x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menjaga Otak Tetap Bugar Lewat Silaturahim

Interaksi sosial terbukti berpengaruh positif terhadap kebugaran otak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Enjoyable social interaction, community and laughter has a healing effect on the mind and body.” 

--Bryant McGill, Simple Reminders: Inspiration for Living Your Best Life

 

Seberapa sering Anda menjalin interaksi dengan orang lain? Jika Anda seorang karyawan, manajer, pengusaha, guru, diplomat, ataupun pedagang keliling, Anda mungkin akan menjawab setiap hari. Berbahagialah Anda yang menjalin interaksi sosial setiap hari, sebab otak Anda niscaya akan lebih bugar dibanding mereka yang mengisolasi diri, jarang bertemu dan berbincang dengan orang lain.

Begitulah, di samping diyakini bermanfaat bagi kesehatan jasmani dan psikologis, seperti menurunkan tekanan darah, menimbulkan perasaan bermanfaat bagi orang lain, ataupun membangkitkan rasa senang dan bahagia, silaturahim juga berguna untuk menjaga otak agar tetap bugar. Interaksi sosial, menurut studi yang dilakukan peneliti University of Michigan, AS, efektif untuk membangun kekuatan kognitif kita.

Berbicara, bermain, berdiskusi, maupun menjalani aktivitas interaksi sosial lainnya merupakan cara yang sangat baik untuk membuat otak kita tetap terlumasi (lubricated). Kesendirian hanya membuat otak kita kurang terasah. Tatkala bersilaturahim, menjalani interaksi sosial, otak dihadapkan pada tantangan-tantangan kognitif sehingga otak tidak tinggal diam, melainkan aktif bekerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Interaksi sosial menjadi pengalaman penting bagi saraf-saraf otak. Karena selalu digunakan, saraf-saraf ini senantiasa ‘mengalirkan arus listrik’ yang menjadikan otak kita aktif. Mengisi teka-teki silang atau sodoku memang mengasah otak, tetapi berbincang-bincang dan berdiskusi lebih berarti bagi kesehatan dan kebugaran otak.

Menarik apa yang disimpulkan oleh para neuroscientist bahwa terdapat kelompok sel tertentu dalam otak kita yang dipengaruhi secara langsung oleh pengalaman sosial. Mekanisme yang mengatur interaksi ini ialah yang disebut neuroplasticity, yang melibatkan kemampuan otak dalam memodifikasi koneksi-koneksi di antara berbagai kelompok sel otak. Mekanisme neuroplasticity ini penting bagi seluruh aspek fungsi otak, termasuk kemampuan kongnisi (berpikir), memori (mengingat), emosi (rasa marah dan sebagainya), maupun motivasi.

Studi yang dilakukan oleh Ybarra dan sejawatnya (2008) memberi gambaran tentang hal itu. Dalam studinya, Ybarra membagi partisipan riset ke dalam tiga kelompok. Pertama, kelompok sosial, di mana partisipan terlibat dalam diskusi mengenai isu tertentu selama 10 menit. Kedua, kelompok aktivitas intelektual, di mana partisipan diminta memecahkan tugas tertentu, seperti teka-teki silang dan sejenisnya. Ketiga, kelompok kontrol, di mana partisipan menonton video klip sepanjang 10 menit.

Setelah melakukan aktivitas yang berlainan tersebut, fungsi kognitif seluruh partisipan dinilai untuk mengukur kecepatan penyelesaian soal serta kemampuan memori mereka. Hasil studi menunjukkan, orang-orang yang berada di kelompok aktivitas intelektual memperoleh nilai yang lebih bagus dibandingkan kelompok kontrol yang hanya menonton. Artinya, aktivitas yang bersifat stimulatif (dan bukan pasif) berdampak baik bagi otak. Sedangkan nilai terbaik diperoleh kelompok sosial yang secara aktif melalukan interaksi—mereka tidak bekerja sendiri dan tidak pula bersikap pasif, seperti menjadi penonton saja.

Mengapa interaksi sosial mendorong berfungsinya otak dengan lebih baik? Ybarra menawarkan penalaran seperti ini. Interaksi sosial melibatkan sejumlah perilaku yang mencakup memori, perhatian, dan pengendalian. “Proses-proses mental ini dilibatkan dalam berbagai tugas kognitif,” ujar Ybarra.

Dari sinilah agaknya dapat dipahami mengapa interaksi sosial dan silaturahim selalu dianjurkan. Menjalin pertemanan, persahabatan, bertukar pikiran, dan mengikuti kegiatan sosial berdampak positif lebih besar dibandingkan mengisolasi diri. Bukan saja sehat secara fisik dan emosional, tapi fungsi kognitif akan lebih terjaga baik. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu