x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Biarkan Warna Menghipnosismu

Warna memengaruhi suasana hati, atau sebaliknya suasana hati menentukan pilihan warna? Dalam bisnis dan politik, warna berperan penting.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kemeja warna apa yang Anda sukai? Gaun warna apa yang Anda hindari? Di saat berduka, Anda mungkin mengenakan stelan hitam-hitam, dan ketika hati tengah berbunga Anda memilih warna cerah. Jadi, benarkah anggapan bahwa warna mencerminkan suasana hati. Ataukah sebaliknya, warna memengaruhi suasana hati? Warna merah membuat seseorang tampak seksi dan ruang bercat biru laut membuat kita sejuk berada di dalamnya. Benarkah semua ini? Atau sekedar pseudo-science?

Sebuah studi pernah mencoba memberikan pil kepada pasien dengan warna berbeda-beda. Hasilnya, pil warna merah lebih efektif sebagai stimulan kesembuhan dibandingkan warna biru. Pil warna biru lebih efektif untuk pengantar tidur. Hasil ini mengherankan, sebab kandungan pil tersebut sebenarnya sama dan bukan bahan penyembuh. Diduga, persepsi mengenai warna ini memengaruhi respons pikiran dan tubuh.

Kegusaran terhadap relasi antara warna dan emosi membuat kajian ilmiah tentang ‘warna’ semakin berkembang. Upaya ini mengerucut kepada satu hal: persepsi kita mengenai warna benar-benar memengaruhi pikiran dan tubuh kita. Sebuah studi tahun 2004 menemukan bahwa tim-tim sepakbola yang mengenakan kostum merah secara stastitik cenderung menang dibandingkan tim yang memakai kostum warna lain (Bagaimana dengan tim Setan Merah?). Studi lain tahun 2008 menunjukkan bahwa perempuan yang mengenakan busana merah dengan latar putih terlihat lebih cantik di mata pria.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mata kita memiliki tiga penerima (reseptor) warna yang berlainan, yakni merah, hijau, dan biru. Masing-masing dirancang untuk menangkap cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda. Kebanyakan mamalia memiliki dua reseptor warna, begitu pula dengan orang yang ‘buta warna’—mereka yang hanya bisa mendeteksi panjang gelombang hijau dan biru. Jika kita hanya punya satu reseptor, kita melihat dunia ini tak ubahnya hitam dan putih. Yang hebat adalah burung-burung: hewan terbang ini amat piawai membedakan warna karena hewan ini tetrachromatic, memiliki empat detektor warna.

Sejumlah ahli menyebutkan, bagaimana warna memengaruhi pikiran dan suasana hati juga tergantung pada konteks. Ketika seseorang dalam keadaan tidak berdaya, kekuatan ilusi warna ini bertambah kuat. Kita jadi lebih sensitif terhadap konteks. Uniknya, pengaruh ilusi warna ini bertambah efektif bagi orang-orang yang berasal dari budaya Timur, di mana konteks sosial dipandang lebih penting dibandingkan dengan di Barat yang lebih individualistik.

Konteks budaya dan makna warna inilah yang kemudian dieksplorasi oleh pemasar. Sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of the Academy of Marketing Science menyebutkan bahwa warna memiliki impresi pada manusia. Putih berarti kemurnian, kebersihan, kesederhanaan, higenis, kejernihan, dan kedamaian. Hitam adalah kecanggihan, glamor, status, elegan, kekayaan, dan martabat. Ungu berarti status, pink bermakna feminitas, dan biru kompetens, sedangkan merah exciting.  “Menggunakan warna-warna ini pada brand atau logo Anda,” menurut studi tersebut, “kelihatannya, akan mampu menanamkan pesan-pesan (warna ini) ke dalam benak pelanggan potensial.”

Begitu penting kaitan antara warna, makna, dan impresi yang ditimbulkan, sehingga banyak perusahaan memilih dengan cermat warna yang mereka pakai sebagai corporate color. Telkom, misalnya, tahun 2013 yang lalu mengganti corporate color biru-kuning dengan merah-putih-hitam-abu-abu. Warna logo/brand menjadi identitas perusahaan yang paling mudah dikenali, karena itu perusahaan umumnya berusaha menemukan corporate color yang khas. Air Asia tergolong sukses dalam menemukan corporate color-nya sehingga mudah dikenali dan menempel di benak pelanggan. Tempo Media juga memiliki corporate color yang kuat dan terus dipertahankan hingga sekarang serta digunakan pada produknya, terutama majalah.

Sebagian partai politik di sini juga mempertimbangkan betul pilihan warna mereka. Di Indonesia, impresi warna begitu kuat sehingga muncul asosiasi yang erat antara warna lambang partai dengan kencederungan politik partai tersebut. Ada yang memilih warna merah, kuning, hijau, biru, atau campur-campur. Masing-masing warna dipersepsikan memiliki konotasi tertentu. Warna dan konotasi ini praktis menempel di benak para pemilih ketika mereka datang ke tempat pemungutan suara. Sayangnya, mengubah political color tidak semudah mengubah corporate color, sehingga jika pilihan warna telanjur tidak tepat, partai tidak mudah menggantinya dengan warna lain.

Jadi, berhati-hatilah memilih warna! (sumber foto: hqwallbase.com)

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler