x

Iklan

irwan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Stadion Taman BMW Punya Siapa?

Stadion Taman BMW : Ketika Jiwa dan Harapan Masyarakat Bola DKI Jakarta Menjadi Bancakan dan Modus Penghapus Dosa

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah sejak lama masyarakat pecinta bola di DKI Jakarta khususnya Jakmania&Angel mengidam-idamkan memiliki stadion yang representatif seperti daerah-daerah lain memilikinya. Sebagai Ibukota sangatlah miris melihat Persija sebagai sentral persatuan sepakbola tidak memiliki stadion yang memadai dan membanggakan dan markas berbagai kegiatan yang ditempati sekarang pun masih menumpang-numpang seperti di Lebak Bulus. Bahkan remaja-remaja senang bermain bola pun tidak memiliki ruang lagi di wilayah Ibukota ini, kita sering menjumpai anak-anak Ibukota memanfaatkan jalan raya dikala sunyi untuk sekedar bermain bola. Anak-anak dan adik-adik kita itu alangkah susahnya mencari ruang bermain bola saat ini di Jakarta.

Kita tentu masih ingat bagaimana pembongkaran Markas Persija di lapangan sepakbola Menteng. Ramai-ramai pembongkaran ini ditentang masyarakat pecinta bola Jakarta karena lapangan itu salah satu tempat anak-anak Ibukota melepas hobi bermain bola. Oleh Gubernur Sutiyoso bersikeras membongkar lapangan bola itu untuk menambah ruang terbuka hijau di Jakarta. Namun bagaimanapun kuatnya penentangan masyarakat bola tersebut, pembongkaran itu tetap terjadi dan Persija dan pendukungnya harus rela direlokasi (tergusur) ke Stadion Lebak Bulus. Keseimbangan keperluan ruang terbuka hijau di Ibukota juga memang merupakan sesuatu yang mendesak saat ini. Namun fakta mendasar pada saat itu adalah Ruang Terbuka Hijau itu telah mengorbankan keceriaan anak-anak dan remaja Ibukota yang hobi sepakbola, dan pikiran kritis yang berkembang saat itu adalah apakah begitu mendesaknya sehingga harus segera dibongkar.

Dalam perjalanan eksistensi persepakbolaan sebagai hobi dan profesioalitas di manapun, tantangan selalu ada. Salah satu tantangan yang kerap muncul adalah sejenis “pembajakan psikologis” masyarakat bola Jakarta tersebut. Hal ini kerap berasal dari pihak-pihak yang tidak begitu terkait erat dengan kemajuan persepakbolaan dan hobi ini sendiri. Ini memang alamiah saja akan selalu ada dan tak terhindarkan. Pembajakan ini tentu tidak melulu bernilai negatif bahkan juga bernilai positif saja. Umumnya disinyalir dalam rangka kesenangan, kepentingan atau keuntungan pribadi, kelompok atau golongan. Bahkan kepentingan berbau politik praktis pun kerap ada. Tentu pembajakan itu sebagus-bagusnya berakhir pada kemajuan persepakbolaan itu sendiri, sedangkan pembajakan yang bersifat negatif harus diminimalisir karena berakibat menurunkan semangat dan bahkan kemunduran segala unsur dalam persepakbolaan itu sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Ibukota kerap kita jumpai paguyuban-paguyuban pecinta dan penghobi bola. Di Ibukota terhadap pendukung Persija mereka menamakan diri Jakmania. Paguyuban ini banyak yang sudah lama berdiri maupun yang baru-baru eksis. Berbagai paguyuban ini tercipta dengan sendirinya seiring kecintaan dan kepedulian terhadap semangat dan kemajuan sepakbola. Berbagai paguyuban ini selalu terhubung secara moral satu sama lain. Eksistensi paguyuban sudah pada tarap “simbiose mutualisme” dengan club sepakbola Jakarta. Jakmania selalu berkontribusi pada Persija baik dalam keadaan terpuruk maupun kondisi berjaya. Memang tak lengkap rasanya sepakbola tak memiliki pendukung dan bahkan tak perlu sepakbola jika tak ada pendukung.

Kembali kepada masalah Stadion. Setelah sekian lama Persija dan berbagai unsur pendukungnya bermarkas di Lebak Bulus dengan berbagai keterbatasan kondisi, muncullah harapan baru bahwa Persija dan Jakmania&Angel akan diberi “hadiah keren” oleh Pemprov DKI Jakarta. Melalui mulut Eks Gubernur Fauzi Bowo dan Gubernur DKI Jokowi hadiah itu beruupa Stadion Baru terletak di Sunter Jakarta Utara. Dalam pemberitaan sering disebut Stadion Taman BMWsaja karena hingga saat ini belum diputuskan nama resmi untuk stadion itu kelak. Maka jika sudah terbangun stadion itu, markas kegiatan yang di Lebak Bulus akan dipindahkan ke Sunter di Stadion Taman BMW itu. Selanjutnya dikatakan Stadion Lebak Bulus akan dibongkar karena lahannya akan dijadikan depo MRT.

Bahwa sesuai konteks kedua rencana diatas, ada dua pula hal yang perlu dikritisi agar rasa trauma pecinta bola tidak terulang lagi seperti pernah terjadi pada Stadion Persija di Menteng itu. Pada kedua rencana itu, entah mana yang menjadi kata kunci atau motif utama. Apakah Persija sebenarnya dijanjikan hadiah “Stadion Keren” ataukah Persija akan digusur lagi dari Lebak Bulus?. Nah maksud tergusur disini adalah karena adanya Proyek MRT. Ataukah memang rencana relokasi itu “tulus” karena keprihatinan melihat tak adanya Stadion yang representative buat Persija dan masyarakat bola Jakarta?. Inilah yang menjadi pemikiran dan pertimbangan kita sebagai masyarakat pecinta bola (Persija dan Jakmania) dan harus benar dijawab tuntas oleh Pemprov DKI Jakarta. Dua pemikiran kritis diatas menjadi penting oleh karena hadiah ini konotasinya sebuah penghargaan, sedangkan dipindahkan karena kepentingan proyek MRT tentu konotasinya adalah ketidakpedulian, mementingkan proyek untuk keuntungan pemenang tender, dan hal-hal lain yang berkonotasi bertentangan dan tak mengandung niat untuk memajukan sepakbola bagi warga Jakarta.

Bahwa jika Stadion Taman BMW itu dibangun sebagai hadiah dalam konotasi positif diatas, maka terpenuhilah dahaga pecinta bola Ibukota itu dan sangat menggembirakan serta sekaligus kebanjiran dukungan. Stadion seperti maketnya bersifat bertarap internasional dan sekelas Stadion milik Arsenal di Inggris sana, alangkah keren dan menggembirakan hati. Selanjutnya dijanjikan stadion ini akan dikelola oleh Persija dengan berbagai unsurnya itu. Untuk itu Pemprov DKI Jakarta pun telah pula menganggarkan dana pembangunan melalui APBD DKI sebesar Rp. 1,2 Trilyun mulai tahun 2014 ini. Pencanangan pembangunannya pun sudah dilakukan sejak Mei 2014 oleh Gubernur Jokowi di lokasi eks lahan Taman BMW bertepatan dengan sehari sebelum Jokowi mengikrarkan diri menjadi Capres di Pemilu Pilpres 2014 (sekedar bertanya dan menginformasikan bahwa anehnya pencanangan ini tanpa melibatkan Persija dan Jakmania, dilakukan ala kadarnya, bahkan terlihat seakan-akan bukan sebuah pencanangan proyek yang layak jika melihat rencana dan megahnya Stadion itu kelak…?).

Tapi apapun itu bahwa menimbang konotasi hadiah keren diatas tentu semua kita sangat mendukung. Selanjutnya mari kita coba menyampaikan perspektif lain terkait dengan rencana pembangunan stadion itu agar kita memiliki pandangan luas setidak-tidaknya. Dan perlu di wanti-wanti bahwa tulisan ini bukan bermaksud memprovokasi dalam arti negative. Hal ini lebih pada perwujudan nilai-nilai demokrasi berbangsa saat ini dan menyampaikan perspektif ini menjadi penting juga rasanya. Dan jangan pula dianggap bermaksud mengagalkan rencana pembangunan stadion (malah penulis tak ada kekuatan dan kuasa menggagalkan itu). Malah spirit tulisan ini berujung pada mendesak percepatan pembangunan stadion itu.

Seperti judul tulisan diatas bahwa pembangunan Stadion tersebut diduga dalam rangka “menghapus dosa” Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dan penyalahgunaan wewenang pihak-pihak tertentu baik dari pihak aparat atau pejabat di jajaran pemerintahan Propinsi DKI Jakarta maupun pribadi atau pengusaha swasta lainnya. Inilah maksud dalam tulisan ini menyebut perspektif lain dalam rencana pembangunan stadion itu. Dugaan itu tentu dengan dasar berpijak subjektif dan mengenai dasar objektivitasnya silahkan dinilai dan dicari sendiri oleh yang membaca.

Bahwa dugaan KKN diatas rencana pembangunan stadion itu sudah tercium dan sangat marak diberitakan diberbagai media cetak, elektronik dan media online lainnya mulai dari tahun 2008. Seperti halnya kasus Hambalang, rencana pembangunan stadion ini pun hampir-hampir mirip. Paling tidak miripnya adalah atas nama memajukan olahraga maka perlu dibangun sarana dan prasana yang baik, representatif, bagus dan lain-lain. Visi misi perencanaan ini pun disampaikan seindah mungkin agar memperoleh imej yang baik di masyarakat DKI Jakarta khususnya masyarakat pecinta bola. Seperti kasus Hambalang, kasus rencana Stadion Taman BMW ini tentu berbeda aktornya saja walaupun dapat kita terka adanya persamaan dalam cara pengemasan isunya.

Salah satu dasar terkaan kita adalah bahwa kita maklumi KKN di negeri ini sudah mendarah daging. Mulai dari tingkat RT hingga tingkat Presiden. Mulai dari tukang sapu jalan hingga Pengusaha Konglomerat KKN sudah menjadi menu sehari-hari. Ada yang sial tertangkap dan masuk penjara dan bagi yang yang belum atau tidak ketahuan saat ini terus menikmati hasil KKN-nya itu. Bahkan ada yang ditangkap KPK masuk penjara seperti terlihat bangga dan tersenyum-senyum dihadapan media dan hadapan kita, seakan-akan Korupsi itu adalah sebuah kemampuan diri yang dapat dijadikan sebuah kebanggan juga. Bahkan tak sedikit rakyat ukut menikmati hasil KKN ini dengan tanpa rasa bersalah atau curiga.

Bahwa ide dan rencana pembangunan Stadion Taman BMW tersebut mengandung perspektif berbagai kejanggalan. Berbagai fakta dan logika telah diungkapkan ke publik terutama menyangkut status lahan peruntukan stadion. Berikut berita berdasar fakta yang dapat kita jadikan acuan :

  1. Bahwa PT. Agung Podoromro mengkordinir 6 Pengembang Property Ibukota (7 Developer) lain yang memiliki beban hutang penyediaan fasus dan fasum kepada Pemprov DKI Jakarta hingga pada tahun 2007 sebesar Rp. 737 Milyar;
  2. Bahwa sesuai ketentuan yang mengatur waktu itu, kewajiban fasus fasum itu dapat diberikan oleh 7 Pengembang kepada Pemprov DKI dengan tidak harus berupa uang tunai, namun dapat berupa lahan yang telah dibebaskan/dibeli oleh Pengembang dengan sama nilainya dengan hutang uang senilai Rp. 737 Milyar;
  3. Bahwa ke-7 Pengembang ini sepakat tidak membayar kewajibannya itu kepada Pemprov DKI Jakarta dalam bentuk uang tapi dalam bentuk lahan;
  4. Bahwa sesuai ketentuan pula setelah dibeli oleh Pengembang lahan pengganti hutang uang tersebut maka diwajibkan pula disertifikatkan oleh Pengembang itu sendiri selanjutnya baru dapat diterima dan diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta;
  5. Bahwa oleh 7 Pengembang ini dibebaskanlah lahan seluas 26,5 Hektar terletak di Kelurahan Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara dan diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta, diterima oleh Gubernur Sutiyoso dari Dirut PT. Agung Podomoro pada Juli 2007;
  6. Bahwa berarti logikanya 7 Pengembang ini telah membeli/membebaskan lahan seluas 26,5 Ha itu dengan harga per meternya sekitar Rp. 2,6 Juta (Rp. 737 Milyar dibagi 26,5 Hektar. 1 Ha = 10.000 M2) dari pihak pemilik asli/penggarap lahan tersebut;
  7. Bahwa penyerahan kewajiban fasus fasum ini diterima oleh Pemprov DKI Jakarta oleh Sutiyoso dalam bentuk Berita Acara Serah Terima (BAST). Berita Acara ini ditandatangani langsung oleh Sutiyoso selaku Gubernur dan Triatma selaku Dirut PT. Agung Podomoro;
  8. Bahwa logikanya Fasus Fasum yang diserahkan 7 Pengembang tidak dalam bersertifikat namun didalam klausulnya disebut lahan itu dijamin oleh 7 Pengembang tidak dalam keadaan bersengketa;
  9. Bahwa isi Berita Acara Serah Terima (BAST) tersebut juga berisi ketentuan dimana kewajiban PT. Agung Podomoro dan 6 Pengembang lainnya sebesar Rp. 737 Milyar telah dinyatakan lunas kepada Pemprov DKI Jakarta.

Demikian fakta yang ada terkait lahan yang saat ini diatasnya tengah direncanakan pembangunan Stadion bertaraf internasional tersebut.

Setelah sekian lama berlalu muncul berbagai permasalahan terkait Berita Acara Serah Terima fasus fasum tersebut. Permasalahan ini timbul akibat fakta-fakta dan berbagai kejanggalan serta dugaan penyelewengan dengan membandingkannya pada kondisi ketentuan yang berlaku serta logika masyarakat pada umumnya. Beberapa hal prinsip dari permasalahan yang ada itu adalah sebagai berikut :

  1. Bahwa sesuai ketentuan penyerah kewajiban fasus fasum oleh pengembang kepada pemerintah mempersyaratkan jika dalam bentuk barang/lahan pengembang berkewajiban terlebih dahulu mensertifikatkan lahan yang akan diserahkannya itu. Dalam faktanya lahan yang diserahkan 7 Pengembang yang dikoordinir PT. Agung Podomoro seluas 26,5 hektar itu tidak dalam bentuk telah bersertifikat, namun hanya menyertakan bukti-bukti pembelian lahan;
  2. Berita Acara ini ditandatangani langsung oleh Sutiyoso selaku Gubernur dan Triatma selaku Dirut PT. Agung Podomoro sendirian tanpa terdapat tanda tangan Direktur-Direktur perusahaan yang di kordinirnya sebab seharusnya setiap perseroan itu wajib diwakili oleh masing-masing pemilik perseroan, maka hal ini tentu bertentangan dengan UU Perseroan, hal ini juga mengingat pada 7 Pengembang itu terdapat nama PT. Astra yang juga merupakan entitas tersendiri yang lepas dari entitas Holding Company PT. Agung Podomoro;
  3. Bahwa terungkap dugaan PT. Agung Podomoro dan 6 Pengembang lainnya ternyata tidak pernah membeli lahan tersebut atau membebaskan lahan tersebut dari para penggarap atau pemilik sah sebelumnya, hal ini menimbang banyaknya klaim terhadap kepemilikan lahan tersebut hingga saat ini yang merasa tidak pernah menerima uang pembelian/pembebasan;
  4. Bahwa lahan yang diserahkan 7 Pengembang itu dahulunya adalah Hutan Kota yang dibangun oleh Pemprov DKI Jakarta. Taman itu diresmikan Gubernur Wiyogo Atmodarminto. Dan terungkap juga bahwa Pemprov DKI Jakarta belum membebaskan lahan itu secara utuh dan layak sesuai prosedur yang berlaku kepada para pemilik dan penggarap sebelumnya. Menurut Penelitian pembangunan Taman BMW itu dahulu (Gubernur Wiyogo Atmodarmintao dari tahun 1987 s/d 1992) menelan hampir Rp. 250 Milyar;
  5. Bahwa terlihat rancu, jika memang dahulu Pemprov DKI telah mengklaim membebaskan lahan itu untuk keperluan pembangunan Hutan Kota Taman BMW tentu lah lahan itu sudah tercatat sebagai aset Pemprov DKI sejak Taman itu dibangun. Maka dengan adanya Berita Acara Serah Terima lahan pengganti hutang fasus fasum sebesar Rp. 737 Milyar dari PT. Agung Podomoro Juli 2007 semakin membuat rancu lagi dimana karena logikanya lahan itu telah dibeli 7 Pengembang dari pemilik/penggarap sebagaimana isi Berita Acara Serah Terima itu. Kebingungan kita adalah bukankah lahan itu sudah menjadi milik Pemprov DKI, dan bagaimana logikanya 7 Pengembang itu menyatakan membeli dari penggarap atau pemilik padahal itu adalah sudah asset Pemprov DKI Jakarta. Ini sangat aneh, karena logika berpikir kita adalah jika Pegembang menyatakan telah membeli, seharusnya membeli dari Pemprov DKI karena itu sudah menjadi aset DKI Jakarta terlepas pada akhirnya 7 Pengembang itu menyerahkannya lagi kepada Pemprov DKI Jakarta sebagai pembayar hutang fasus fasum, sehingga harusnya 7 Pengembang itu bukan menyatakan telah membeli dari penggarap/pemilih lahan dan menyatakan lahan itu tidak bersengketa;
  6. Bahwa atas dasar logika diatas yang sangat mungkin terjadi adalah bahwa PT. Agung Podomoro dan 6 Pengembang lainnya telah menyerahkan fasus fasum kepada DKI Jakarta dalam bentuk uang tunai pada masa Gubernur Wiyogo Atmodarminto untuk selanjutnya oleh Provinsi DKI Jakarta membebaskan lahan dari uang yang diserahkan oleh 7 Pengembang itu. Dan jika ini logikanya maka kenapa ada Berita Acara Serah Terima (BAST) pada Juli 2014 padahal Pemprov telah membebaskan lahan tersebut pada tahun 1992..?;
  7. Bahwa dapat kita bayangkan jika saat tahun 2007 kewajiban Fasus Fasun PT. Agung Podomoro masih bernilai Rp. 737 Milyar. Saat ini nilai aset yang diklaim Podomoro dan diserahkannya ke DKI Jakarta itu bisa-bisa menjadi Rp. 4 Trilyun. Hal ini bilamana kita asumsikan harga tanah yang diklaim dibeli oleh Podomoro tahun 2007 itu adalah sebesar Rp. 2,6 juta per meter nya, dimana saat ini harga tanah dilokasi tersebut pada tahun 2014 ini sudah mencapi hampir Rp. 15 Juta per meter. Maka jika kelak ternyata serah terima fasus fasum ke-7 Pengembang itu terbukti batal dan salah dan tentu akan dinyatakan belum lunas, maka jika mau dilunasi saat ini ke-7 Pengembang itu harus membayar ke Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp. 4 Trilyun (perkiraan). Bisa jadi 7 Pengembang ini sudah keberatan dengan harus membayar Rp. 4 Trilyun itu maka bagaimana caranya agar tidak perlu lagi ditagih ke mereka. Nah inilah barangkali yang menjadi medan “kongkalikong” KKN permasalahan rencana pembangunan Stadion di lahan eks Taman BMW tersebut;
  8. Bahwa faktanya PT. Agung Podomoro dan 5 Pengembang lainnya pun tidak pernah membayar atau membeli lahan itu dari siapa-siapa, walau dalam Berita Acara yang ditandatangan antara Sutiyoso dan Triatma (Agung Podomoro), PT. Agung Podomoro menyerahkan bukti pembelian dari penggarap yang ternyata setelah diteliti dan ditelusuri orang-orang dituliskan penggarap itu ternyata adalah fiktif belaka. Adapun orang yang tertulis namanya di Berita Acara itu setelah dikonfirmasi mengaku bahwa mereka atau orangtua mereka tidak pernah memiliki tanah dilokasi yang diklaim telah dibeli 7 Pengembang dari orangtua mereka. Tentu ini semakin janggal lagi;
  9. Bahwa perlu di ingat telah terjadi pembabatan Pohon-Pohon Rindang di lahan dan Taman Hutan Kota secara besar-besaran pada masa antara tahun 1993, sehingga yang dahulu lahan tersebut adalah Hutan Kota yang Rindang dan Rimbun dibabat habis oleh oknum yang hingga saat itu dan saat ini tidak pernah dipermasalahkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Dan alasan terjadinya pembabatan Hutan Kota dan modus-modusnya pun Pemprov DKI bungkam hingga saat ini;
  10. Bahwa pada Agustus 2008 (Gubernur masa Fauzi Bowo) terjadi pembongkaran paksa terhadap hampir berjumlah 1400 gubuk/rumah/tempat usaha secara paksa dan tanpa perikemanusiaan. Pembogkaran paksa ini mengerahkan hampir 8000 petugas dari berbagai unsur. Kerugian warga miskin saat itu sangat banyaknya dan menjadi terlantar. Pembongkaran paksa itu, dengan melihat suasananya tentu membutuhkan biaya belasan milyar rupiah. Namun ternyata sesuai pernyataan tertulis mantan Gubernur DKI Sutiyoso pada Maret 2014 ini menyebut bahwa pembongkaran yang terjadi waktu itu “salah sasaran”. Jika memang dahulu itu ternyata terjadi pembongkaran salah sasaran tentu Pemprov DKI Jakarta wajib mengganti rugi atas kerugian rakyat miskin yang diperlakukan tidak manusiawi itu;
  11. 11. Bahwa sejak dahulu hingga sekarang klaim mengklaim kepemilikan lahan tersebut selalu saja ada dan terjadi antara Podomoro, Pemprov DKI Jakarta dengan warga atau pihak yang merasa dirampok hak keperdataannya akibat ulah Pemprov DKI dan Podomoro itu. Mulai dari warisan garapan, hak eigendom dan hak-hak lainnya. Mereka selalu melakukan tuntutan kepada Pemprov DKI dan Podomoro, namun semua itu hingga saat ini masih bersifat mencari keadilan dan kejujuran, dan hingga saat ini belum ada penyelesaian atau musyawarah yang layak dan adil dari Pemprov DKI dan Podomoro. Yang malah sering terjadi adalah Pemprov DKI Jakarta dan Podomoro dengan kekuatan uang dan kekuasaan berkali-kali mengkriminalisasi pihak-pihak yang menuntut hak dan keadilan tersebut;
  12. Bahwa terdapat 2 Pengembang dari 7 Pengembang yang di klaim punya kewajiban fasus fasum itu menyatakan terhadap urusan fasus fasum terkait di lahan taman BMW ke-2 Pengembang itu tidak ada kaitan (salah satunya PT. Astra). Nah jika sudah ada hal seperti ini berarti tidak benar klaim sebanyak 7 perusahaan Pengembang sebagaimana tertulis dalam Berita Acara serah terima Juli 2008 itu. Hal ini semakin membingungkan saja;
  13. Bahwa saat ini dari 26,5 Ha lahan di eks Taman BMW itu, pada 11 Hektarnya telah di sertifikatkan oleh Pemprov DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Jokowi, dan sebagiannya lagi malah oleh Jokowi diakui masih bermasalah. Anehnya juga sesuai ketentuan yang ada pensertifikatan ini bukan urusan Pemprov DKI Jakarta tetapi masih kewajiban PT. Agung Podomoro dan Pengembang lainnya. Malah lebih aneh lagi Gubernur DKI Jakarta Jokowi mengaku tanah itu bermasalah, sebagai Pejabat Resmi Pucuk Pimpinan di DKI Jakarta menyatakan lahan itu bermasalah maka itu mengartikan bahwa memang benar bermasalah dan Berita Acara Serah Terima yang ada antara pejabat Gubernur sebelumnya dengan PT. Agung Podomoro secara tidak langsung teranulir oleh pernyataan Jokowi tadi;
  14. Bahwa ternyata Sertifikat Hak Pakai atas nama Pemprov DKI Jakarta yang terbit Juni 2014 ini dengan 2 (dua) sertifikat total seluas 11 Ha saat itu dikebut seperti terdesak rencana Pembangunan Stadion Taman BMW sebagaiman selalu disampaikan pejabat Pemprov DKI Jakarta ke publik. Mendesaknya persertifikatan itu ternyata lebih disebabkan agar segera bisa dibongkarnya Stadion Lebak Bulus untuk depo Proyek MRT. Hal ini mengingat kewenangan Stadion Lebak Bulus ada pada Kemenpora dimana sesuai aturan yang ada Kemenpora dapat merekomendasikan persetujuan pembongkaran Stadion Lebak Bulus jika Pemprov DKI Jakarta telah mensertifikatkan lahan pengganti yakni tentu maksudnya lahan eks Taman BMW itu. Maka karena aturan Kemenpora inilah maka dikebut penerbitan sertifikat itu, maka pula sesungguhnya kebut mengkebut ini bukan karena mendesaknya stadion dibangun tetapi mendesaknya MRT dibangun;
  15. Bahwa lahan Taman BMW itu seluas 26,5 Ha kenapa hanya menerbitkan sertifikat 11 Ha saja..? Apa mungkin stadion bisa di bangun hanya dilahan seluas 11 Ha saja…? Bukankah lahan itu satu kesatuan secara keseluruhan dan juga terdapat danau buatan yang luas, ditambah lagi kenapa yang diterbitkan adalah Sertifikat Hak Pakai…? Kenapa tidak Sertifikat Hak Milik…? Toh itu lahan jika yakin sah milik Pemprov DKI Jakarta bukankah harusnya diterbitkan Sertifikat Hak Milik…? Karena jika Hak Pakai berarti tanah Negara dan Pemprov DKI Jakarta hanya bersifat punya hak memakai saja, jika tanah Negara berarti tercatat pada lembaga Negara yang mana…? Nah jika lahan itu memang tercatat sah aset Pemprov DKI Jakarta kenapa Pemprov DKI Jakarta hanya merasa berhak memakai saja bukan memiliki…?. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini harusnya dijelaskan oleh dan kewajiban Humas Pemprov DKI Jakarta kepada warga Jakarta, warga berhak menerima informasi yang sesungguhnya, sejujurnya dan seadanya dan yang sebenarnya. Namun faktanya Pejabat dan Pengusaha itu diam saja dan merasa tidak perlu menjelaskannya kepada warganya;
  16. Bahwa lahan eks Taman BMW itu seluas 26,5 Ha dimana akibat banyaknya sengketa sisanya belum dapat disertifikatkan, bahkan lahan yang telah bersertifikat Hak Pakai itupun saat ini tengah digugat di PTUN DKI Jakarta, dan sebagain menggugat melalui Pengadilan Jakarta Utara. Artinya lahan ini dalam sengketa dimana tentu sudah salah dan tidak betul isi surat Berita Acara serah Terima Juli 2007 itu yang menyatakan lahan tersebut tidak dalam keadaan sengketa. Entah sampai kapan ini gugat menggugat…? Kapan Stadion berdiri…!. Sungguh anehnya Pemprov DKI Jakarta ini, jika di propinsi lain atau di Negara orang merencanakan itu tidak perlu lama dan melaksanakannya juga akan lebih cepat, paling 1 atau 2 tahun. Ini tidak di Jakarta ini merencanakan Stadion saja butuh waktu hampir 15 (lima belas) tahun itupun hingga saat ini masih rencana bahkan sudah bermasalah pula. Maka jangan salahkan warga akan menuduh rencana Stadion itu penuh dengan pencitraan dan KKN..!;
  17. Bahwa perlunya pensertifikatan ini adalah “yang katanya” untuk keperluan Stadion tentu “yang katanya” untuk keperluan Persija dan masyarakat pecinta bola DKI Jakarta. Dan Stadion ini selalu di gebu-gebukan oleh Para pejabat DKI dan jajarannya untuk segera dilaksanakan. Berbagai alasan dikemukakan oleh Pemprov DKI agar secepatnya terbangun stadion ini, mulai dari akan ada MRT, akan ada Asian Games, akan diperuntukkan untuk Persija, untuk Persitara, dan masyarakat bola DKI Jakarta, agar kebanggaan pecinta bola DKI Jakarta terpenuhi dengan memiliki stadion baru, dan lain-lain sebagainya dikemukakan untuk segera dibangun stadion. Fakta saat ini masih rencana ke rencana…!
  18. Bahwa Persija dan Jakmania sudah mengetahui masalah sengketa lahan eks Taman BMW tersebut dimana beberapa kali para pengurus Persija dan Jakmania mengusulkan agar lahan pengganti Stadion Lebak Bulus yang telah menjadi markas Persija itu dicarikan ditempat lain saja dan pernah diusulkan agar Stadion dibangun di wilayah Jakarta Selatan saja yakni di usulkan di Ulujami yang masih memiliki lahan yang luas jika memang sudah teranggarkan di APBD DKI Jakarta 2014 ini. Hal ini diusulkan mengingat Persija dan Jakmania kurang sreg kelak beraktifitas wilayah Jakarta Utara. Namun usul ini tidak diterima Pemprov DKI dan tetap berkeras tetap di lahan eks Taman BMW tersebut.

Bahwa beberapa hal diatas adalah sebagian kecil dari berbagai permasalahan yang nampak bagi kita sekitar rencana pembangunan stadion tersebut.

Berdasarkan hal-hal diatas itulah dasar tulisan ini dan saya mencoba melompat dengan menyebut bahwa pembungkaman, penggelapan, penipuan, pengkaburan fakta terkait masalah lahan eks Taman BMW tersebut telah begitu terangnya terjadi dan berjalan mulus begitu saja. Dalam benak dan pikiran logis kita, melihat fakta diatas tentu tidak terjadi begitu saja (human eror/human neglect). Sangat kuat dugaan bahkan mendekati kebenaran menimbang pejabat kita itu bukanlah bodoh, tapi mungkin “bermuka badak” saja. Permasalahan lahan untuk pembangunan stadion Taman BMW tersebut penuh dengan dugaan KKN yang direncanakan dan dilakukan sangat rapi, gelap mata, suap-menyuap, egois, ngotot, serta tak peduli dengan HAM warga Jakarta secara umum dan khususnya HAM para pemilik dan penggarap tanah yang tanahnya telah dirampok begitu saja dan gubuk atau rumahnya dibongkar paksa pada Agustus 2008.

Sangat kuat juga dugaan pembungkaman terhadap berbagai LSM dan Lembaga-Lembaga Pemerhati Sosial juga tak luput dalam rangka menutupi fakta dan permasalahan ini. Misalkan saja dari berbagai unsur seperti LBH Jakarta, PBHI, Urban Poor Consortium (UPC), SRMI, Komnas HAM, Jaringan Rakyat Kota (JRK), Walhi, Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK). Lembaga-lembaga ini terjun dan muncul mulai pada saat setelah pembongkaran paksa Agustus 2008 itu. Berbagai lembaga ini pun aktif melakukan pendataan dan mengadvokasi korban gusuran paksa namun hingga hari ini tak jelas hasil advokasi dan saat ini sudah tak terlibat dan menghilang begitu saja seiring semakin entah kemananya pula para korban gusuran paksa itu kini berada.

Pada saat itu terlihat keberadaan lembaga-lembaga sosial ini pada saat itu (Agustus 2008) adalah juga diduga merupakan bagian yang memang disertakan dan bagian yang ikut dalam proyek pembongkaran paksa yang melanggar HAM itu. Sinyalir itu atas dasar kemunculannya yang tiba-tiba ada setelah terjadi pembongkaran paksa dimana sebelum pembongkaran paksa itu, keberadaan LSM dan Lembaga-Lembaga ini bahkan tak pernah muncul di tengah warga korban gusuran itu. Maka peran LSM dan lembaga-lembaga ini sepertinya ditugaskan meredam gejolak sosial saja, diberi peran penghibur diwaktu susah saja. Memang ini seperti terlihat sebuah konspirasi walaupun tak ada bukti. Akhirnya hampir dapat disayangkan dan diduga keberadaan lembaga-lembaga ini pada saat itu sekedar pelengkap legitimasi demokrasi pembongkaran itu. Dan pada akhirnya pun lembaga-lembaga ini hanya sekedar terlihat wara wiri kesana kemari tak punya arah perjuangan.

Demikian juga halnya para pejabat-pejabat DKI Jakarta itu, pengusaha-pengusaha dan kroni-kroninya itu tentu tidaklah bodoh. Mereka telah memperoleh keuntungan yang besar atas KKN itu bahkan memperoleh keuntungan yang besar pada saat proyek pembongkaran paksa pada Agustus 2008 itu. Dalam perjalanan terciumnya KKN ini mereka cuma risau dan waspada saja. Kewaspadaanya itu berwujud dalam berbagai cara, mulai dengan modus-modus pengalihan isu hingga modus-modus KKN baru (menutupi kebohongan dengan kebohongan baru). Dengan kepintaran dan kelicikan mereka itu pula janganlah membuat kita heran bahwa KEKUATAN, HARAPAN DAN PSIKOLOGIS MASYARAKAT PECINTA BOLA DKI JAKARTA pun tak luput dijadikan “alat” atau “modus” untuk menutupi tipu daya dan KKN mereka itu.

Mereka tahu betul bahwa dengan dukungan masyarakat pecinta bola yang sangat banyak dan bertebaran luas di DKI Jakarta itu maka akan meringankan beban mereka secepatnya menutupi KKN itu yang merugikan rakyat dan Negara itu. Dengan segera dilaksanakan pembangunan stadion maka segera pula hilang KKN itu dari persilatan penegak hukum dan pemberitaan media massa. Hal ini logis saja mengingat juga mereka paham betul tingkat ingatan rakyat bangsa ini yakni gampang lupa, gampang memaafkan dan gampang menerima hal-hal baru begitu saja. Maka dalam rangka mempercepat hilangnya KKN itu cara yang paling ampuh adalah membangun stadion di atas lahan sengketa itu sesingkat-singkatnya. Mereka berpikir dengan sudah berdiri stadion semua isu KKN akan hilang lenyap bamblas dengan sendirinya. Ujungnya tujuuannya adalah agar mereka semua selamat dan lepas dari segala tuntuan-tuntutan hukum akibat KKN itu dan memperoleh bonus bahwa mereka akan disebut pahlawan olahraga DKI Jakarta khususnya bagi masyarakat pecinta bola.

Untuk keperluan selamat dan bebas dari hura hara KKN itu, berbagai isu dan rencana proyek dilemparkan ke publik dengan perantaraan berbagai media cetak, elektronik dan media berita online. Pencitraan dan publikasi masiv pun dirancang sedemikian rupa sepertinya mereka adalah pendekar-pendekar kemajuan dan kepedulian serta perbaikan nasib olahraga bola di Jakarta. Dengan menggunakan figur-figur pejabat boneka pun akan mereka “hidangkan” kepada masyarakat Jakarta. Meracik dosa-dosa agar terlihat seperti pahala, perbuatan jahat terlihat seperti perbuatan baik dan bernilai moral tinggi. Warga dibuai dengan pesan-pesan moral bahwa mereka akan melakukan perbaikan-perbaikan. Namun inti sebenarnya hanyalah seperti pepatah melayu “sekali mengayuh dayung, satu dua pulau terlampaui”. Artinya sekali stadion sudah berdiri, maka hilang lenyaplah akibat pengusutan atau berita perbuatan KKN itu.

Demikian asumsi terkuat dan mendekati kebenaran dalam rencana pembangunan stadion Taman BMW tersebut. Melihat fakta ataukah mungkin cerita ini, umumnya kita dan warga Jakarta hanya mampu bergumam, karena kita terbatas kemampuan berbuat agar permasalahan ini segera diusut tuntas. Banyak pula pihak prihatin dan telah berbuat untuk mengusut masalah ini, namun lagi-lagi tentu kekuasaan dan uang telah menjadi penghalang segala penyelesaian dan pengusutan. Perkara ini telah hampir bertahun-tahun ditangani Kejaksaan Agung yakni dari sejak tahun 2008, sudah hampir dua tahun dilaporkan ke KPK, berbagai kebobrokan kebobrokan ini sudah juga dipublikasi di berbagai media massa, namun hingga saat ini laporan tinggal laporan, pengaduan tinggal pengaduan, aspirasi tinggal aspirasi, berita tinggal berita. Para penegak hukum di Kejaksaan Agung dan KPK itu seperti diam beribu bahasa, mungkin bingung, atau tak ada keberanian atau entah apakah yang terjadi, kita belum tahu namun rasanya malah diduga penegak hukum itupun telah “masuk angin”. Ataukah mereka gagal paham akan perkara dan materi kasus ini. Kita juga tidak tahu atau mungkin para penegak hukum itu enggan mengusut karena terjerat politik “balas budi” dari orang-orang yang terlibat di dalam KKN ini. Justru sebaliknya yang bergerak progresif dan menggebu-gebu diberbagai media massa dan jajaran pemerintahan Propinsi DKI Jakarta adalah isu percepatan pembangunan stadion, maka akibatnya adalah semua laporan, pengaduan dan aspirasi dan pemberitaan kebobrokan KKN itu ditimpa sedemikian rupa oleh pemberitaan penggencaran atau percepatan rencana pelaksanaan proyek pembangunan stadion itu dan masalah KKN-nya hilang.

Bahwa lihatlah juga Gubernur Jokowi-Ahok lebih sibuk berencana membangun stadion tanpa mau pusing dengan sengketa lahan, malah Jokowi pernah mengatakan dia tidak terkait dengan KKN itu. Bukankah Jokowi berambisi melakukan dan membumikan REVOLUSI MENTAL bahkan saat kampanye dan janji-janjinya di PILKADA DKI Jokowi-Ahok akan berjuang sekeras-kerasnya menjadikan “JAKARTA BARU YANG BERSIH DARI KKN”. Setelah menjabat Gubernur DKI Jakarta yang terjadi malah Jokowi lupa Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, bangun jiwanya dulu baru bangun badannya atau mungkin Jokowi merasa mumet bertindak dalam urusan KKN dalam masalah lahan eks Taman BMW itu, toh mungkin beliau berpikir itu kan urusan Pejabat terdahulu, hal ini sih logis saja Jokowi berpikir begitu karena lebih berpikir progresif melihat masa depan tanpa terlalu pusing dengan urusan masa lalu. Jikalaulah Jokowi ingin merevolusi mental terutama jajaran DKI Jakarta dalam konteks pembangunan Stadion itu, maka bongkar semua dan selesaikan masalahnya baru buat rencana pembangunan stadion namun inget Pak Jokowi bahwa tanpa peran serta warga semua yang ada dipikiran Jokowi sangat susah terlaksana. Sayang, faktanya Jokowi-Ahok sepertinya mengikuti “irama tabuh gendang dan petikan gitar” dari pihak-pihak yang melakukan KKN terkait lahan untuk pembangunan Stadion Taman BMW tersebut. Jokowi dalam masa jabatannya sebagai Gubernur DKI dapat saja malah terjebak dalam pengajuan penerbitan sertifikat Hak Pakai dilahan yang masih bersengketa itu.

Hingga saat ini berbagai bancakan/modus untuk menutupi KKN inipun terus dilakukan dan bersifat progresif dan masiv. Mulai dari Taman BMW akan akan menjadi sebagai pendukung dan terkait erat dengan proyek MRT, keperluan Persija, keperluan Persitara, keperluan ruang terbuka hijau (bukankah dulu itu ruang terbuka hijau kenapa dibabat oleh Pemprov..?), sebagai pengganti Stadion Lebak Bulus, hingga yang terakhir ini keperluan ASIAN GAMES di 2018 dijadikan bancakan agar disegerakan bangun stadion. Isu ini berganti-ganti digulirkan maka tertutupilah KKN besar yang ada di dalam masalah lahan eks Taman BMW itu. Inilah pola tipu daya, buaian dan dendang para pejabat, pengusaha dan kroninya itu. Dan mereka itu telah berselingkuh pada semua elemen didalam jajaran Pemprov DKI Jakarta dan dilingkungan Perusahaan Pengembang.

Masyarakat bola DKI Jakarta pun tentu akan dirancang mereka sebagai alat pembajakan moral agar tersembunyilah hati dan KKN mereka yang telah merugikan negara dan rakyat itu serta melanggar HAM rakyat itu. Mereka para pejabat dan pengusaha itu tahu betul akan kekuatan, militansi dan moral pecinta sepak bola di DKI Jakarta ini. Dan mereka telah, tengah dan akan terus memanfaatkan itu masyarakat bola agar sekuatnya mendukung disegerakannya pembangunan stadion itu dan sungguh seperti itu lah yang tengah terjadi saat ini.

Entah kita sadar atau tidak, entah masyarakat bola DKI Jakarta sadar atau tidak bahwa moralitas, militansi, kualitas, dan kuantitas mereka itu secara langsung atau tidak langsung tengah dipergunakan seperti “sabun cuci” oleh pejabat dan pengusaha korup itu untuk membersihkan diri mereka sendiri dari KKN yang mengotori itu. Entah sadarkah kita atau tidak bahwa pejabat dan pengusaha korup itu telah berpesta pora diatas aspirasi, harapan dan kecintaan kita kepada perbaikan segala aspek persepakbolaan DKI Jakarta. Namun yang mungkin tetap pasti terjadi adalah para pejabat dan pengusaha itulah yang selalu untung dan berpesta pora karena dalam hati mereka sesungguhnya mereka tidak peduli sepak bola, mereka bukan ingin memajukan sepakbola, tetapi mereka sesungguhnya tengah menciptakan sumber uang baru mengisi pundi-pundi pribadi dan kepompok mereka, mereka saat ini tengah berebut proyek pembangunan stadion, sekaligus mereka berupaya sekuat tenaga agar sukses menutupi borok KKN, menghapus dosa dan menyelamatkan si Bos Besar, si Cukong Besar, si Tuan Besar, si Jenderal atau si Kumis dan entah siapa lagi dari jeratan hukum dan penjara. Wallahu a’alam bish-shawabi.

Sejak dahulu dan entah kapan ini dapat diselesaikan dengan baik. Bangsa ini mungkin benar perlu Merevolusi Mental, namun jangan harap kita dapat merevolusi mental kalau mental pejabat, pengusaha dan mental pejabat sadar atau tidak sadar masing-masing saling merusak mental. Bangsa ini sudah sering tertipu dan ditipu oleh berbagai jargon dan pencitraan. Perkara/sengketa lahan Taman BMW itu adalah contoh kecil yang bisa kita jadikan acuan atau tolak ukur untuk wilayah DKI Jakarta.

Harapan selalu ada itu juga adalah spirit olahraga. Jargon lagu “Ku Yakin Hari ini pasti Menang” adalah juga semangat clubber bola. Mudah-mudahan hari ini dan esok lusa masih ada hati nurani, keadilan dan perbaikan. Entah dari mana kita memulainya hingga saat ini tak satupun yang tahu, namun The Show Must Go On. Akhirnya kita berharap kepedulian dan dukungan semua pihak agar kita dapat meneguhkan yang benar itu adalah benar, keadilan harus tetap terus diperjuangkan, semoga pula KKN lahan Taman BMW itu harus dituntaskan siapapun itu pelakunya. Kita sangat berharap hal mirip seperti yang terjadi dalam perkara Hambalang itu tidak terjadi dalam rencana Stadion Taman BMW ini dimana pada Hambalang itu perkaranya jalan dalam pengusutan dan proses hukum sementara proyeknya jadi macet dan terlantar. Mudah-mudahan dalam konteks rencana Stadion Taman BMW ini kita sangat berharap dimana KKN nya dapat di usut dan proyeknya dapat berjalan lancar dan segera terlaksana. Sambil juga kawan-kawan Jakmania mencari berbagai literatur dan menyampaikan usul aspirasi kelak jika Stadion itu berdiri akan diberi nama apakah Stadion itu.

Entah tulisan ini bermafaat atau tidak. Setiap kita punya beban moral saling dukung mendukung walau sekecil apapun, langsung atau tidak langsung, terang-terangan atau tertutup, bahkan sekecil-kecilnya dukungan adalah doa agar masalah lahan eks Taman BMW itu dituntaskan dan para pejabat, pengusaha dan kroni-kroninya itu berhenti memanfaatkan dan menjadikan masyarakat bola DKI Jakarta sebagai modus menutupi KKN, berhenti memperjualbelikan atau mempermainkan psikologis dan hati nurani masyarakat bola DKI Jakarta untuk keuntungan bisnis pribadi dan bisnis kelompok mereka secara negatif. Itulah tujuan kita semua. Semoga harapan kita terkabul. Akhirnya mari kita bersama-sama berjuang terus meneguhkan semangat masyarakat bola di DKI Jakarta. Mudah-mudahan nantinya jikapun kelak Stadion itu berdiri, dia akan berdiri megah dan membanggakan beralas pula Kebersihan, Kemanusiaan dan Kewibawaan seperti juga motto lahan itu sebelumnya yakni Taman BMW (Bersih, Manusiawi dan Wibawa) itu. Aamiin…

Demikian tulisan ini semoga bermanfaat dan dimaklumi.

 

Jakarta, 17 Agustus 2014. Dirgahayu RI ke-69...Merdeka...!

 

Ikuti tulisan menarik irwan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB

Terpopuler

Orkestrasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 13 Maret 2024 11:54 WIB