x

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo bersama Menteri UKM Puspa Yoga dan Direktur Pemasaran Tempo Toriq Hadad berfoto bersama dengan tujuh kepala desa pemenang penghargaan desa unggulan Pilihan Tempo 2016, di

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Lembaga untuk Buruh Migran di Desa Majasari

Keberpihakan anggaran dilatari tingginya angka perselingkuhan akibat migrasi perempuan dan ibu rumah tangga yang bekerja di luar negeri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Desa Majasari, Kecamatan Seliyeg, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berjarak sekitar 1.500 kilometer dari Desa Nita. Sejak dimekarkan dari Desa Majasih pada 1983, desa ini dulunya tergolong desa tertinggal. Angka kemiskinan mencapai 40 persen dari total jumlah penduduk. Pengelolaan anggaran yang tepat sasaran mengubah wajah desa itu menjadi desa unggulan.

Desa seluas 295 hektare ini merupakan jawara desa unggulan pada 2016 untuk regional Jawa-Bali. Keberhasilannya terlihat dari perencanaan anggaran yang melibatkan para pemangku kepentingan. Sejak 2010, sasaran program pemberdayaan masyarakat berfokus pada pengembangan sektor peternakan sapi dan organisasi berbasis komunitas, khususnya para pekerja migran.

Sapi dan pekerja migran merupakan dua persoalan yang saling berkelindan di Desa Majasari. Keberpihakan anggaran untuk dua masalah itu dilatari tingginya angka perselingkuhan akibat migrasi perempuan dan ibu rumah tangga yang bekerja di luar negeri. Untuk meredam dampak sosial tersebut, pemerintah desa mengajak para suami mengembangkan peternakan sapi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peluang bisnis peternPeluang bisnis peternakan sapi datang pada 2013 ketika Kementerian Pertanian menyerahkan bantuan indukan sapi sebanyak 32 ekor. Bantuan itu bersifat pinjaman yang harus dikembalikan setelah indukan melahirkan anak. Jumlah sapi itu kini mencapai 200 ekor. Dukungan pendanaan desa diberikan dengan membuat akses jalan menuju lokasi peternakan dan memfasilitasi lahan.

Untuk mengakomodasi kebutuhan para pekerja migran, Desa Majasari mendirikan sebuah lembaga yang memfasilitasi berbagai sarana dan pelayanan, seperti akses informasi, advokasi, dan dukungan pendanaan. Imbal balik dari program itu kini bisa dirasakan para keluarga pekerja migran. Sebagian di antaranya bahkan mengalir untuk mendanai berbagai program desa.

Arsitek di balik keberhasilan Desa Majasari adalah Wartono. Sejak terpilih sebagai kepala desa pada 2008, lulusan Universitas Bandung Raya itu mulai mengubah paradigma masyarakat. Menurut dia, membangun desa bukan semata kewajiban aparatur desa, tapi juga memerlukan partisipasi penduduk. “Itu komitmen yang saya buat bersama masyarakat sebelum terpilih,” ujarnya

Kontribusi penduduk terlihat dari dukungan pendanaan untuk pembuatan balai desa. Dari total Rp 1,5 miliar dana yang dibutuhkan, Rp 1 miliar adalah bantuan penduduk. Menurut Wartono, kepercayaan masyarakat mulai tumbuh bersama semangat transparansi anggaran yang dijalankan para aparatur desa. “Anggaran desa kami pampang lewat baliho,” kata dia.

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB