x

Sejumlah awak media saat mengikuti hasil survei Lingkaran Survei Indonesia, di Jakarta, 20 Desember 2016. Hasil survei LSI memprediksi, Pilkada DKI Jakarta akan berlangsung dua putaran karena belum ada calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jaka

Iklan

Andrian Habibi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mencari-cari Kesatria Penegakan Hukum Pemilu

Realita kepemiluan belum memuaskan hasrat rakyat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilu berintegritas lahir atas keberhasilan penyelenggaraan tanpa pelenggaran. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sedangkan penegakan hukum pemilu untuk menerima, memeriksa dan memutus laporan sengketa/permasalahan pemilu diamanahkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bila menyisi pernyataan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) terkait “awas, pemilu selalu curang”. Sebuah pernyataan setelah melihat perkembangan sejarah pemilu yang selalu memperlihatkan kecurangan-kecurangan tanpa akhir. Bahkan pelanggaran dan kecurangan dalam pemilu selalu berkembang sesuai dengan pembaharuan Undang-Undang terkait Pemilu.

Resah dan gelisah mendengar kecurangan pemilu yang tidak bisa diselesaikan, bagaikan angin yang mampu dirasakan namun tak berwujud secara fisik. Kita mendengar ada kejanggalan setiap pemilu, kutukan dan umpatan sumpah serapah berhamburan. Tetap saja kecurangan terjadi, apalagi sengketa pemilu, wujud fisik selalu terlihat secara administratif namun lepas dari penindakan apalagi penuntasan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Atas alasan sederhana ini, kita patut mengapresiasi kesepahaman eksekutif dan legislatif untuk terus berupaya menguatkan peran lembaga pengawasan pemilu. Tiga tugas utama Bawaslu/Panwaslu adalah membentuk pengaturan teknis pengawasan dan/atau penanganan permasalahan kepemiluan. Lalu, Bawaslu/Panwaslu menerima, memerika dan merekomendasikan dan/atau memutuskan laporan sengketa kepemiluan. Bawaslu/Panwaslu juga memuat program pengawasan partisipatif untuk pembelajaran yang bertujuan mengurangi potensi permasalahan/sengketa pemilu.

Realita kepemiluan belum memuaskan hasrat rakyat mendengarkan keberhasilan lembaga pengawasan pemilu. Akibatnya, kewenangan yang selalu bertambah pun dinilai hanya kekuatan kata-kata diatas kertas regulasi. Publik hingga sekarang lebih sering mendengar keluhan teknis dan regulasi Bawaslu/Panwaslu. Bagaikan kehilangan semangat juang, Bawaslu/Panwaslu lebih jelas berfungsi tempat pemberhentian sengketa yang selalu telat bertindak.

Penguatan Fungsi

Di lain sisi, KoDe Inisiatif telah mengeluarkan kajian bahwa penguatan kewenangan pemilu dimulai dari UU 22/2007, UU 42/2008, UU 15/2011, UU 8/2012, UU 1/2015, UU 8/2015, UU 10/2016 hingga Draft RUU Penyelenggaraan Pemilu. Bila dirunut sejak Orde Baru (Didik Supriyanto, Veri Junaidi dan Devi Darmawan : Penguatan Bawaslu, 2012) sungguh menjelaskan perkembangan fungsi lembaga pengawasan.

Fungsi lembaga pengawas menurut Didik dkk dimulai dari mengawasi pelaksanaan pemilu dan pendaftaran pemilih. Lalu pemilu 1999 mulai mempertegas dengan mengawasi tahapan penyelenggaraan, menyelesaikan sengketa dan melimpahkan tugas yang tidak diatur dalam UU. Pemilu 2004 dan Pilkada 2005 menambah kerja menerima laporan pelanggaran perundang-undangan pemilu. Pemilu 2009 hanya menambah rincian tugas pengawasan dan kembali berkurang pada pilkada 2010.

Bila menelisik Pemilu 2014 dan Pilkada Serentak 2015 hingga Pilkada Serentak 2017, Bawaslu/Panwaslu terus menambah kerja akibat perintah Undang-Undang. Tugas beratnya menyelesaikan sengketa kepemiluan dengan pelbagai rekomendasi. Dalam penalaran yang wajar, penugasan ini bertujuan untuk mengurangi sengketa pemilu dan menyelesaikan persoalan kepemiluan semenjak penghitungan perolehan suara dan penetapan produk pemilu.

Dengan demikian, bisa kita pahami bahwa penguatan kelembagaan pengawas pemilu harus dimulai dari penguatan kapasitas komisioner. Lembaga yang kuat terlihat dari pimpinan dengan kompetensi dan keahlian mumpuni. Bukan hanya menjalankan teknis, tetapi menyelesaikan segenap permasalahan baik tertulis maupun tersirat dari regulasi kepemiluan.

Melihat rekomendasi kajian KoDe Inisiatif, maka sangat penting syarat calon komisioner Bawaslu ditegaskan dengan frase “memiliki keahlian dibidang hukum”. KoDe Inisiatif mempertegas bahwa keahlian dibidang hukum dipahami dengan “memahami, mengetahui dan memiliki latar belakang dibidang hukum”. Untuk mengisi latar belakang hukum bisa diperoleh dari pendidikan formal, informal maupun pengalaman dibidang hukum kepemiluan.

Penulis sepakat dengan kajian dan rekomendasi dari KoDe Inisiatif terkait persyaratan calon komisioner Bawaslu RI. Kajian secara suka rela membantu pemerintah untuk menjelaskan pasal 89 ayat (5) Draft RUU Penyelenggaraan Pemilu. Publik patut bersyukur telah tercerahkan untuk memahami ayat “memiliki kemampuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu dan pengawasan pemilu”.

Wujud Syarat

Membaca niat baik pasal buatan pemerintah yang sedang menunggu persetujuan legislatif dan tafsir logis dari pengamat pemilu. Maka, kita bisa melukis wajah komisioner sembari meramalkan siapa penerima estafet kepemimpinan Bawaslu 2012-2017. Penalaran yang wajar membaca komposisi komisioner Bawaslu RI periode 2017-2022 terdiri dari keterwakilan Komisioner Bawaslu RI/Provinsi, Praktisi/Akademisi Hukum dan Penegak Hukum (advokat, pengacara, jaksa, polisi dan hakim) ditambah perwakilan lembaga pengamat/kajian/pemantau pemilu.

Perhitungan sederhananya adalah pengalaman penyelenggaraan pengawasan/penyelesaian sengketa pemilu diserahkan kepada mantan komisioner Bawaslu (Pusat/Provinsi). Penguatan Kebijakan/Aturan teknis/penegakan hukum diserahkan kepada lulusan fakultas hukum (praktisi/akademisi). Sedangkan pengalaman menutup celah/penguatan lembaga dari perspektif luas diserahkan kepada pegiat kepemiluan.

Dengan komposisi seperti ini, Bawaslu tetap bisa kuat secara hukum yang dipahami kuasa mantan mahasiswa hukum. Di lain pihak masih menyisakan tempat bagi setiap orang bergelar nonhukum dengan syarat berpengalaman dilembaga kajian/pemantau pemilu. Sehingga masih ada tempat bagi siapa saja mendapatkan hak pengabdian mengawal pemilu berintegritas dari latar belakang pendidikan selain dari fakultas hukum.

Oleh karena sekarang Panitia Seleksi (pansel) calon komisioner KPU dan Bawaslu sudah mulai bekerja mencari para kesatria pengawal demokrasi. Sungguh diharapkan kesepahaman pansel dalam melihat keterwakilan semua pihak penguatan hukum pemilu. Jangan sampai semuanya dipaksakan harus bergelar SH, karena pansel pun tidak semua berlatarbelang pendidikan hukum.

Pansel dan publik harus memahami bahwa Presiden Jokowi saja mengeluarkan SK Pansel dengan mengakomodasi berbagai latar belakang keahlian dan pendidikan. Maka, pansel dan masyarakat luas harus bisa belajar serta memetik hikmah dari keluasan pemahaman Presiden memutuskan susunan pansel.

Terakhir, catatan penting bagi pansel adalah membuktikan bahwa calon komisioner yang diserahkan kepada Presiden Jokowi merupakan pilihan tepat. Dalam artian sesuai dengan kriteria dan tafsir pasal persyaratan dalam UU 15/2011 atau menyesuaikan dengan pasal 89 draft RUU Penyelenggaraan Pemilu. Semoga pansel bisa menjelaskan alasan dari setiap babak penyisihan para pendaftar dengan penalaran yang wajar dipahami rakyat Indonesia.

 

Oleh Andrian Habibi

Koordinator Kajian KIPP Indonesia

Ikuti tulisan menarik Andrian Habibi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler