x

Iklan

Abdul Munir Sara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Anomali Kabinet Jokowi-JK

Meski di media Jokowi sesumbar menyampaikan, ini kabinet tanpa syarat, namun maneuver Jokowi yang keukeuh ingin menggaet partai barisan koalisi Merah Putih dengan iming-iming, tetap menakwilkan pesan, bahwa mengakomodir menteri asal partai, tak bisa disep

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di media sosial (medsos), relawan Jokowi-JK membuat polling menyerap aspirasi publik untuk memilih calon menteri kabinet. Kendati seleksi menteri melalui medsos ini dinilai transparan dan budaya baru demokrasi, namun sebahagian publik tentu bertanya, variable apa yang digunakan untuk menilai integritas dan kapabilitas para calon menteri versi medsos tersebut. Bagaimana cara mengukurnya?

 

Belum lagi, aspirasi publik yang tak dibatasi dalam polling para calon menteri kabinet tersebut, bisa melahirkan subjektifisme sempit dalam menakar siapa yang layak dinobatkan sebagai menteri. Lagi pula, medsos adalah ruang publik terbuka, dan bisa menampung segala bentuk subjektifisme, termasuk subjektifisme dalam melihat siapa yang layak dan tidak sebagai menteri kabinet Jokowi-JK.    

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Sementara nalar kualitas kabinet yang selama ini disuarakan Jokowi lewat media, adalah kabinet berbasis profesionalitas orang-orang yang mengampunya. Dilain pihak, kita pun tak bisa menampik, bahwa kuatnya helaan pengaruh dan restu Ketua Umum PDIP Megawati terhadap komposisi kabinet, menjadi kekuatan di belakang layar yang ikut menentukan. Demikianpun penjataan partai politik pendukung, yang juga menjadi variable penting komposisi kabinet Jokowi-JK.

 

Meski di media Jokowi sesumbar menyampaikan, ini kabinet tanpa syarat, namun maneuver Jokowi yang keukeuh ingin menggaet partai barisan koalisi Merah Putih dengan iming-iming, tetap menakwilkan pesan, bahwa mengakomodir menteri asal partai, tak bisa disepelehkan Jokowi-JK. Bergaining kekuasaan demikian menjadi penting, untuk mengamputasi kekuatan kolisi merah putih di parlemen yang semakin solid. Ini fakta politik yang tak bisa dinegasikan.  

 

Sinergi politiks

 

Pemerintahan Jokowi-JK membutuhkan sinergi dan nutrisi politik di parlemen, sehingganya iming-iming menteri  menjadi instrument penawar yang terus kencang disasarkan pada partai koalisi merah putih. Dengan demikian, masa depan kabinet professional, hanyalah medium pencitraan, agar oleh publik dilihat beda dengan rezim-rezim sebelumnya. Dus kita teringat tuah politik ; bawah politik itu bukan asal beda, asal ramai, tapi harus memberikan manfaat”  

 

Memang awalnya terkesan tak lumrah, ketika Jokowi-JK keukeuh menginginkan “kabinet tanpa syarat”. Ide Jokowi begitu ekstrem keluar dari zona mainstream politik keuasaan. Pikiran ini (kolaisi tanpa syarat) ideal dengan dirinya dan ada di ruang hampa, tanpa bersandar pada logika empirik politik, bahwa hukum alam politik adalah merengkuh kekuasaan. Pertanyaan awamnya, partai politik mana yang berpolitik tapi tak mengharapkan kursi kekuasaan?

 

Artinya, tak lazim bila partai politik tak menginginkan kekuasaan. Secara substansi, terminologi kabinet tanpa syarat adalah kekuatan politik bahasa untuk memperdayai persepsi publik yang satu dasawarsa terakhir menanamkan distrust endemik terhadap partai politik. Distrust dimaksud, terjadi karena parpol yang belakangan mengalami sendimentasi ideologi dan cenderung korup.

 

Namun kekosongan kepercayaan publik terhadap partai politik itu tak perlu dijadikan modal pencitraan, bahwa seolah-olah era ini (Jokowi-JK) bersih sendiri dan lainnya kotor dan transaksionals. Ini cara mengidentifikasi diri yang over dan latah.

 

Tanpa disadari, begitu tingginya bumbungan idealitas menteri kabinet yang dihela Jokowi, melahirkan dilema untuk dirinya dan PDIP. Pasalnya, ekspektasi publik terhadap kabinet tanpa syarat begitu tinggi, namun disaat yang sama, pertemuan Jokowi-JK dan beberapa elit partai seberang (Koalisi merah putih), memberikan signal kepanikan. Pun wacana menteri yang tak boleh merangkap jabatan Ketua Umum partai politik mulai luruh, seiring tekanan tensi politik yang makin tinggi. Ini pertanda, bahwa Jokowi-JK mulai roboh di balik ide kabinet tanpa syarat.  

 

Lagi-lagi, Jokowi-JK berada di pusaran dilema yang sulit dilepas. Mau tak mau harus menyiapkan ruang akomodasi politik. Lalu disaat itu, publik bertanya, kemana idealitas-idealitas politik yang selama ini sesumbar disuarakan? Tentu tugas Jokowi-JK berikut adalah kerja keras pencitraan dan menyadarkan publik, bahwa inilah hukum alam politik. Entah bagaimana caranya?

         

Kabinet harapan rakyat

 

Manuver Jokowi pasca Pilpres 2014, justru menjadi beban politik untuk dirinya dan partai (PDIP). Akhirnya, ekspektasi idealitas menteri kabinet harapan rakyat berada di tengah arus deras politik. Jika sebelumnya Jokowi tak membuat garis demarkasi politik (kabinet tanpa syarat) secara ekstrem, maka tentu proses rekruitmen menteri tak sealot sekarang.

 

Alih alih kabinet tanpa syarat berjalan mulus, sekarang statemen Jokowi itu menjadi blunder, karena berada di antara dilema restu Megawati, akomodasi politik partai pendukung dan keinginan relawan. Terik-menarik tiga kekuatan ini akan menggerus konsetrasi Jokowi-JK untuk memilih dan memilah menteri yang capable dan berintegritas. Dan tentu harapan pemerintah dapat berjalan professional menjadi taruhan.

 

Kabinet harapan rakyat adalah kabinet yang akomodatif, tapi tak menyunat profesionalitas. Kabinet akomodatif tentu mengakomodasi berbagai representasi kelompok kepentingan, baik representasi partai politik, candikiawan; akademisi, praktisi, keterwakilan daerah dan pemuda. Dalam rangka mewujudkan postur kekuasaan yang berimbang dan representatif.

 

Semangat kabinet dimaksud adalah ke-Indonesiaan, agar secara eksplisit, cermin wajah Indonesia ada dalam struktur kabinet dan pemerintahan. Harapan demikian perlu ditimbang, karena kedepan riak-riak respon terhadap postur pemerintahan diharapkan tak sampai menimbulkan destruktifikasi roda perjalanan pemerintahan Jokowi-JK. Harapan kabinet yang demikian menjadi wajar, agar kabinet Jokowi-JK mampu menciptakan dinamisasi kehidupan bernegara, karena representasi energi demokrasi bekerja secara masif, equel tanpa diskriminasi---dalam soal  apapun. []     

Ikuti tulisan menarik Abdul Munir Sara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu