x

Iklan

Aditya Wijaya

follow @trah_oglangan
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengenal Penyedia Ojek Payung di Candi Prambanan

Lebih dari 20 tahun Kasiman menggantungkan hidupnya dengan menyediakan ojek payung di Candi Prambanan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siang sedang sangat menyengat. Di bawah terik panas matahari yang ganas begini, payung bisa menjadi dewa penolong yang tepat. Pasalnya, payung adalah satu-satunya pelindung murah meriah yang tak hanya digunakan ketika datang hujan.

Memasuki libur Lebaran, ratusan mobil dengan berbagai merk dan warna terlihat memenuhi halaman parkir Candi Prambanan. Tak jauh dari lokasi parkir, Kasiman (64), tukang ojek payung dari Dukuh Tlogo, Desa Pemukti Baru, Prambanan, Klaten, mencoba menawarkan jasa payung kepada setiap wisatawan yang hendak memasuki candi Hindu termegah dan terbesar di Indonesia tersebut.

"Panas. Panas. Payung Rp 5 ribu sak rampunge (sampai selesai)," katanya sambil menyodorkan payung kepada setiap wisatawan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa orang lewat di depannya. Melirik, tapi tanpa menghampiri. Namun, Kasiman tidak putus asa. Dengan sabar ia tetap berusaha menarik minat orang untuk menggunakan jasa payungnya.

Selang 15 menit kemudian, sepasang muda-mudi yang baru saja turun dari mobil, menghentikan langkahnya. "Payung yang kecil Rp 5 ribu. Kalau mau yang besar Rp 10 ribu. Silakan digunakan sampai selesai," sahut Kasiman.

Sepasang kekasih itu akhirnya memilih payung yang kecil. Terjadilah transaksi. "Lumayan, dikasih bonus seribu rupiah," terang kakek 5 cucu ini sambil memperlihatkan tiga pecahan uang dua ribuan.

Dengan membawa 33 payung, siang itu, Sabtu (02/08/2014), Kasiman telah berhasil menyewakan 20 payungnya. Setiap hari, mulai dari pukul 10.00 WIB sampai 16.00 WIB, telah lebih dari 20 tahun ia berprofesi sebagai ojek payung di kawasan parkir Candi Prambanan.

"Tidak hanya belasan tahun, tapi sudah lebih dari 20 tahun menawarkan jasa payung. Selesai bekerja hingga jam setengah empat sore. Karena cuaca sudah tidak panas lagi," ucapnya, sembari menunjukkan id card yang menggantung dibajunya, yang bertuliskan "Kasiman. Paguyuban Jasa Payung Candi Prambanan. Blok Sedan."

Kasiman menjelaskan, terdapat lebih dari 30 sampai 40 orang yang berprofesi seperti dirinya. Mereka tergabung dalam sebuah paguyuban. Sedangkan pembagian lahan jasa payungnya, mereka dibagi menjadi dua blok, yakni; blok sedan atau parkiran mobil pribadi, dan blok parkiran rombongan bus.

Selain itu, setiap bulannya mereka juga harus menyetor Rp 25 ribu kepada pengelola. Sebab beberapa waktu lalu, mereka diberi tambahan 10 payung besar dengan corak gambar serta bertuliskan Candi Prambanan.

"Biasanya kalau ada orang baru yang mau gabung, pasti dipersulit. Meskipun sudah menyetorkan uang antara Rp 300 sampai Rp 400 ribu. Pasalnya, sebagian besar tukang ojek payung berasal dari warga sekitar candi. Dan kami yang sudah lama ini lebih diprioritaskan," tandas Kasiman sambil menghisap rokok kreteknya.

Menurutnya, setiap kali libur panjang seperti Lebaran, pendapatannya selalu meningkat dibanding hari biasa. Minimal uang Rp 100 ribu bisa ia kantongi untuk dibawa pulang.

Kalau nasibnya baik, sambung Kasiman, rejekinya bisa membludak. Tapi kalau lagi apes, nganti mangkel ora bakalan payu (sampai dongkol tidak laku). Bahkan, pernah dalam sehari ia tidak mendapat "pasien." Terkadang, payung yang ia sewakan juga tidak dikembalikan wisatawan.

"Kuncinya, yang penting tekun dan sabar. Rejeki tidak akan lari," sambungnya dengan logat Jawa kental.

Kata orang, uang bukanlah segalanya. Namun bagi Kasiman dan tukang ojek payung lainnya, segalanya akan susah jika tidak punya uang. Di halaman parkir Candi Prambanan, dengan bermodalkan payung, setiap hari mereka menggantungkan hidupnya.

Ikuti tulisan menarik Aditya Wijaya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler