x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Berinovasi, Jangan Setengah Hati

Inovasi adalah kunci untuk menghindari krisis dan menjaga perusahaan agar tetap kuat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam bukunya yang terbit pertengahan 1950an, The Practice of Management, Peter Drucker menuliskan salah satu doktrinnya: “Pelanggan adalah fondasi bisnis dan pelanggan yang menjaga bisnis bisa terus berjalan.” Karena tujuannya menciptakan pelanggan, menurut Drucker, “segala perusahaan bisnis hanya punya dua fungsi dasar: pemasaran dan inovasi.”

Begitu penting inovasi, sehingga tak ada perusahaan yang akan sanggup bertahan lama bila mengabaikan inovasi. Andy Grove, mantan CEO Intel, produsen prosesor mikro ternama, bercerita dalam Only the Paranoid Survive, bagaimana Intel nyaris terkubur lantaran terlambat mengantisipasi arah perkembangan industri microchips. Ketika Jepang masuk dalam industri ini dengan produk yang lebih hebat dan harga lebih murah, Intel kaget. Di bawah kepemimpinan Grove, Intel segera menemukan kembali track-nya: fokus pada prosesor mikro dan terbukti berjaya.

Kekagetan Intel itu antara lain juga disebabkan oleh apa yang lazim dialami oleh perusahaan yang sukses nyaris tanpa pesaing, yakni kepuasan diri. Dalam buku yang sama, Drucker mengingatkan bahwa kepuasan diri dan pengisolasian diri merupakan  musuh inovasi. Berpuas diri berarti menganggap dirinya sudah sangat maju dan tidak perlu mengembangkan diri lebih jauh lagi. Mengisolasi diri berarti menganggap sepi dunia sekeliling.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebaliknya, inovasi adalah kunci untuk menghindari krisis dan menjaga perusahaan agar tetap kuat. Karena regulasi yang melarang iklan rokok secara apa adanya, perusahaan rokok di Indonesia harus memutar otak untuk menampilkan iklan TV yang inovatif dan memberi  impresi yang mendalam kepada penonton. Hasilnya: seringkali ‘peringatan bahaya’ yang dicantumkan pada bungkus rokok maupun di iklan berbagai media seperti ‘kalah pamor’ dengan impresi yang dikesankan bahwa perokok itu kreatif, macho, pemberani.

Dalam organisasi perusahaan, inovasi tak bisa dianggap sebagai fungsi terpisah atau eksklusif. Inovasi harus menjadi bagian dari semua fase bisnis (sejak dari riset hingga penjualan) dan semua fungsi bisnis. Inovasi menjulur hingga ke semua bentuk bisnis: produk itu sendiri (barang dan jasa), pemasaran, organisasi, sumberdaya manusia, riset dan pengembangan produk, dsb.

Keterlibatan antropolog dalam merancang suatu produk adalah contoh inovasi dalam pendekatan pengembangan produk yang selama ini didominasi oleh para insinyur dan desainer. Ilmuwan sosial ini dilibatkan karena keahliannya bermanfaat untuk memahami perilaku konsumen yang ditargetkan. Inilah yang mendorong kemajuan penerapan etnografi di dalam lingkungan bisnis.

Salah satu pertanyaan yang dapat mendorong inovasi ialah: “Keinginan pelanggan apa yang tidak bisa dipuaskan secara cukup oleh barang atau jasa yang ditawarkan kepadanya hari ini?” Kecermatan dalam memandang arah perubahan maupun trend sering pula dianggap penting untuk memutuskan inovasi harus dilakukan (kapan, seperti apa, bagaimana, dsb). Di dunia penerbangan, Air Asia misalnya membuat berbagai terobosan untuk menembus kebekuan pasar sebelumnya, di antaranya paket terbang dan menginap di hotel.

Cara pandang pun dapat dianggap berkontribusi besar, bahkan menjadi alas, bagi inovasi, sebagaimana cara pandang Drucker bahwa pesaing harus didefinisikan dengan persepsi pelanggan. Dengan kata lain, persaingan harus dilihat dengan menggunakan persepsi outside-in, dan bukan inside-out—pendekatan yang dipinjam Jack Welch saat memimpin perubahan menuju keberhasilan di GE.

Tentu saja, berbagai kisah sukses inovasi tak lepas dari habitat tempat para inovator hidup: lingkungan di dalam perusahaan. Banyak cerita tentang hal ini, bagaimana hasil inovasi yang cemerlang lahir dari lingkungan kerja yang kondusif. Contoh yang kasat mata ialah kantor pusat Google di Mountain View, California—yang diberi nama Googleplex. Di kompleks ini, karyawannya memperoleh makanan gratis, es krim tak terbatas, tersedia kolam renang, meja pingpong, plus opsi menghabiskan 20 persen waktu kerja untuk aktivitas luar ruang apapun.

Toyota adalah contoh perusahaan yang menciptakan lingkungan di mana karyawan tidak takut mengemukakan kesalahan yang ia perbuat. Kesalahan adalah peluang bagi perbaikan proses maupun produk. Produk hebat Toyota bukan dilahirkan dari proses yang seketika bagus, melainkan buah dari perbaikan terus-menerus, belajar dari kesalahan demi kesalahan. Kantornya tidak bersekat-sekat dalam ruang, sehingga manajer harus siap didatangi karyawan kapan saja.

Dalam habitat yang seperti itu mungkin saja kadang-kadang terjadi kekacauan. Namun, semestinya ini tak harus dihindari atau ditekan. Andy Grove bahkan menasihati para manajer agar lebih sering bereksperimen dan “membiarkan kekacauan berkuasa.” Jika organisasi tidak bereksperimen secara konstan dengan berbagai gagasan, konsep, proses, produk, organisasi itu akan sangat terlambat untuk menghadapi perubahan besar. Kuncinya bukan pada berapa banyak uang Anda keluarkan, tapi bagaimana Anda memimpin orang-orang untuk berinovasi. Bagaimana menurut Anda? ***

(sumber foto: innovationmanagement.se) 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB