x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tidak Setiap Orang Cocok Jadi Manajer

Setiap orang memiliki peran masing-masing agar mampu berkontribusi optimal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

A manager is a guide. He takes a group of people and says, 'With you I can make us a success; I can show you the way.'

--Arsene Wenger (Manajer Arsenal)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seorang kawan yang jago dalam desain grafis selalu memperoleh kenaikan jenjang dalam evaluasi tahunan. Gajinya meningkat lebih banyak dibandingkan dengan kawan-kawan seangkatannya. Hingga suatu saat, ia mencapai jenjang yang setara dengan jabatan manajer. Maka, iapun diangkat menjadi manajer yang membawahi sejumlah karyawan desain grafis.

Sebagai manajer, tugasnya sekarang lebih luas. Ia bertanggung jawab mengelola orang—sesuatu yang selama bertahun-tahun tidak pernah ia lakukan. Setiap minggu, kawan ini mesti memimpin rapat bagian desain grafis, mengatur pembagian pekerjaan, memeriksa kemajuan pekerjaan anak buahnya, membuat penilaian kerja, rapat dengan kepala bagian lainnya serta atasan, dan banyak lagi.

Kawan ini juga mesti menghadiri rapat mingguan dengan direksi, yang dengan tajam menanyakan kemajuan pekerjaan di bagian yang ia pimpin. Dengan kesibukan yang kian tinggi dalam aspek manajerial, pelan tapi pasti ia semakin tidak punya waktu untuk asyik memainkan mouse komputer untuk menuntaskan suatu desain. Pekerjaan praktis kini lebih banyak ditangani oleh anak buahnya.

Di tahun pertama sebagai manajer, kenaikan jenjangnya tak setinggi sebelumnya saat menjadi desainer. Oleh para manajer senior dan direksi, prestasinya kini tidak dianggap cemerlang. Ia sendiri juga merasakan tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsinya sebagai manajer. Baginya, mengelola orang tidaklah senyaman dan seasyik menjadi desainer. Hingga akhirnya kawan ini menyadari bahwa jabatan manajer bukanlah posisi yang tepat baginya.

Seorang direksi yang peka melihat hal yang sama, bahwa kekuatan kawan ini memang terletak pada kemampuannya dalam mendesain. Jadi, memaksakannya menjadi manajer sama halnya dengan melumpuhkan kekuatan itu. Kapabilitasnya sebagai manajer tak akan berkembang hebat, lantaran bakat utamanya bukan di situ, melainkan sebagai desainer grafis.

Pengalaman itulah yang menyadarkan manajemen perusahaan untuk merombak peraturan mengenai jenjang karier. Dari semula satu jalur diubah menjadi dua jalur. Maksudnya, orang yang terus naik jenjang tak mesti kemudian kemudian menjadi manajer. Ia tetap bisa berkiprah di profesi yang dikuasai dan dicintainya, dan tetap bisa terus naik jenjang hingga setara manajer, bahkan lebih tinggi dari itu, senior vice president.

Dengan tekun di jalur profesi-spesialis, seorang karyawan tak perlu dibebani dengan fungsi manajerial. Ia bisa diserahi tanggung jawab lain yang tak kalah tinggi bobotnya, tapi di saat yang sama ia tetap bisa mengeksplorasi kapabilitas profesinya. Seperti kawan tadi, akhirnya ia memperoleh jabatan setara senior vice president. Tugasnya ialah membimbing para desainer, melakukan evaluasi atas kualitas desain, memberi masukan kepada para manajer dan direksi untuk pengambilan keputusan terkait dengan desain produk, bahkan ia juga didengarkan opininya tatkala manajemen mendesain ulang proses kerja dalam perusahaan.

Apakah kawan ini menikmati jabatan barunya? “Ya,” jawabnya dengan sumringah. Betapa tidak nikmat, bila ia tetap bisa asyik menggarap proyek desain grafis, tidak perlu mengelola orang—suatu tugas yang baginya tidak pas, dan gajinya tak kalah dibandingkan senior vice president bagian pemasaran maupun produksi. Manfaat bagi perusahaan? Kualitas desain mereka terjaga dengan baik, bahkan semakin dipuji oleh khalayak. (Sbr foto: theyec.org) **

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler