x

Iklan

Pungkit Wjaya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Internet Mendukung Perkembangan Buku Cetak

Renungan tentang buku masa kini dan masa mendatang....

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apakah dengan banyaknya bacaan di internet sekarang ini buku tergusur dari masyarakat? Bagaimana dengan tahun-tahun mendatang?

Dunia perbukuan selalu perlu mendapat perhatian. Dan salahsatunya ialah mencatat perkembangan masa kini. Di era internet yang telah membuka lapangan yang luas untuk kegiatan literasi masyarakat, terutama ketika ponsel dan internet terintegrasi, saat ini literatur dengan mudah dibaca oleh masyarakat. Sekalipun masih terbatas di kalangan kelas menengah perkotaan, namun harus diakui paling tidak minat baca kita tinggi. Apakah kemudian buku-buku ditinggalkan masyarakat?

Beberapa waktu lalu saya mengikuti acara diskusi perbukuan. Sangat menarik adalah pendapat dari, seorang pendiri Penerbit Mizan Grup, Dr. Haidar Baqir. Ia menyatakan bahwa buku masih sangat diminati oleh masyarakat karena Indonesia ini masih dalam masa transisi yang tanggung. “Masih ada generasi yang hidup di era antara, yaitu antara off-line, pra internet yang gemar buku, dan era online di mana mereka hidup langsung menikmati informasi melalui internet,” ujarnya saat menyampaikan presentasi  “Prospek Bisnis Penerbitan Buku Islam di Era Teknologi Informasi”, di Kantor Ikatan Penerbit Indonesia Jawa Barat, (14/7/2014), Jl. Ibu Inggit Garnasih No. 30, Bandung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Haidar, buku-buku cetak tidak langsung mati, bahkan masih tetap berkembang karena setidaknya ada tiga faktor. Pertama, generasi pra-internet lebih merasakan kesukaan membaca buku ketimbang online. Kedua, tidak semua yang ada dalam buku ditemukan melalui online, termasuk e-book. Ketiga, akses pengetahuan melalui online rata-rata ingin gratis.

Oleh karena itu, di masa sekarang ini Haidar melihat buku masih memiliki peluang bagus. “Internet itu tidak membenturkan antara buku dengan digital, tetapi justru saling melengkapi. Misalnya orang Kalimantan yang tadinya sulit mendapatkan buku dari toko, justru semakin dimudahkan oleh transaksi online,” ujarnya.

Sementara itu, Faiz Manshur, Pemimpin Redaksi Penerbit Nuansa Cendekia Bandung juga melihat masih pentingnya penerbit bergerak serius dalam perbukuan. “Buku memiliki nilai lebih ketimbang sekadar informasi. Sekalipun masyarakat kita masih kecil dalam urusan minat baca, tetapi kebutuhan buku tak susut, bahkan masih terus memiliki daya tarik. Hal ini disebabkan orang memilih buku karena tujuannya menggali ilmu-pengetahuan yang memiliki bobot, sementara di internet lebih pada akses informasi. Jadi ini sesuatu yang berbeda dan internet belum menggeser dunia buku,” paparnya kepada penulis, 7 Agustus 2014 lalu.

Menurut Faiz Manshur, buku dan internet bukan sesuatu yang berdiri secara diametral, melainkan saling melengkapi. Internet menyatukan lebih dekat hubungan antara penerbit dan pembaca, termasuk penulis.  “Jika terjadi sepinya pembeli, itu lebih pada faktor karena antara jumlah buku yang terbit dengan peminat baca tidak seimbang,” jelasnya.

Selain masalah potensi buku, Faiz Manshur juga menyampaikan bahwa sekarang ini kita kekurangan naskah yang bermutu dari penulis Indonesia. Banyak buku terbit tetapi ditulis secara instan dan kurang serius. Riset data dari para penulis makin minim. Kalaupun ada buku-buku serius rata-rata dari penulis yang sekaligus berprofesi sebagai peneliti. “Itulah kenapa buku-buku fiksi popular lebih laku jual ketimbang buku ilmiah. Rata-rata buku ilmiah kebanyakan masih didominasi karya peneliti asing atau peneliti Indonesia di era 10 tahun ke belakang. Kita butuh buku yang bermutu,” pesannya.

Di luar ini, agar para penulis lebih cepat menerbitkan buku, Faiz Manshur menyarankan agar para penulis lebih komunikatif berhubungan dengan bagian redaksi karena selama ini naskah-naskah membutuhkan pengolahan ulang, bahkan rombak total. Menurutnya, hal itu harus dilakukan secara bersama antara penulis dan redaksi di bagian penerbit. “ Dengan cara itu, setiap naskah juga bisa memiliki daya pikat untuk konsumen sehingga dikotomi antara buku “bermutu tapi tidak laku” versus “buku tidak bermutu lebih laku” tidak terjadi. [Pungkit]

Ikuti tulisan menarik Pungkit Wjaya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu