x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mirzakhani, Fields Medal, dan Perayaan Kaum Perempuan

Maryam Mirzakhani terpilih sebagai perempuan pertama peraih Fields Medal--penghargaan setara Nobel untuk matematika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tidak ubahnya para pecinta film menunggu-nunggu pengumuman siapa peraih Piala Oscar untuk Pemeran Utama Terbaik, begitu pula para pecinta matematika menanti-nanti siapa peraih Fields Medal kali ini? Ini adalah penghargaan sangat bergengsi dalam matematika yang dianggap setara dengan Hadiah Nobel. Lebih mendebarkan lagi dibanding Nobel yang diberikan saban tahun, Fields Medal diberikan 4 tahun sekali, bersamaan dengan penyelenggaraan International Congress the International Mathematical Union (IMU), kali ini di Korea Selatan.

Lantaran 4 tahun sekali, dan ada aturan hanya matematikawan yang berusia di bawah 40 tahun pada saat Kongres diadakan, banyak bintang matematika yang layak tapi tidak beruntung memperoleh Fields Medal. Tapi Maryam Mirzakhani, 37 tahun, sungguh layak dianggap bintang dan karena itu layak menerima Fields Medal tahun ini bersama tiga matematikawan lainnya.

Bagi Maryam, Medali ini adalah pengakuan internasional atas kontribusi pentingnya terhadap perkembangan ilmu matematika. Dialah perempuan pertama dari 55 orang penerima Medali sejak Fields Medal diberikan pertama kali pada tahun 1936 atas prakarsa matematikawan John Charles Fields. Matematikawan perempuan menyambut prestasi ini dengan membandingkannya dengan prestasi Marie Curie tatkala meraih Nobel untuk fisika dan kimia. Ini adalah penantian hampir 80 tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam Nobel pun, penghargaan juga didominasi oleh pria—803 orang pria sudah meraih Nobel dibandingkan 44 perempuan. Dari jumlah ini, 15 orang meraih Nobel Perdamaian, 13 orang dalam bidang sastra, 10 orang dalam kedokteran, 4 untuk kimia, dua dalam fisika, dan satu meraih apa yang disebut Nobel Memorial Prize in Economic Sciences.

Inilah momentum Maryam, dan patahlah mitos bahwa matematika dan perempuan tidak bisa padu. Kontribusi kaum perempuan terhadap matematika sudah banyak, tapi pengakuan kurang. “Saya bahagia bila penghargaan ini memberi dorongan bagi ilmuwan dan matematikawan perempuan muda,” ujar Maryam, yang menjadi guru besar di Stanford University, AS, ini.

Kontribusi Maryam sangat orisinal dan luar biasa terhadap bidang geometri dan sistem dinamis, khususnya berkaitan dengan simetri permukaan kurva. Meski karyanya dianggap ‘matematika murni’ dan sangat teoritis, karya ini memiliki implikasi penting bagi fisika dan teori medan kuantum. Implikasi inilah yang mungkin dapat memberi inspirasi bagi anak-anak perempuan untuk memilih matematika sebagai jalan hidup.

Lahir dan tumbuh di Iran, Maryam semula menyukai sastra. “Aku memimpikan jadi penulis,” ujarnya suatu ketika. Minatnya pada sains tumbuh melalui saudara laki-lakinya yang kerap bercerita tentang apa yang sudah ia pelajari di sekolah dan mengisahkan panjang lebar tentang matematikawan besar berdarah Jerman Carl Friedrich Gauss. Maryam terkagum-kagum ketika kakaknya mampu memecahkan penjumlahan deret dari 1 hingga 100 dalam waktu singkat. Kakaknya membukakan rahasianya berupa "kunci" yang ditemukan oleh Gauss.

Pada akhirnya, matematika, sains, seni, atau bisnis pun menghendaki kehadiran passion--dan inilah yang ia punyai sejak itu. Di usia mudanya, tatkala menjalani program doktoral di Harvard University—di bawah bimbingan Curtis McMullen yang juga peraih Fields Medal (1998), Maryam semakin tenggelam dalam matematika. “Memecahkan soal matematika itu menyenangkan, seperti memecahkan teka-teki atau menghubungkan titik-titik dalam kasus detektif,” ujar Maryam.

Minatnya yang luas terhadap teknik dan kultur matematika, termasuk aljabar, kalkulus, analisis kompleks, maupun geometri hiperbolik memberinya keunggulan. Penguasaan atas bidang yang luas ini membantu Maryam mencapai tingkat pemahaman baru dalam area topologi dimensional. Keingintahuan yang besar mendorong Maryam menjelajahi wilayah-wilayah yang belum ia kenal dengan rasa ingin tahu yang besar.

“Saya bergetar, hari ini akhirnya tiba,” kata Tim Gowers, juga seorang Fields Medallist (1998) dan matematikawan di Cambridge University, menyambut keberhasilan Maryam. “... saya berharap, ini akan mendorong perempuan yang lebih muda untuk memikirkan riset matematika sebagai karier yang mungkin dijalani.”

Ya, capaian Maryam dengan Fields Medal-nya bukan miliknya pribadi, ini adalah “perayaan kaum perempuan dalam sains dan matematika.” (foto: Stanford University) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler