x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

‘Connecting the Dots’: Menghubungkan Potensi yang Berserakan

Menghubungkan titik-titik yang berserakan membantu kita memahami suatu ide atau persoalan dengan lebih jernih.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kita mungkin kerap dihadapkan pada persoalan yang belum lagi jelas sosoknya. Kita merasa ada masalah, tapi kita tidak tahu persis apa masalahnya. Kita seperti berhadapan dengan teka-teki (puzzle). Untuk memecahkan masalah ini, pertama-tama dibutuhkan kemampuan untuk mengenali gambar-besar masalahnya; dan ini bisa kita lakukan bila kita mengenali titik-titik yang membentuk gambar itu dan bagaimana koneksi antara titik-titik itu.

Menghubungkan titik-titik (connecting the dots) menjadi metafor untuk menggambarkan bagaimana hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lain. Ini merupakan cara untuk mengetahui apa saja hal-hal yang menjadikan sebuah persoalan begitu ruwet untuk diselesaikan. Dengan menghubungkan titik teka-teki itu, persoalan menjadi jernih terlihat.

“Orang edan”, kata kawan saya, memandang suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan orang. Perbedaan itu berasal dari kemampuannya untuk menghubungkan titik-titik yang orang lain tidak mampu melihatnya. Titik-titik itu tersebar dan tidak memperlihatkan keterhubungan; hanya orang-orang yang memiliki kepekaan yang mampu menangkap koneksi itu. Kabar baiknya, kepekaan intuitif ini dapat dilatih dan harus diasah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Prinsip serupa berlaku dalam pengembangan gagasan. Hanya dengan mengoneksikan titik-titik yang berserakan, sebuah gagasan hebat dapat ditemukan dan diwujudkan. Titik-titik itu mungkin berupa sumber daya, orang, kecerdasan, hasrat, kemampuan, teknologi, dana. Mendiang Steve Jobs pernah bercerita bahwa ia menggunakan intuisinya untuk menghubungkan titik-titik peluang (dots of opportunity) yang belum tampak.

Menghubungkan titik-titik peluang memang pekerjaan yang memakan waktu, energi, pikiran, dan emosi. Peneliti Harvard Medical School pernah mengungkapkan hasil riset mereka bahwa 60-80 persen orang dewasa merasa bahwa menghubungkan hal-hal yang belum terlihat koneksinya merupakan tugas yang melelahkan. “Tidak nyaman,” kata mereka. Padahal, di waktu balita, kita melakukannya dengan luar biasa.

Orang dewasa, menurut para peneliti itu, telah kehilangan keterampilan yang sebenarnya pernah mereka punyai di masa kecil. Perhatikan: setiap anak usia 4 tahun memperlihatkan kemampuan berpikir berbeda karena terampil dalam mengoneksikan hal-hal yang belum terkoneksi—kita mungkin terperangah melihat anak usia 4 tahun berpikir seperti itu; padahal kita, orang dewasa, pernah mengalami menjadi anak berusia 4 tahun!

Kita kehilangan keterampilan ini bukan karena genetic coding secara otomatis mematikannya saat kita memasuki usia 21 tahun. Tapi, kemampuan ini ditekan dan bukan dipuji, baik di rumah maupun di sekolah—kita dilarang secara sosial untuk berpikir berbeda. Kemampuan asosiasi kita ditekan. Kemampuan kita dalam mengoneksikan hal-hal yang terlihat tidak terhubung melalui cara asosiatif tidak memperoleh perlakuan semestinya.  Inilah yang menyebabkan kemampuan kita untuk berpikir secara berbeda mengalami penurunan terus-menerus.

Orang dewasa yang berkemauan keras untuk berlatih ‘connecting the dots’ akan mampu menemukan hal-hal yang tidak terduga. Mereka umumnya, seperti Jobs, mendapati ide-ide cemerlang yang jarang terlintas di benak kebanyakan orang. Kabar baiknya lagi, kita dapat menemukan kembali kemampuan ini melalui latihan yang teratur dimulai dari hal-hal yang relatif sederhana. Hercule Poirot dalam kisah fiksi Agatha Christie adalah contoh karakter yang mempraktekkan kemampuan 'connecting the dots' untuk mengungkap suatu kejahatan.

Kreativitas lahir lantaran kemampuan mengoneksikan titik-titik berserakan; menghubungkan beragam pengalaman dan melahirkan sintesa baru. Memperkuat pengetahuan dan memperbanyak pengalaman akan membantu kita melihat titik-titik potensial yang orang lain tak mampu melihatnya. Herb Simon, peraih Nobel, ekonom dan psikolog, mengoneksikan pemahamannya dalam ilmu komputer, psikologi, dan ekonomi sebagai kunci suksesnya. Fritjof Capra menemukan kearifan di dalam lewat pemahamannya terhadap fisika modern, biologi, jejaring, dan spiritualitas Timur.

Berlatih berulang-ulang, maka aktivitas berlatih ini malah memompakan energi ke dalam diri Anda! ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler