x

Iklan

Syiqqil Arofat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rimba Kuasa: Petualangan Kancil

Fiksi tentang persoalan kebangsaan di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Desas-desus Dedaunan

Terasa sudah lama Kancil menelusuri ruas-ruas jalan di belantara rimba. Namun, rimba itu terlalu luas; masih banyak sisi rimba yang belum diketahuinya. Perlu diakui memang, kini Kancil bisa memperoleh informasi dengan mudah dan cepat: ranting-ranting dan dedaunan semakin canggih menyampaikan peristiwa dari berbagai penjuru rimba, baik peristiwa masa lalu maupun masa kini. Hal itu tentu saja menambah wawasan Kancil, tapi tak semua desas-desus itu benar, bahkan sering ditemukan kekeliruan informasi, entah sengaja dimanipulasi atau pun sekedar kesalahan penyerapan.

Memang tak mudah merekam semua peristiwa secara menyeluruh: selalu ada yang luput tertangkap. Kancil menyadari berbagai kemungkinan yang menjadikan peristiwa tak sepenuhnya terungkap. Pertama, beberapa penghuni rimba, terutama yang memiliki posisi dan pengaruh besar, sengaja menampilkan sisi baik dari sikap dan perilakunya serta berupaya menyembunyikan sisi buruk atau kejahatan yang pernah dilakukan. Maklum, mereka butuh pengakuan, citra baik dan legitimasi, demi mempertahankan posisi dan pengaruhnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, beberapa dedaunan tak sepenuhnya jujur; mereka berkonspirasi dengan sebagian penghuni rimba untuk sengaja menyembunyikan beberapa aspek informasi. Banyak penghuni rimba lainnya menuduh dedaunan itu tidak profesional. Mungkin benar. Tapi mungkin juga dedaunan itu punya pertimbangan sendiri. Toh, dedaunan juga butuh jaminan makan dan perlindungan untuk tetap bertahan sebagai daun dan tidak gugur menjadi sampah: alasan pragmatis. Dedaunan itu pun memilih berkonspirasi dengan penghuni rimba yang dianggap mampu melindunginya, meski dengan risiko menyembunyikan kejahatan. Yah, itulah hukum rimba: segala pembenaran sering dilakukan.

Ketiga, dedaunan yang jujur memiliki keterbatasan untuk menelusuri dan mengungkap setiap aspek peristiwa. Bukan hanya karena banyaknya kendala dalam menyerap kebenaran informasi dari para penghuni yang terlibat, namun juga tuntutan penyajian secara cepat hanya memungkinkan dedaunan menyampaikan sisi luar dari peristiwa. Karenanya, meski kancil menyadari pentingnya informasi, tapi dia pun perlu memahami bahwa informasi yang diperolehnya sangat mungkin tidak lengkap: selalu parsial.

Meski demikian, kancil sudah terbiasa dengan desas-desus yang ditiupkan dedaunan. Akhir-akhir ini desas-desus itu semakin kencang dan anehnya mengarah pada satu topik: pergantian raja rimba. Yah, saat ini memang ada peristiwa besar yang menyita perhatian hampir semua penghuni rimba. Peristiwa ini dianggap menentukan masa depan rimba: perebutan kepemimpinan rimba. Namun, kancil menangkap banyak kejanggalan dalam desas-desus dedaunan yang tidak setenang kemarin tapi berubah menjadi angin ribut: saling menjatuhkan.

Perebutan Kepemimpinan: Harimau vs Kuda

Persaingan memperoleh posisi sebagai raja rimba kali ini bisa dibilang sangat unik. Mungkin karena hanya dua kandidat yang bersaing: Harimau vs Kuda. Fenomena ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Fenomena ini pula yang menjadikan persaingan begitu ketat. Masing-masing kandidat dituntut untuk meraih dukungan sebanyak-banyaknya dari para penghuni rimba yang begitu beragam. Berbagai strategi pun dilancarkan, termasuk beraliansi dengan ranting-ranting dan dedaunan.

Desas-desus bertiup kencang, berupaya merebut dukungan. Isu yang ditiupkan beragam, dari pencitraan pemimpin hingga pemenuhan kepentingan kelompok sasaran. Bahkan persaingan tak sehat pun digencarkan seperti pemberian secara instan (baca: politik uang) atau penyesatan citra lawan (baca: black campaign). Karena itulah berbagai dukungan penghuni rimba mengalir sesuai dengan desas-desus mana yang paling mereka percaya dan dianggap mampu menggiring pada kemajuan rimba serta memenuhi kebutuhan para penghuninya.

Kancil penasaran untuk menelusuri desas-desus mana yang berhasil menarik dukungan penghuni rimba. Lalu dia mendatangi sebuah lembah dan bertanya kepada Rusa, "Rusa, apa yang membuatmu mendukung Harimau?"

"Kau tahu, Harimau itu tegas. Dia pasti membawa rimba ini menjadi lebih kuat. Tidak ada yang berani macam-macam padanya. Otomatis, pembangunan rimba akan semakin lancar. Misalnya, rimba sebelah yang bernama Malaysia tidak akan berani mengganggu dan melecehkan kita lagi," jawab Rusa dengan menggebu-gebu.

"Jadi, kau sudah yakin dengan pilihanmu dan tidak akan meninjau lagi berbagai konsekuensi yang mungkin terjadi dari kepemimpinan Harimau, seperti terulangnya korban-korban kekerasan pasukan rimba di masa lalu?" Kancil mencoba memperluas pertanyaannya.

"Tentu saja sangat yakin. Itu hanya isu belaka. Ketimbang memilih Kuda yang dikendalikan oleh atasannya, Si Banteng, " ungkap Rusa dengan tegas.

Begitulah jawaban Rusa yang sudah mantap dengan pilihannya. Kancil pun melanjutkan perjalanan ke lembah lainnya. Lalu dia bertemu Zebra dan bertanya, "Zebra, aku dengar kau mendukung Kuda. Apa yang membuatmu mendukungnya?"

"Kau lihat aja cara kepemimpinan Kuda yang begitu peduli pada penghuni rimba yang lemah. Dia tanpa ragu menjejaki semak dan rawa untuk menyerap aspirasi kita. Kita sudah muak dengan pemimpin yang hanya berdiri di atas gunung tanpa peduli pada kebutuhan kita," jawab Zebra dengan antusias.

"Apa kau benar-benar yakin yang dilakukan Kuda bukan pencitraan semata? Pernahkan kau memastikan bahwa kebijakan Kuda selalu berpihak pada penghuni lemah dan tidak dipengaruhi oleh pengikut Banteng yang mengintai untuk kepentingannya sendiri?" Kancil coba mengorek pengetahuan Zebra.

"Para pencuri ada di mana-mana. Dan yang paling banyak terbukti berada di lingkaran Harimau. Kuda bertindak mandiri, tak pernah dikendalikan pengikut-pengikut Banteng lainnya," ungkap Zebra dengan tegas.

Seperti halnya Rusa, Zebra sudah kokoh dengan pilihannya. Banyak penghuni rimba juga memiliki keyakinan serupa. Mereka lebih banyak memuji kandidatnya masing-masing dan menjelekkan kandidat pesaingnya.

Kancil akhirnya melanjutkan perjalanannya seraya membayangkan bagaimana masa depan rimba yang dihuninya. Kalau setiap penghuni cenderung mencari pembenaran bagi kandidat pilihannya dan menutup mata pada kelemahan dan kekurangannya, bukankah sangat mungkin klaim-klaim kedua pihak hanya berujung pada percekcokan tanpa akhir?

Lalu sebuah pikiran terbersit di benak Kancil: bukankah akan lebih baik bila penghuni rimba bersatu membangun kewaspadaan, dengan segala keterbatasan pengetahuan, berupaya meninjau lebih luas, serta aktif mengontrol siapa pun yang menang nanti, demi memastikan tak terjadi penyimpangan yang merugikan penghuni rimba.

Siapakah Raja Rimba Mendatang?

Tinggal beberapa hari lagi, pemenang dalam pemilihan raja rimba akan diumumkan secara resmi. Desas-desus tak kunjung reda, justru kian bergemuruh. Hal itu disebabkan banyaknya tuduhan tentang adanya kecurangan. Bahkan masing-masing kandidat telah mengklaim kemenangannya. Ketegangan pun semakin memuncak.

Sementara itu, Kancil masih terus bertanya-tanya dalam hatinya: Benarkah rimba ini akan menjadi lebih baik dengan kepemimpinan raja rimba yang baru? Benarkan raja rimba baru akan membawa banyak perubahan untuk memperbaiki beragam persoalan? Atau bisa jadi hanya berganti posisi sedangkan kecurangan dan ketimpangan tetap bertahan, dan masih membiarkan penghuni-penghuni tak jujur bergentayangan dalam tampuk kekuasaan? Lalu bagaimana caranya mengungkap adanya kecurangan dan penyimpangan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus melintas dalam pikiran Kancil, dan tak menemukan jawaban.

Entah, apa pun jawabannya, penghuni rimba sedang menunggu berdebar-debar tentang siapa yang terpilih menjadi raja rimba berikutnya.

Bersambung...

Ikuti tulisan menarik Syiqqil Arofat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler