x

Iklan

Pungkit Wjaya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Seni di Tengah Rasionalitas

Fungsi seni di tengah debat capres dan cawapres

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Padamu negri kami berjanji

Padamu negri kami berbakti

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Padamu negri kami mengabdi

Bagimu negri jiwa raga kami

 

Timbulnya keasadaran berbangsa dan bernegara dapat dipicu oleh sebuah lagu. Misalnya, dengan lirik yang pendek sekalipun “jiwa raga” kita seakan ditarik untuk menghayati sampai titik terdalam ruang kesadaran itu. Sederhananya, karya seni (himne) dapat berkelindan dengan jiwa, raga dan semangat setiap warga negara.

Oleh karena itu seni dapat dianggap “panglima” dalam sebuah negara. Tanpa adanya cita rasa seni (lagu) setiap bangsa akan mengalami kekeringan jiwa. Dengan kata lain, sebaris lirik lagu adalah instrumen nasionalisme yang dapat menyiram jiwa setiap warga negaranya.

Tak pelaknya, setiap bangsa mempunyai lagu kebangsaan yang sering dilantunkan pada acara resmi kenegaraan. Tidak salah pula jika diajarkan semenjak sekolah dasar dan dinyanyikan ketika upacara bendera setiap hari senin. Tujuannya, agar hafal di luar kepala, pada saat mengulang dan menyanyikan setiap saat. Fungsinya tidak lain untuk menjaga kehormatan dengan cara mencurahkan rasa cinta dan sumpah bakti dalam upacara resmi seperti pendidikan, pelantikan, penghargaan, pertemuan organisasi politik, dan organisasi sosial kemasyarakatan. Biasanya, dinyanyikan dalam posisi berdiri di tempat.  Dengan demikian, setiap lagu (himne) adalah cara mengikatkan emosional setiap jiwa dan raga.  

Sebenarnya, ada dua contoh yang dapat kita lihat ketika melihat nasionalisme dalam sebuah lagu. Pertama, dalam perhelatan Piala Dunia Brazil 2014. Kita mafhum bahwa setiap pertandingan sepak bola antarnegara, biasanya sebelum pertandingan dimulai, semua orang mengkhidmati dengan melantunkan nyanyian lagu kebangsaan negara masing-masing. Pemain, pelatih, awak tim dan penonton terdiam sejenak ketika lagu dilantunkan secara bergantian. Ditambah kamera menyorot kepada para pemain, terlihat oleh kita beragam ekspresi; ada yang memegang dada, ada yang menunduk, ada yang pandangannya tegak lurus ke depan dan ada pula yang meneteskan air mata. Dapat ditafsirkan pula bahwa sebuah lagu menambah semangat perjuangan ketika bermain di lapangan.

Situasi itu pula terjadi dalam pemilu presiden. Ini pula yang masuk dalam kedua kategori itu. Bisa diperhatikan, fase debat capres dan cawapres yang semula jadwal dari Komisi Pemilihan Umum sudah selesai kemarin. Dalam layar televisi, sudah beberapa kali dilaksanakan debat yang menegangkan itu sekaligus “mengasah” logika berpikir kita untuk melihat rincian visi-misi mereka.

Namun, sebelum debat dimulai kita diajak untuk menyanyikan satu lagu perjuangan yang termashur yaitu “Bagimu Negri”. Tidak hanya berhenti dalam pada itu, setelah debat capres selesai, acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu spirit perjuangan dan semua orang yang berada di ruangan debat menyanyikan lagu dengan khidmat.  Otot, pikiran, dan tubuh yang tegang seakan lentur kembali dalam keadaan lirih. Bolehlah dikatakan bahwa seni hadir dan berfungsi sebagai komunikasi guna membangun moralitas cinta tanah air.

 

Perjuangan

Saya tidak tahu mengapa stasiun televisi yang bekerja sama dengan Komisi Pemilihan Umum selalu memutarkan lagu “Bagimu Negri” ciptaan Kusbini. Apakah mereka berkehendak untuk menyiratkan semangat janji nasioalisme kita?

Baiklah.  Saya pun ingin melihat lagu yang mengusung spirit perjuangan tersebut dalam bentangan historis. Lagu “Bagimu Negri” diciptakan Kusbini pada tahun 1942 atas permintaan Sukarno. Tujuannya, tidak lain untuk siaran radio pendidikan taman kanak-kanak guna melawan lagu-lagu propaganda Jepang yang sudah marak.

Menariknya , lagu “Bagimu Negri” pada masa pendudukan Jepang digunakan sebagai lagu perjuangan. Meskipun bergerak ‘dalam bawah tanah”, lagu itu pula yang menjadi penggerakan moral bangsa.  Lagu ini memang menarik para pendengar, karena makna yang terkandung  mudah dimengerti oleh para pelajar serta kaum pergerakan yang terorganisir dari kalangan organisasi Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Ini pula yang disinyalir membuat rasa takut Jepang. Oleh karena itu, sempat pula terjadi ketegangan antara Jepang dengan para pejuang waktu itu.

Akhirya, dengan segenap usaha yang dilakukan, Kusbini dapat meyakinkan Jepang. Lagu yang terdiri empat baris itu pun berhasil diputar setiap hari senin melalui acara siaran radio taman kanak-kanak pukul 17.00 – 17.30. 

Lagu “Bagimu Negri” pernah diputar Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai penutup siaran berita dan penutup siaran nasional TVRI.  Namun pada 1943, lagu “Bagimu Negeri” djiadikan lagu wajib bagi para peserta didik dan dilantunkan setiap adanya seremonial nasional.

Di samping itu pula, tepat 1959, “Bagimu Negeri” ditetapkan sebagai lagu wajib nasional bagi pendidikan sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi—khususnya ketika mengiringi upacara wisuda tingkat sarjana.

Mari kita baca liriknya, “Padamu Negri kami berjanji/Padamu Negri kami berbakti/Padamu Negri kami mengabdi/ Bagimu Negri jiwa raga kami”. Lirik itu mengungkapkan kami yang akan berjanji tidak akan korupsi, tapi akan berbakti, mengabdi dengan segenap jiwa dan raga. Diksi lirik itu mengandung kata kerja semacam berbakti, mengabdi dan terhubung baik secara ragawi (raga) dan ruh (jiwa). Dapat ditafsir bahwa kata kami menghubungkan kepada segenap warga negara Indonesia sebagai subjek yang berjanji agar selalu terikat; menegaskan penyatuan. Sedangkan kata raga jiwa dan raga menegaskan bahwa tidak hanya cukup berbakti dengan unsur ragawi saja, tapi jiwa pun harus disertakan pula: spiritulaitas perjuangan kebangsaan.

Oleh karena itu, terciptanya lirik lagu yang dibuat oleh Kusbini tidak sembarangan. Artinya dalam perjuangan yang berkeringat dan sekaligus dapat diartikulasikan dalam keteladanan laku oleh semua warga negara. Pada titik inilah seni masih menjadi panglima. Terimakasih Pak Kusbini!  

Ikuti tulisan menarik Pungkit Wjaya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler