x

Iklan

Taufik AAS P

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kabupaten Mamasa Dari Masa Ke Masa

Catatan atas kunjungan ke Kabupaten Mamasa

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Catatatan Mamasa Tempo Dulu

Dari beberapa literasi yang terbaca penulis, termasuk kunjungan ke beberapa website dan blog di dunia maya, menyebutkan secara seragam bahwa nenek moyang orang Mamasa berasal dari Ulu Sa’dan, Tanah Toraja, hal tersebut memang bisa dibuktikan secara kasat mata berdasarkan beberapa fakta yang tersimpan hingga sekarang ini. Dicontohkan pada kesamaan bahasa, budaya dan kesenian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Website dan Blog yang penulis kujungi seperti Suara Mamasa, web. portal Pemkab. Mamasa, Mamasa Tempodoeloe. Blog. Spot.com, Toraja Cyber News, malaqbi.com, www.tokohindonesia.com, http://mamasa-online.blogsp, menyebutkan bahwa Mamasa adalah sebuah tempat berada di sebelah barat Toraja dan sering disebut Toraja Barat, pada jaman kekuasaab kolonial Belanda.

Tentang asal usul orang Mamasa, hamper semua catatan tentang Mamasa menyebutkan, bahwa dalam kisaran cerita yang diturunkan secara turun temurun. Tentang enam orang bersaudara, berbadan besar dan tegak dari Ulu Sa’dang (wilayah ini dalam Kabupaten Tana Toraja, red.) berjalan melakukan pengembaraan. Mereka itu bernama Puang Rimulu,’ Mangkoana (Lando Belue’), Pongka Padang, Bombong Langi, Lando Guntu dan Lombeng Susu.

Keenam orang ini kemunculannya di Ulu Sa’dang tidak diketahui dari mana asalnnya. Keenam laki-laki ini kemudian memilih arah pengembaraannya, Puang Rimulu memilih untuk tinggal di Rantepao, Lando Guntu ke Duri (mungkin di Kab. Enrekang), Lombe Susu ke Lohe Galumpang, Bombong Langi’ ke Masumpu, Lando Belue ke Bone (mungkin di Kab. Bane di Sulawesi Selatan). Sementara Pongka Padang terus berjalan ke barat hingga ke Tabulahan.

Pada kisahnya, Pongka Padang yang kemudian oleh orang-orang Mamasa disebut sebagai Nene’ Pongka Padang dalam perjalanan dari Ulu Sa’dang, ditemani oleh dua orang pengiringnya, masing-masing membawa gong Pedang dan sepu’ (jimat-jimat, pakaian dan lain-lain).

Perjalan panjang tim ekspedisi kecil Pongka Padang ke barat, ternyata betul-betul sangat melelahkan. Lembah, sungai, gunung dan ngarai semua dilewati dengan tujuan mencari daerah tempat yang damai untuk menetap. Karena lelahnya saat tiba di sebuah gunung yang tinggi, bersuhu dingin dibawah nol derajat celcius, salah seorang pengawal Pongka Padang, bernama Mambulillin, mengalami letih yang amat sangat. Pengawal itu kemudian pamit pada Pongka Padang untuk pergi selama-lamanya.

Pada gunung tinggi dan bersuhu dingin tersebut Pongka Padang, bersedih atas kepergian pengiringnya yang setia. Dan menguburkan Mambulillin di tempat itu juga. Atas pengabdian yang setia hingga akhir, Pongka Padang mengabadikan nama gunung tersebut dengan Mambulillin. Hingga sekarang, Gunung Mambulilling yang bisa dilihat dengan jelas dari Dusun Rante Pongko, Kec. Mamasa, menjadi legendaris dan merupakah salah satu obyek wisata alam yang sangat prospek di Kabupaten Mamasa.

Tentang nama Mambulillin, penulis melihatnya sebagai nama yang telah menjadi milik masyarakat Mamasa secara meluas, bahkan tempat mobil angkutan umum dari Polewali ke Mamasa, diberi nama Mambulillin, bahkan ada beberapa nama perusahaan menggunanakan Mambulillin. Mungkin karena Mambulillin ini melekat pada nama sebuah gunung.

Lebih uniknya, meskipun telah dikisahceritakan secara meluas bahwa Mambulillin itu adalah pengiring dari Nene’ Pongka Padang, moyang dan pemimpinnya orang Mamasa, Mambulillin ini melewati ketenaran dari tuannya di masa sekarang ini. Perlu diberi catatan, untuk mengenang kebesaran moyangnya, beberapa daerah memberi nama jalan di kotanya sesuai nama orang tersebut, termasuk nama gedung, ruang pertemuan atau tempat umum yang mudah diingat oleh masyarakat. Misalnya dikenal Baruga Batara Guru, ruang pertemuan La Galigo, Stadion Si Jalak Harupat dan lain-lainnya.

Bisa jadi tidak terabadikannya nama Nene’ Pongka Padang di Mamasa, karena moyang orang Mamasa ini, tidak menginginkannya. Karena dalam beberapa kisah cerita disebutkan bahwa Pongka Padang adalah orang yang tidak butuh ketenaran, anti kekerasan hingga mewarsikan “ada tuo” serta sangat mencintai kehidupan yang damai.

Meringkasceritakan perjalanan panjang Nene’ Pongka Padang, moyangnya orang Mamasa, disebutkan pertemuannya dengan seorang perempuan yang bernama To Rije’ne. Keduanya lalu menjadi suami istri dan menetap di sebuah tempat yang bernama Buntu Bulo, To Rije’ne kemudian melahirkan anak-anak Pongka Padang yang berjumlah tujuh orang. Dari tujuh orang putra-putri Pongkapadang, kemudian lahir sebelas orang cucu Pongka Padang. Inilah yang kemudian menurunkan orang-orang Mamasa secara khusus dan Sulawesi Barat secara umum, masing-masing Dettumanan di Tabulahan, Ampu Tengnge’(tammi’) di Bambang, Daeng Matana di Mambi, Ta Ajoang di Matangnga, Daeng Malulung di Balanipa(Tinambung), Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’), Makke Daeng di Mamuju, Tambuli Bassi di Tappalang, Sahalima di Koa (Tabang), Daeng Kamahu, (Ta Kayyang Pudung) di Sumahu’ (Sondoang), Ta La’binna di Lohe Galumpang (Mangki tua).

Tentang pertemuan antara Pongka Padang dan To Rije’ne tersebut, selain perpaduan asmara dua manusia, satu dari laut dan satu dari gunung. Secara tersirat menyimpulkan adanya pertemua dua dunia budaya yang berbeda. To Rije’ne, bila dieja secara sintaksis, To, berarti manusia atau orang, Rije’ne artinya dari air. Kosa kata ini adalah bahasa Makassar, bahasa yang dipakai pada salah satu pusat kerajaan dan budaya di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Gowa. Dan disebutkan juga dalam berbagai literatur bahwa dari Gowa adalah salah pusat penyebaran manusia-manusia pertama di Sulawesi Selatan. Juga bila melihat nama-nama dari sebelas cucu Pongka Padang – To Rije’ne, ada Daeng Matana di Mambi, Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’), Daeng Kamahu di Sumahu, Daeng Maroe di Taramanu, memiliki kemiripan dengan nama-nama orang Makassar.

Penulis juga menjumpai beberapa kosa kata dalam bahasa Mamasa yang sangat identik dengan Bahasa Makassar, misalnya “pira,” dan “allo.” Proses geminasi (penebalan) untuk mengatakan “berapa hari” bahasa Mamasa menyebutnya “piranggallo,” identik dengan Bahasa Makassar pada arti yang sama. Namun begitu untuk menarik satu kesimpulan, empirik seperti ini butuh yang riset yang mendalam.

Akbat dari penyebaran dari sebelas cucu Pongka Padang – To Rije’ne tersebut, penulis menyarikutifkan pandangan Octovianus Danunan, Pendiri Group Kondosapata yang dipublish oleh Mamasa On Line, menyebutkan bahwa wilayah itu adalah sebahagian besar adalah Kabupaten Mamasa, secara khusus dan Kondosapata secara luas, meliputi daerah Pesisir, Mamuju (Pamboang) Ulu Manda', sampai ke daerah Binuang. Sementara daerah pedalaman (pegunungan) mencakup Tabulahan (Rantebulahan), Bambang, Mambi, Aralle, Matangganga, Malabo (Tanduk Kalua') Balla, Mamasa, Sesena Padang, sampai ke wilayah Tabang. MUlai dari Suppiran, Sepang, Messawa, Tabone Sumarorong, Pana'

Kondosapata menurut publish-an tersebut. “Wilayah tanah adat yg didiami sekelompok orang dan memiliki prinsip-prinsip hidup yg sangat baik, beradab, punya falsfah yang sangat kokoh, berfungsi untuk mengikat masyarakat sosial yangg ada di dalamnya, saling menghargai, saling menghormati, saling menyayangi agar tetap hidup dalam kekeluargaan, rukun dan damai. Prinsif dan falsafah hidup yang dipakai, diinplementasikan dalam nilai-nilai kehidupan sosial, adat istiadat, budaya dari generasi ke generasi berikutnya ,” (Octovianus Danunan, dalam Mamasa On Line).

Menurut Octovianus Danunan , Prinsip atau falsafah hidup yang mengikat secara kuat manusia-manuia yang mendiami Kondosapata serta memperjelas keberadaan itu diwujudkan prinsip dan kebiasaan hidup yang tercermin dalam bahasa, adat istiadat, upacara, agama dan kehidupan sosial umum. Prinsip saling menghargai dan menghormati terdapat dalam ungkapan, Sitayuk, Sikamasei, Sirande Maya Maya, Artinya saling menghormati, saling menghargai, saling mengasihi dan saling mengangkat satu dengan yang lain.

Dari Kondosapata Wai Sapalelean inilah yang kemudian hari menjelma menjadi Kabupaten Mamasa. Sebuah kabupaten yang di jazirah pulau Sulawesi, disela-sela pengunungan dengan alam yang indah, kaya budaya dan didiami manusia-manusia mendambakan keselarasan untuk hidup aman tenteram dan damai.

A. Tentang Mamasa Terkini

Kabupaten Mamasa adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Mamasa, sekitar 340 km dari Kota Makassar, dapat ditempuh sekitar 9 hingga 11 jam dari Kota Makassar menggunakan angkutan umum. Kabupaten Mamasa didirikan disaat secara administratif masih berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan Kota PalopoKabupaten Mamasa memiliki batas wilayah yang meliputi, sebelah utara Kabupaten Mamuju, sebelah selatan Kabupaten Polewali Mandar, sebelah Barat, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Pinrang (dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan).

Kabupaten Mamasa awalnya terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan Mamasa, Mambi, Sumarorong dan Pana, kemudian berkembang menjadi 17 kecamatan dan 123 kelurahan/desa. Jumlah penduduk Kabupaten Mamasa sebanyak 125.088 orang yang terdiri dari laki-laki 62.132 orang dan perempuan 62.956 orang.

Kabupaten Mamasa pada Sektor Pertanian cukup berkembang, meliputi hasil di antaranya padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan sector perkebunan kabupaten ini cukup potensil untuk perkebunan kopi maupun kakao, yang dikelola petani secara tradisional. Tanaman kopi yang dihasilkan petani Kabupaten Mamasa, semasa masih menjadi bagian dari Kabupaten Polmas telah memberikan konstribusi dalam mengangkat nama Polmas sebagai penghasil kopi bahkan tidak sedikit kopi asal Mamasa yang di pasarkan di daerah tetangga seperti Kabupaten Tana Toraja.

Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan makanan bergizi, disamping itu juga digunakan untuk meningkatkan pendapatan peternak. Di antara populasi ternak yang berkembang di Kabupaten Mamasa adalah ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi. Sedangkan untuk jenis unggas adalah ayam kampung, ayam ras dan itik lokal.

Kabupaten Mamasa merupakan destinasi utama Pariwisata di Provinsi Sulawesi Barat. Dimana Wilayah Kabupaten Mamasa berada di atas pegunungan yang masih hijau. Di dalam hutan hijau itu dihuni oleh beragam satwa langka. Beberapa suku terkenal juga tinggal di kawasan itu, di antaranya suku Toraja, Mandar, Bugis, dan Makassar. Daerah yang luasnya mencapai 2.759,23 km2 itu ternyata menyimpan potensi wisata yang menggiurkan. Salah satunya adalah Mamasa kota - ibu kota Kabupaten Mamasa yang saat ini menjadi incaran para wisatawan. Pasalnya, kota Mamasa adalah satu-satunya kota kabupaten yang memiliki panorama alam sejuk, segar, dan indah. Tak heran jika sebagian besar wisatawan yang berkunjung di tempat ini menyebutnya sebagai "Kota Kembang" atau "Kota Sejuk" di Jazirah Sulawesi. Entah kapan dan siapa yang memulai menyebut Mamasa kota sebagai "Kota Kembang". Sumber informasi di Mamasa menyebutkan, julukan "Kota Kembang" itu sudah ada sejak dulu, bahkan telah menjadi tempat peristirahatan tempo dulu.

Kabupaten Mamasa memiliki puluhan objek wisata, antara lain objek wisata permandian air panas Kole Rambusaratu, air terjun Liawan, air terjun Sollokan, air panas alam Malimbong, wisata air terjun Sambabo. Selain itu, di Kabupaten Mamasa juga terdapat objek wisata bagi turis yang suka mendaki sambil menikmati panorama alam sejuk, yakni pendakian ke puncak Gunung Mambuliling, wisata jalan kaki menikmati panorama Mussa Ballapeu dan Sesena Padang. Objek wisata air terjun Liawan berada di wilayah Kecamatan Sumarorong, permandian air panas alam Malimbong, dan air terjun Sollokan di Malimbong, Kecamatan Messawa. "Objek wisata yang berada di lokasi jalan poros Kabupaten Polewali- Mamasa sebagai pintu gerbang wisata Kabupaten Mamasa dari arah selatan.

Bagi wisatawan remaja atau orang tua berjiwa muda dan senang jalan kaki, sebaiknya tak perlu ragu. Di Kabupaten Mamasa terdapat objek wisata jalan kaki yang paling banyak diikuti kaum muda, yakni mendaki ke puncak Gunung Mambuliling. Lokasi Gunung Mambuliling dapat dilihat bila kita berada di kota Mamasa. Selain menikmati keindahan gunung, pengunjung dapat pula menikmati kesejukan air terjun Mambuliling.

Objek wisata Kabupaten Mamasa yang cukup menarik ialah panorama Mussa Ballapeu. Lokasi wisata ini berada pada ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut dan ditempuh berjalan kaki selama dua jam.

Pengunjung objek wisata ini dapat pula menyaksikan kuburan tua Minanga yang berusia ratusan tahun, yang terbuat dari kayu uru berbentuk kerbau, babi, dan perahu yang tersimpan dalam sebuah bangunan kayu.

Selain itu, di lokasi tersebut terdapat perkampungan tradisional terpanjang di Mamasa, yakni perkampungan desa wisata Ballapeu.

Untuk tetap memantapkan kerja sama semua pihak dalam memberikan pelayanan kepada turis dan pengunjung lainnya di Kabupaten Mamasa, pemda setempat meningkatkan terjaminnya keamanan dan peningkatan infrastruktur jalan.

Ikuti tulisan menarik Taufik AAS P lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler