x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Herculé Poirot ‘Hidup’ Lagi

Sophie Hannah menghidupkan kembali karakter Herculé Poirot dalam cerita terbaru Agatha Christie.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Begitu sang penulis wafat, ia meninggalkan karakternya sendirian.”

--Entah siapa

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kata-kata itu hampir berlaku bagi Agatha Christie dan Herculé Poirot—para pecinta penulis mashur ini niscaya tak akan lupa kepada detektif berdarah Belgia itu. Sudah 38 tahun sejak Christie wafat (1976), Poirot tinggal sendirian. Para pecintanya hanya bisa membaca ulang kisah-kisahnya dalam Murder on the Orient Express, The Body in the Library, maupun sekian kisah lainnya.

Malah, Christie sudah ‘mematikan’ Poirot melalui perjamuan minum racun dalam novel terakhirnya, Curtain, yang terbit menjelang kematian penulis ini. Segera setelah Curtain terbit, obituari Poirot muncul di halaman depan harian The New York Times edisi 6 Agustus 1975: Herculé Poirot Is Dead: Famed Belgian Detective. Ya, bahkan Poirot mati mendahului penciptanya.

Pun begitu, kata-kata ‘begitu sang penulis wafat, ia meninggalkan karakternya sendirian’ akhirnya berlalu meski harus menunggu hampir 40 tahun, sebab Poirot ‘bangkit’ kembali dari mati-surinya. Sophie Hannah, yang dengan rasa nervous menggelayuti hatinya, berusaha keras menghadirkan Poirot dalam gaya Christie dalam kisah terbarunya, The Monogram Murders, September 2014 ini.

Biarkan Hannah nervous menunggu respons penggemar Christie yang niscaya punya ekspektasi tinggi terhadap naskahnya. Selebihnya, kehadiran Poirot dalam kisah baru ini sungguh mengejutkan. Pada akhirnya, Poirot mengikuti jejak James Bond dan Sherlock Holmes—keduanya muncul kembali dalam kisah-kisah baru melalui imajinasi penulis baru pula. Seperti halnya Christie, Ian Fleming dan Arthur Conan Doyle sudah lama berpulang dan meninggalkan karakter yang senantiasa dikenang.

Pecinta Christie menanti seperti apa Hannah, yang dikenal akrab dengan genre psychological crime thriller, akan memainkan Poirot. Mungkin tidak mudah bagi Hannah untuk berkisah, sebab ia barangkali tak bisa (atau lebih tepat tak boleh) beranjak jauh dari gaya bercerita Christie. Ya, sebab ini kisah tentang kecerdikan Poirot-nya Christie, bukan Poirot yang lain.

Kesetiaan pada karakter juga jadi tuntutan ketika sejumlah penulis menggubah kisah James Bond setelah kematian Ian Fleming tahun 1964. Sudah 7 penulis mengisahkan cerita baru Bond, mulai dari Kingsley Amis, Christopher Wood, John Gardner, Raymond Benson, Sebastian Faulks, Jeffery Deaver, dan William Boyd. Sejauh ini, penggemar Bond versi Ian Fleming umumnya menyukai karya penulis-penulis ini.

Sherlock Holmes bahkan menarik minat puluhan penulis untuk menciptakan cerita-cerita baru. Sebagian penulis meminjam karakter Holmes sebagai tokoh pendamping karakter utama rekaan mereka. Nasib Sherlock Holmes memang tidak sebagus James Bond dan juga Herculé Poirot dalam The Monogram Murders yang tetap jadi tokoh utama. Kisah Holmes ditulis oleh Conan Doyle sejak sebelum hingga setelah tahun 1923--yang menurut peraturan di AS, naskah-naskah sebelum 1923 sudah termasuk ranah publik. Akibatnya, 'peminjaman' karakter Holmes oleh penulis-penulis baru menjadi tidak terkontrol.

Hannah adalah penulis pertama setelah Agatha Christie yang menciptakan cerita bagi Poirot. Inilah tantangannya. Kendati lulus dari ‘ujian’ pemegang hak cipta, yakni keluarga Agatha Christie, The Monogram Murders masih harus menunggu apakah lulus dari ujian pecinta Christie. Setelah sempat menarik napas lega, boleh jadi Hannah kembali nervous menanti tanggapan publik yang ingin tahu bagaimana cara Hannah menghidupkan kembali Poirot. Siapa tahu Hannah menawarkan pesona tersendiri. (sbr foto: dailymail.co.uk) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler