x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Meminta Maaf

Meminta maaf secara tulus merupakan bentuk penyembuhan paling magis yang dapat dilakukan manusia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semua orang pernah berbuat khilaf dan salah. Kita mungkin tidak peduli, kesal, atau malah marah kepada orang lain karena alasan dan peristiwa tertentu. Sebagian orang bahkan memendam ‘luka di masa lalu’ dalam waktu lama, yang pelan-pelan tumbuh menjadi rasa benci.

Suatu ketika datang kesadaran untuk meminta maaf kepada orang tersebut, tapi alangkah sukarnya melakukan hal itu. Banyak alasan mengapa begitu: mungkin rasa gengsi sedemikian memberati—seperti karena merasa diri atasan atau orang yang status sosialnya lebih tinggi, barangkali juga karena khawatir permintaan maafnya ditolak, atau ada alasan lain yang merintangi keinginannya mengubur kesalahan.

Mengatakan “saya meminta maaf” yang tulus begitu sukar, sebab ini berarti mengakui kesalahan sendiri. Ini berarti kita mengakui sesuatu yang tidak semestinya kita lakukan dan kita mengetahui hal itu—kendati mungkin tidak sengaja karena rasa amarah yang tiba-tiba datang.

Tak heran bila sebagian orang menyampaikan permintaan maaf hanya sebagai pemanis bibir karena ada udang di balik batu, seperti kepentingan bisnis atau politik. Ini permintaan maaf basa-basi. Dan ini mungkin langkah yang sia-sia, sebab, seperti disebutkan sejumlah riset, permintaan maaf yang tidak tulus akan dirasakan oleh orang yang dimintai maaf. Ia pun, sebagai responsnya, juga akan memaafkan dengan basa basi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebaliknya, permintaan maaf yang tulus akan berasa dan ini dimulai dengan memaafkan diri sendiri—sebuah langkah untuk menekan ego. Ya, saya telah berbuat keliru, dan karena itu saya harus meminta maaf. Tanpa ini, pertentangan batin antara pengetahuan bahwa saya keliru dan karena itu mesti meminta maaf dengan rasa gengsi ego kita akan terus terjadi.

Saran yang sering diberikan untuk mengatasi situasi konflik ini ialah menenangkan diri. Banyak caranya: bermeditasi, menunaikan shalat, beryoga, atau melakukan relaksasi agar beban perlahan-lahan berkurang. Terlebih lagi apabila kita siap dan kemudian meminta maaf.

Sungguh menarik, hasil studi ternyata menunjukkan bahwa dengan meminta maaf secara tulus, tubuh kita akan mengerti. Tubuh akan merespons dengan menurunnya tekanan darah, timbulnya rasa tenang dalam hati, pikiran yang semula ruwet menjadi lebih jernih. Ya, ini menjadi seperti tindakan pembebasan diri dari beban kesalahan masa lalu, rasa amarah, kekesalan, ketidakpedulian kepada orang lain.

Bila permintaan maaf kita ditanggapi positif oleh orang lain, kita boleh berharap hidup kita jadi lebih ringan. Kita bisa lebih percaya diri, tetap menjalin relasi dengan baik, dan membantu kita untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Permintaan maaf yang tulus, menurut Beverly Engel, sekurang-kurangnya mengandung 3 R, yakni regret (penyesalan), responsibility (tanggung jawab), dan remedy (memperbaiki dengan tidak mengulangi hal serupa).

Bila permintaan maaf kita tidak ditanggapi, kita harus membiasakan hidup dengan beban masa lalu. Namun, apapun hasilnya, kita patut mencoba meminta maaf. Seperti dikatakan oleh Marshall Goldsmith dalam buku What Got You Here Won’t Get You There, “Meminta maaf secara tulus merupakan bentuk penyembuhan paling magis yang bisa dilakukan manusia.” (sbr foto: thegloss.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB