x

Iklan

Syiqqil Arofat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Artuto Escobar: Gerakan Sosial dalam Kajian Antropologis

Penulis : Artuto Escobar Judul : Culture, Practice And Politics (Anthropology and The Study of Social Movements) Publikasi : Critique of Anthropology, 1992: 395

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kajian Antropologi mengalami berbagai pergeseran sejak tahun 1980-an, yang menuntut konseptualisasi ulang dalam disiplin kajian ini, terutama dalam mengkaji gerakan sosial. Dalam berbagai kajian, gerakan sosial dimaknai sebagai formasi identitas kolektif yang terbentuk dalam relasi dan solidaritas sosial sebagai respon terhadap krisis makna dan ekonomi dalam dunia modern. Dalam kondisi tersebut, gerakan sosial berupaya membangun tatanan baru yang didasarkan pada pemahaman baru tentang kehidupan sosial dan politik. Namun, antropologi tradisional tidak terlibat dalam kajian gerakan sosial, padahal gerakan sosial sebagai aksi kolektif merupakan kajian interdisiplin antara praktik kultural dan politis. Escobar berargumen bahwa gerakan sosial tidak hanya berupa persaingan politis untuk menggapai tujuan-tujuan ekonomi, tetapi juga memuat persaingan kultural. Karena itulah antropologi perlu memberikan perhatian besar terhadap kajian gerakan sosial.

Pada awal tahun 1970-an, menurut Michelle Rosaldo, kajian antropologi klasik cenderung hanya berkisar pada penelitian pola kultural secara statis dan objektif. Namun, norma klasik tersebut telah bergeser dengan memasukkan isu-isu yang sebelumnya diabaikan, seperti proses terjadinya perubahan secara cepat, keberagaman dan kesalingtersinggungan budaya, resistensi petani dalam gempuran kekuatan ekonomi global, dan sebagainya. Dalam ranah inilah antropologi mampu berkonstribusi besar dalam memahami gerakan sosial, dengan menekankan aktivitas keseharian sebagai pola pengaturan secara spasial dan temporal yang menopang sistem sosial. Misalnya, menurut de Carteu, meski terdapat pola dominasi dengan berbagai strategi yang dilakukannya untuk mengorganisasi ruang dan pengetahuan, masyarakat marjinal tidak serta merta bersikap pasif dalam kondisi dominasi, namun juga berupaya beradaptasi dan mengupayakan trasformasi bentuk dominan untuk mencapai kepentingannya.

Konsep Gerakan Sosial

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terdapat tiga kajian gerakan sosial yang paling berpengaruh di Eropa, yaitu kajian Alain Touraine, Erneto Laclau dan Mouffe, dan Alberto Melucci. Alain Touraine berpendapat bahwa masyarakat mewujud melalui kompleksitas tindakan yang terbentuk dengan sendirinya. Para aktor sosial memiliki kepentingan yang saling bertentangan namun tidak pernah berbagi orientasi kultural tertentu sehingga terjadilah gerakan sosial. Menurutnya, tujuan gerakan sosial adalah pengendalian ‘kesejarahan’, yaitu serangkaian model kultural yang mengatur praktik-praktik sosial. Meski demikian, kajian Touraine masih mengandung bias diskursus eurosentris. Namun konsep ‘kesejarahan’ yang didasarkan pada dinamika pemaknaan kultural dapat berkontribusi dalam memahami gerakan sosial dan relasinya terhadap kajian sosial dan politik, terutama dalam artikulasi diskursif terhadap unsur-unsur kultural, serta pembentukan dan pergeseran tatanan sosial dan kultural.

Laclau dan Mouffe berpandangan bahwa makna tidak dapat ditetapkan secara permanen, namun selalu bisa berubah dan bersifat kontektual. Karena itulah selalu dimungkinkan munculnya antagonisme dalam diskursus baru. Pada situasi saat ini, muncul beragam aktor kolektif dan bergulat dalam ranahnya masing-masing, seperti buruh, petani, perempuan, aktivis lingkungan, dan sebagainya, yang memungkinkan untuk mengartikulasikan gerakan bersama sebagai gerakan ‘demokrasi pluralis radikal’.

Berbeda dengan Touraine yang menekankan historisitas kultural, dan Laclau dan Mouffe yang menekankan peran artikulasi simbolik dalam gerakan sosial, Alberto Melucci melihat adanya perkembangan atau inovasi fungsi simbolik yang memediasi gerakan sosial. Menurutnya, aksi kolektif merupakan produksi kerangka makna alternatif dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah gerakan sosial mewujud dalam inovasi kultural, teknik-teknik bertahan hidup, serta transformasi sosial dan ekonomi.

Ringkasnya, gerakan sosial membawa praktik-praktik baru dalam kehidupan sosial melalui pengorganisasian ruang dan pembentukan makna-makna baru. Berdasarkan upaya transformasi sosial dan politik, kajian gerakan sosial terkait dengan persoalan sosial, politik dan ekonomi dalam ranah kultural. Karenanya, refleksi antropologis seharusnya mampu mengurai keterkaitan antara proses mikro atau artikulasi makna dalam praktik sosial, dan proses makro atau pola dominasi. Dengan begitu, kajian gerakan sosial terkait dengan pola relasi kuasa. Menurut Foucault, ‘kuasa’ merupakan penstrukturan subjek dalam ruang berpikir dan bertindak melalui teknik-teknik penstabilan diskursif dalam periode historis tertentu.

Kajian Orin Starn tentang Gerakan Petani di Peru

Salah satu kajian antropologi terhadap gerakan sosial adalah kajian yang dilakukan Orin Starn tentang gerakan petani di Peru, yaitu gerakan sosial terbesar di Amerika Latin pada abad ke-20. Gerakan ini bermula dari penggunaan bentuk patroli atau ronda di kawasan pertanian. Gerakan sosial ini terus mengalami perkembangan fungsi sebagai resolusi berbagai kekacauan sistem sosial, dari kepemilikan tanah hingga perkelahian keluarga dan perampokan. Dari situ pula terbentuk pembangunan alternatif yang berasal dari masyarakat lokal, hingga berkembang dan beroperasi pada 4000 komunitas.

Komunitas ronda memiliki inovasi praktik politik. Aktivitas ronda ini terinspirasi oleh bentuk patroli yang digunakan oleh institusi represif, namun petani Peru tidak serta merta mereproduksi sistem represif. Petani Peru mentransformasi bentuk patroli menjadi sistem yang lebih demokratis. Mereka mampu membangun emosi komunal. Dalam hal inilah gerakan sosial mewujud sebagai proses pembentukan diri dalam artikulasi elemen-elemen yang terdapat dalam ruang sosial, ekonomi, politik dan kultural.

Dengan begitu, tulisan Artuto Escobar ini tidak hanya berguna untuk meninjau bagaimana berbagai kajian gerakan sosial dilakukan, tetapi juga mampu membongkar asumsi-asumsi yang melatari kajian tersebut. Escobar menempatkan analisis gerakan sosial secara lebih realistis, terutama dalam keterhubungan artikulasi kultural dan aspek politis, sosial dan ekonomi, dalam pola dominasi dan resistensi yang khas. Dalam hal inilah subjek membangun berbagai kemungkinan secara diskursif dalam konteksnya masing-masing. Selain itu, Escobar mengingatkan para peneliti gerakan sosial untuk tidak membawa asumsi-asumsi akademis dengan muatan nilai-nilai modern yang justru dapat mengaburkan realitas terbentuknya gerakan sosial. Sehingga ranah kajian gerakan sosial yang lebih realistis dapat terbuka lebar.

Ikuti tulisan menarik Syiqqil Arofat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler