x

Iklan

Elisa Koraag

Blogger perempuan yang peduli sesama
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Perubahan Standar Penyebaran dan Metode Penyampaian Informasi Narkoba

Perubahan paradigma penyebaran informasi narkotika berdasarkan United Nation Office Drugs & Crime (UNODC)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Penyalagunaan Narkoba merupakah salah satu masalah besar dunia. Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional Drs. Anang Iskandar pada pertemuan dengan Komunitas Blogger Reporter Indonesia di Kantor BNN, Cawang Jakarta Senin (14 April 2014), mengatakan: “Negara  Australia saja mengakui tidak berhasil mengurangi peredaran Narkoba dan mengurangi jumlah pecandu. Karenanya kini ada perubahan standar penyebaran informasi dan metode penyampaian informasi narkoba. Kini menggunakan Standar Internasional Pencegahan Narkotika Berbasis Ilmu Pengetahuan”

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kepala BNN, Drs.Anang Iskandar, yang tidak dijadwalkan berbicara pada pertemuan  dengan tema Standar Internasional Pencegahan Narkotika Berbasis Ilmu Pengetahuan itu, merasa terpanggil karena ternyata, Beliau juga memiliki hobi menulis diblog. Karenanya Komunitas Blogger Indonesia menyambut gembira keinginan Anang Iskandar untuk bergabung. Pak Thamrin Dahlan, sesepuh BRId, menyambut gembira keinginan tersebut dan mengapresiasi dengan memberi gelar anggota kehormatan BRId kepada Kepala BNN, Drs. Anang Iskandar dan Kepala Deputi Pencegahan BNN, Yappi Manafe. Tulisan-tulisan kepala BNN itu dapat dilihat di www.anangiskandar.wordpress.com

 

Pada kesempatan tersebut, Kepala BNN, Drs. Anang Iskandar juga menyampaikan niat baik, memfasilitasi 200 blogger untuk berkumpul dan berdiskusi. Bahkan Kepala Deputi Pencegahan BNN, Yappi Manafe menambahkan, bukan hal yang mustahil melibatkan blogger sebagai kepanjangan tangan BNN dalam memberikan penyuluhan pencegahan narkoba ke seluruh Indonesia. BNN tidak memiliki banyak tenaga. Blogger bisa menjadi alternative turut berperan dalam mengentaskan Narkoba di Indonesia. Tawaran itu disambut para blogger yang hadir dengan sukacita. Bukan karena sekadar ada upahnya tapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral sebagai warga Negara. Yappi Manafe juga menambahkan patra blogger akan di beri training dan bersertifikat yang nantinya sebagai tenaga penyuluh bukan hanya untuk BNN, tapi juga berlaku pada departemen lain, seperti Departemen Sosial da Departemen Kesehatan.

 

Kepala BNN Drs. Anang Iskandar dalam sambutannya juga mengatakan ada dua hal yang belum diketahui masyarakata banyak, barangkali juga para blogger. Sesungguhnya persoalan besar yang dihadapi adalah Peredaran Narkoba dan Pecandu narkoba. Keduanya berjalan seiring namun tidak dapat disamakan dalam mengatasi permasalahannya. Sanksi hukum penjara bagi pengedar tidak cukup karena kenyataannya, mereka masih tetap bisa memproduksi dan mengedarkannya. Sebaliknya sanksi hukum penjara bagi para pecandu bukanlah sanksi yang tepat. Para pecandu memiliki sifat adiksi (kecanduan) sehingga ketika dipenjara tetap berusaha mencari narkotika untuk mengatasi rasa kecanduan tersebut. Akibat adanya permintaan, maka sama seperti hukum pasar, otomatis akan ada penyuplai.

 

Temuan adanya pabrik (tempat produksi) narkotika dalam penjara bukan berita bohong. Sudah tersebar luas, fakta para tahanan dalam penjara dapat memproduksi dan mendistribusikan narkoba hingga keluar penjara. Jika dalam penjara justru mendekatkan para pecandu dengan produsen, tentu bukan hal yang baik. Karena itu para pecandu tidak tepat jika diberi sanksi hukum penjara.

 

Menurut Anang iskandar, kini sanksi hukum bagi pengedar bukan hanya dipenjara tapi juga dilucuti secara materi. Ini agar para pengedar/Bandar tidak bisa menjalankan opersinya baik produksi maupun distribusi. Sedangkan para pecandu sanksi hukumnya direhabilitasi.

 

Kepala BNN, Drs Anang Iskandar juga menjelaskan, bahwa sampai saat ini agak sulit untuk menentukan si A pecandu atau bukan. Seseorang dinyatakan pecandu bukan oleh dirinya atau keluarganya. Nantinya akan dibuat standar, yang bisa mengatakan atau menjustifikasi seseorang pecandu dengan kategori tertentu adalah dokter/Tim medis yang biasa melakukan Visum et Repertum. Sehingga bisa diukur, pecandu dengan kalsifikasi tertentu harus direhabilitasi berapa lama. Secara umum masa rehabilitasi antara 3 smpai 9 bulan bergantung pada tingkat kecanduannya.

 

Pengguna candu sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Hingga saat ini jumlah dan peredarannya tidak berkurang bahkan bertambah. Saat ini ada sekitar 4 juta pecandu. Memang jumlah yang kecil jika dibanding 250 juta penduduk Indonesia. Akan tetapi jika diatasi, walau tidak berkurang minimal tidak bertambah dan para pecandu dapat direhabilitasi, maka akan ada perbaikan dari segi kualitas hidup masyarakat.

 

Pecandu tidak hidup sendiri, dibalik 4 juta ada keluarga dan kawan yang setiap saat terganggu kualitas hidupnya. Gangguan ini jelas sangat mempengaruhi produktifitas. Tidak terhitung kerugian yang timbul akibat adanya anggota keluarga yang menjadi pecandu. Karena itu pemerintah merasa penting memberikan perhatian pada masalah ini. Tahun 2014 telah dicanangkan sebagai tahun penanggulangan penyalahgunaan pecandu narkotika.

 

Kepala BNN Drs. Anang Iskandar yang juga mantan Kapolda Jambi mengatakan belum banyak pecandu yang melaporkan sendiri. Hal ini ada dua sebab. Pertama, ketidaktahuan informasi, bahwasannya pecandu dapat melaporkan sendiri dan yang kedua rasa takut. Rasa takut ditangkap jika melapor. Ini terkait dengan point pertama yaitu ketidaktahuan. Karena itu Anang Iskandar mengharapkan blogger untuk terus menginformasikan bahwasanya tidak perlu takut untuk melapor dan ke mana saja tempat melapor. Masyarakat juga perlu diinformasikan, bahwa biaya rehabilitasi ditanggung pemerintah.

 

Ada dua pilihan bagi para pecandu untuk direhabilitasi. Pertama: ditangkap, dituntut dan dijatuhi hukuman/sanksi. Kedua melapor sendiri pada IPWL (Instansi Pengguna Wajib lapor) yang ditunjuk pemerintah, Puskesmas di tingkat kecamatan, RSKO (Rumsah Sakit Ketergantungan Obat_ seperti RS. Fatmawati di Jakarta Selatan, contohnya. Bagi pecandu yang melapor sendiri baik dirinya sendiri atau keluarganya, maka tidak bisa ditangkap, tidak bisa d tuntut dan juga tidak bisa diberi sanksi hukum. Hal lain yang membedakan Pecandu yang tertangkap dan melaporkan diri adalah kebebasan pecandu yang melaporkan diri untuk memilih RSKO di mana saja di Indonesia. Seumpama, ingin dirawat di tempat yang jauh dari kawan-kawannya, maka memilih kota yang berbeda dengan kota tempat tinggal adalah pilihan yang baik.

 

Umumnya untuk melepaskan para pecandu dari narkotika, memang harus diputuskan hubungan dengan kawan-kawanya. Sifatnya sementara, selama proses rehabilitasi  namun tetap harus diingat, jika pecandu sudah dinyatakan bersih, keluarga tetap harus melakukan pengawasan terhadap dirinya. Ini untuk menghindari pecandu yang sudah bersih kembali ke prilaku semula. Karena banyak fakta, pecandu yang sudah direhabilitasi bisa kembali menjadi pecandu karena  berkumpul dengan sesama pecandu lagi. Contohnya aktor Roy Marten. Baru saja keluar dari hukuman penjara dan memberikan testimony sebagai mantan pengguna narkoba, tidak sampai 24 jam, tertangkap tangan kembali.

 

Memang tidak mudah “menyembuhkan” pecandu. Yang dibutuhkan bukan sekedar rehabilitasi, tetapi sesudah rehabilitasi tetap perlu dipantau bahkan dilibatkan pada kegiatan-kegiatan yang menjauhkan si mantan pecandu pada kebiasaan lamanya.

Ini bukan hal mudah, karena masyarakat belum semua bisa menerima dan bekerja sama dengan mantan pecandu. Padahal mantan pecandu yang sudah dinyatakan bersih, tidak berbeda dengan sesama manusia lain. Yang tetap dapat melakukan aktifitas, pekerjaan sesuai kemampuannya.

 

Keterbukaan penerimaan masyarakat dan memberikan kesempatan para pecandu untuk ambil bagian dalam aktifitas di lingkungan baik tempat tinggal atau tempat kerja akan mengembalikan harga diri dan semangat mantan pecandu. Sebaliknya penolakan akan membuat mantan pecandu terisolir, tertekan bahkan bukan mustahil menjadi depresi dan kembali menggunakan narkoba.

 

Banyak aktifitas yang dapat melibatkan para mantan pecandu untuk menjauhkan mereka dari narkoba. Baik seni maupun olahraga. Yang pasti kegiatan teratur akan menolong para pecandu melupakan narkotika. Kesempatan beraktifitas di bidang seni dan olahrga juga bisa memberikan semangat berkompetisi untuk meraih prestasi.

 

Mantan pecandu narkoba yang sudah direhabilitasi dan dinyatakan bersih dapat kembali beraktifitas seperti  biasa. Dukungan keluarga, kawan dan lingkungan dapat mengembalikan mantan pecandu kepada aktifitas yang produktif. Pada akhirnya tujuan untuk meningkatkan produktifitas hidup dan kualitas hidup bisa terwujud. Produktifitas dan kualitas hidup yang meningkat secara keseluruhan juga akan meingkatkan kualitas masyarakat secara umum. Sehingga cita-cita mewujudkan masyarakat sejahtera bukan sekedar cita-cita.

 

Kesejahteraan masyarakat, bebas dari narkoba, hidup rukun dan damai di Negara Indonesia adalah cita-cita yang sudah digambarkan dalam Pembukaan UUD 1945. Karena itu bergandeng tangan, bahu membahu, bekerja sama mewujudkannya adalah kewajiban dan tanggung jawab seluruh masyarakat. Ini saatnya kita buktikan kepedulian dengan tindakan nyata.

Sumber Foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=613828668685268&set=gm.728820997168562&type=1&theater

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Elisa Koraag lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB

Terkini

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB