x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tawa dan Tangis Bersama Robin Williams

Robin membuat kita tertawa, Robin membuat kita menangis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

‘But poetry, beauty, romance, love ... these are what we stay alive for...’

--John Keating (Dead Poets Society)

 “Nanu.. nanu...” “Nanu... nanu...”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kata-kata pendek itulah yang langsung melintas dalam benak saya ketika mendengar kabar Robin Williams meninggal dunia. Penonton televisi akhir tahun 1970-awal 1980an mungkin masih ingat mimik dan gayanya yang lucu saat berakting dalam serial teve Mork & Mindy. Peran sebagai makhuk luar angkasa bernama Mork ini meroketkan nama Robin dan membuatnya memperoleh tawaran main film layar lebar.

Kendati ia selalu membawakan perannya dengan segar, Robin terbukti bukan stereotype komedian yang hanya bermain untuk ‘film lucu’. Dalam Dead Poets Society (1989) yang niscaya akan selalu dikenang oleh penontonnya, Robin berperan sebagai guru Bahasa Inggris bernama John Keating yang sanggup membuat murid-muridnya naik ke atas meja belajar dan memberi salut kepadanya sembari meneriakkan sepotong kutipan Walt Whitman: ‘O Captain! My Captain!’.

Bagi siswa sekolah konservatif dan aritokratif yang sangat mengajarkan disiplin keras, gaya mengajarnya yang menyempal dari tata-krama sekolah menjadi daya tarik anak-anak remaja ini. John Keating mengajari muridnya menjadi remaja yang terpelajar tapi juga berbudaya dengan membaca puisi, bermain musik, dan menemukan jatidiri masing-masing—berani bersikap. Anak-anak remaja ini lalu membentuk klub rahasia Dead Poets Society yang bertemu secara teratur di sebuah gua dekat sekolah. Dead Poets berkisah tentang proses penyadaran terhadap kekuasaan otoritas yang tidak memberi kebebasan untuk memilih jalan hidup sendiri.

Film lain yang diperan-utamai Robin Williams dan niscaya juga selalu diingat ialah Mrs. Doubtfire (1993). Agar dapat dekat dengan anak-anaknya setelah berpisah dengan isterinya (Mrs. Miranda Hillard), Robin (sebagai Daniel Hillard) berpura-pura jadi seorang perempuan dan melamar sebagai pembantu rumah tangga Mrs. Miranda. Agar tampak nyata sebagai perempuan, berbagai macam barang disumpalkan ke balik bajunya. Ia juga mempermak wajahnya. Tentu saja, terjadi kekacauan.

Sebagai aktor, Robin senantiasa bermain total, seperti juga dalam film ini: sebagai Mrs. Doubtfire yang membereskan urusan rumah tangga, tetapi sekaligus sebagai ‘ayah sebenarnya’ dari ‘anak-anak majikannya’ yang kerap trenyuh ketika ia ingin memeluk mereka tapi nyatanya ia hanya bisa melihat dari jauh. Robin berhasil membuat kita tersenyum, tapi ia juga berhasil membuat kita menangis.

Jumanji (1995) adalah film petualangan fantasi yang menghibur tetapi juga menyisakan kepedihan sebagai anak yang terjebak dalam permainan selama 26 tahun. Berperan sebagai Alan Parrish, Robin kembali mempertontonkan bakatnya yang menawan. Seperti halnya sebagai Peter Pan dalam Hook (1991), Robin mengajak penonton untuk melihatnya bermain total dan lepas di dalam cerita anak-anak yang menguarkan pula aroma misteri dan mungkin surealis.

Robin Williams bukan komedian yang terperangkap dalam jenisnya. Perannya sebagai Dr. Sean Maguire—terapis yang mendampingi Will Hunting, jenius matematika yang dipandang sebelah mata di MIT karena bekerja sebagai petugas kebersihan--dalam Good Will Hunting (1997) sekali lagi menunjukkan siapa Robin. Ia aktor dengan spektrum film yang membentang dari komedi, anak-anak, hingga drama yang selalu meninggalkan sesuatu bagi penontonnya ketika mereka pulang. Kehadiran Robin selalu memberi warna lain dalam filmnya yang beragam itu.

Bila akhirnya ia mengakhiri karier dan hidupnya dengan caranya sendiri, itulah pilihan Robin. Ia tetap akan dikenang sebagai pemain yang mampu mengajak kita tertawa dan mengajak kita terharu (dan saya tercenung ketika mengetahui kabar bahwa ia pergi dengan caranya sendiri). Film-filmnya bernas. Good Will Hunting dan Dead Poets Society selalu mengundang saya untuk menontonnya kembali. Kepergiannya membuat saya juga ingin menonton Insomnia, ingin melihat Robin beradu akting dengan Al Pacino.

Seize the day!” ucap John Keating, “Because, believe it or not, each and every one of us in this room is one day going to stop breathing, turn cold and die.” Robin sepertinya mengerti betul ucapan Keating. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler