencana penggunaan anggaran, bahkan untuk urusan belanja barang dan jasa. Semuanya itu diatur secara rinci lewat Peraturan Kepala Desa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama hampir dua tahun kepemimpinannya, tercatat tujuh peraturan dikeluarkan sebagai pedoman teknis penggunaan anggaran. Beberapa di antaranya terkait dengan tata cara pengadaan barang dan jasa, pemberian hibah dan bantuan sosial, serta penggunaan anggaran perjalanan dinas aparatur desa. Antonius juga merombak aturan Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Desa (Musrembang) yang sebelumnya berangkat dari usul tingkat dusun. “Kini kami bahas dari tingkat rukun tetangga,” kata Antonius.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa Nita, Fransiskus Muansaru, menilai terobosan itu cukup memuaskan. Dengan cara itu, kata dia, rakyat ikut tergerak untuk merumuskan kebutuhan pembangunan di wilayah mereka masing-masing. Dari kesepakatan tingkat RT itulah usul dibahas di tingkat dusun, lalu diajukan ke rapat Musrembang tingkat desa. Tahun ini, Desa Nita mengalokasikan anggaran Rp 300 juta untuk pembiayaan proyek di 27 RT. Anggaran untuk masing-masing RT dibagi rata. Perencanaan anggaran desa juga melibatkan pemangku kepentingan 14 sekolah menengah dan tinggi yang tersebar di desa tersebut. Begitupun dengan aspirasi siswa sekolah dasar. Menurut Fransiskus, model perencanaan anggaran itu terbukti mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap aparatur desa sebelumnya. “Masyarakat mulai berani angkat bicara dan bersedia terlibat dalam kegiatan desa,” kata dia.

Untuk tahun anggaran 2017, misalnya, warga RT 22, Dusun DESA NITA, KABUPATEN SIKKA, NUSA TENGGARA TIMUR Anggaran Terpampang di Baliho Desa Nita didaulat sebagai satu dari empat desa unggulan. Baliho struktur APBDes Desa Nita yang terpampang di kantor Desa Nita. Bao Loran, mengajukan usulan anggaran pembiayaan ternak babi. Usul itu disepakati agar setiap keluarga memiliki kemampuan memasok kebutuhan daging yang tergolong tinggi, khususnya untuk keperluan adat. Masing-masing keluarga mendapat babi perempuan siap kawin. “Ternak dari penduduk belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan desa,” kata Ketua RT 22, Don Da Silva.

Antonius menjelaskan, pembangunan tingkat RT hanya terbatas untuk pembiayaan skala kecil. Pemerintah desa akan mengambil alih kendali pembiayaan untuk proyek skala besar yang melibatkan banyak RT, seperti pembuatan jalan lingkungan. Untuk urusan ini, Desa Nita punya aturan sendiri. Perusahaan pemenang tender mereka wajibkan mempekerjakan penduduk di lingkungan proyek. “Jadi, manfaat honor bisa dirasakan penduduk setempat,” kata dia.

ikut dinikmati warga Desa Nita yang berprofesi sebagai pedagang. Semen ataupun material yang digunakan perusahaan kontraktor wajib dibeli dari para pedagang material yang

para pedagang tak boleh semena- mena mematok harga. Harga jual untuk bahan material wajib mengikuti standar pemerintah. “Kalau material itu tak ada di desa kami, kontraktor boleh membelinya dari luar,” ujar Antonius.

menata anggaran berbuah manis. Tahun ini, Kementerian Dalam Negeri mendaulat Desa Nita sebagai satu dari empat desa unggulan di Indonesia. Sejak penobatan itu, Antonius diserahi tugas baru sebagai mentor bagi desa-desa lain. Pada pertengahan Oktober lalu, lembaga permberdayaan masyarakat Wahana Visi Indonesia memintanya terbang ke Kabupaten Timor Tengah Selatan untuk melatih puluhan kepala desa tentang transparansi pengelolaan anggaran

transparansi pengelolaan anggaran. Virus keberhasilan Desa Nita juga menjalar ke desa-desa sekitar. Bekas fasilitator program WVI untuk Desa Nita, Yulianus Vinanti, mengadopsi strategi Desa Nita tak lama setelah terpilih sebagai Kepala Desa Korowuwu, Kecamatan Lela, tahun lalu. Kepercayaan penduduk terhadap aparatur desa pun mulai membaik. “Kami punya pengalaman pahit ketika inspektorat menemukan indikasi kebocoran anggaran desa sebesar Rp 103 juta pada periode sebelumnya,” kata dia

Ikuti tulisan menarik Agoeng Wijaya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler