x

Iklan

Yopi Setia Umbara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bandung Butuh Solusi Segera Atasi Kemacetan

Kemacetan di Bandung.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya masuk kerja setiap hari pukul 08.00 WIB dan pulang pada pukul 17.00 WIB. Karena jarak rumah dan kantor saya cukup jauh, kira-kira 20 Km, maka saya selalu mencoba berangkat lebih awal. Biasanya satu jam sebelum masuk kantor saya sudah berangkat dari rumah.

 

Dalam bayangan saya, dari rumah saya di Kampung Cihideung Gudang, Gudang Kahuripan, Lembang, ke kantor tempat saya bekerja di Komplek Sukup Baru, Ujungberung, Bandung, dapat ditempuh hanya dalam satu jam saja dengan menggunakan angkutan umum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Namun, pada kenyataannya perlu waktu satu setengah jam lebih, bahkan kadang hampir dua jam untuk bisa sampai di kantor, jika menggunakan angkot. Begitu juga sebaliknya. Macet adalah yang menjadi faktor utama mengapa butuh waktu begitu lama untuk menempuh jarak antara rumah dengan kantor saya.

 

Hanya dengan menggunakan vespa antik saya saja jarak tersebut bisa ditempuh dalam satu jam. Kemacetan mulai terasa setelah turun dari jalan layang Pasupati ketika memasuki Jalan Suci, terutama di sekitar Pasar Suci hingga Kantor Dinas Imigrasi (Jalan Jalaprang). Lalu, kemacetan akan terasa lagi sebelum daerah (Jalan) Padasuka. Setelah melewati Padasuka kemacetan lebih padat di depan Terminal Cicaheum hingga daerah Cikadut. Dari situ hingga Arcamanik lumayan lancar. Dari Arcamanik hinnga Pasir Impun akan menemukan kepadatan lalu lintas yang cukup menjengkelkan lagi.

 

Pada jam pulang kerja, kemacetan di daerah-daerah tersebut ditambah kemacetan dari Jalan Cipaganti hingga Jalan Setiabudhi (Geger Kalong), bikin badan terasa lebih pegal-pegal ketika tiba di rumah.

 

Sulit untuk mengatakan di sini, bahwa para pengendara sepeda motor tidak tertib berlalu lintas menjadi salahsatu penyebab kemacetan. Sebab, secara psikologis barangkali mereka ingin buru-buru pulang (sampai di tujuan) dengan cara apa pun; atau, menyalahkan angkutan umum karena menaikan/menurunkan penumpang dan ngetem di tempat-tempat yang mengganggu kelancaran lalu lintas.

 

Apakah mobil-mobil pribadi tidak berkontribusi terhadap kemacetan? Kenapa lebih sering mengkambinghitamkan prilaku pengendara sepeda motor atau sopir angkutan umum saja? Saya kira semua pengguna jalan raya, masing-masing berkontribusi terhadap kemacetan di jalan raya. Tengok saja, banyak juga mobil yang hanya dikendarai seorang diri lalu-lalang di jalan raya pada jam-jam padat lalu lintas.

 

Hari ini, pemilikan kendaraan bermotor semakin mudah. Terutama pemilikan secara kredit. Mau punya sepeda motor gampang, mau punya mobil juga bisa, asal mampu bayar cicilan saja. Persoalannya, jalan raya di kota ini sepertinya mulai tidak sanggup menampung volume kendaraan yang semakin tinggi.

 

Pada jam masuk/pulang kerja plus jam masuk/pulang sekolah, betapa jalanan menjadi lautan kendaraan bermotor. Kemacetan paling parah terjadi di setiap akhir pekan. Karena kota ini memiliki wisata alam dan wisata belanja yang menarik perhatian orang luar kota. Maka, para wisatawan yang membawa kendaraan pribadi turut berpatisipasi dalam kemacetan.

 

Oleh karena itu, Bandung butuh solusi segera untuk mengatasi kemacetan. Sebab, jika tidak segera dicarikan solusinya, bukan tidak mungkin perkara macet ini akan berdampak negatif pada banyak hal.

 

Bagi saya sendiri, perbaikan sarana angkutan umum adalah salahsatu jalan keluar untuk mengurangi kepadatan kendaraan di jalan raya. Mengaktifkan halte-halte bis juga angkot. Begitu pula dengan penumpang, jangan berhenti di sembarang tempat.

 

Kemudian, sopir-sopir angkutan umum juga diberikan pelatihan agar mereka dapat tertib berlalu lintas. Sebab alasan utama penumpang malas menggunakan angkutan umum, ya karena sebagian sopirnya tidak tertib berlalu lintas, lebih parah lagi ugal-ugalan di jalan raya.

 

Namun, kemudian muncul pula pertanyaan dalam benak saya, apakah pemerintah berani membatasi penjualan kendaraan bermotor?

 

Pembatasan penjualan kendaraan bermotor ini menurut saya dapat juga menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan. Dengan membatasi penjualan, maka tentu saja jumlah kendaraan di jalan raya tidak akan bertambah lagi.

 

Bagaimana dengan sepeda? Sepeda juga dapat membantu mengurangi kepadatan lalu lintas. Hanya saja, sepeda lebih efektif bagi mereka yang jarak tempuhnya 1-10 Km. Jadi bagi Anda yang jarak tempat kerja atau sekolah/kampus dalam radisu 1-10 Km memang lebih baik bersepeda. Selain membantu mengurangi kemacetan, dengan bersepeda Anda juga akan lebih sehat. (Foto: @donnysih/twitter.com)

Ikuti tulisan menarik Yopi Setia Umbara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu