x

Iklan

Rob Januar

Lagi...menikmati pagi senja kolong Jakarta...rock on!!!
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

'Mumetematika' Empat Kali Enam

Perdebatan seru seputar soal perkalian 4x6 untuk siswa kelas dua SD ini sampai-sampai memancing komentar profesor Matematika dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto,

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"The universe cannot be read until we have learned the language and become familiar with the characters in which it is written. It is written in mathematical language, and the letters are triangles, circles and other geometrical figures, without which means it is humanly impossible to comprehend a single word."

- Galileo Galilei -

Beberapa hari ini, jagat media Indonesia, baik media sosial maupun arus utama, diramaikan perdebatan seputar soal perkalian 4x6 untuk siswa kelas dua SD. Perdebatan seru ini sampai-sampai memancing profesor Matematika dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto, untuk berpendapat dan memberi penjelasan seputar topik ini. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Buat saya, kewajiban mempelajari angka dan matematika sejak dulu emang bikin mumet. Untung saja saya berhasil melepaskan diri dari kewajiban mempelajarinya selepas lulus SMU #bangga

Browsing punya browsing, rupanya kejadian ini bukanlah hal baru di dunia pengajaran matematika. Perdebatan seputar apakah perkalian harus diterjemahkan sebagai penambahan berulang sudah ramai sejak pertengahan 1990-an. Berbagai kalangan hadir, berbagai pendekatan ditawarkan, namun hingga kini belum ada satu kesepakatan soal mana yang paling benar (Selengkapnya).

Setuju dengan yang Galileo Galilei katakan, idealnya pembelajaran matematika tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya, dalam hal ini bahasa, di mana dia diajarkan. Kalau dikaitkan dengan perdebatan yang saya tuliskan sebelumnya, itu artinya ada ranah-ranah yang tidak perlu dicari satu yang paling benar versi internasional. Kenapa? Karena sistem bahasa yang digunakan untuk mengajarkan matematika pun beragam. Setiap bahasa punya sistem, dan selanjutnya, alur silogisme versinya sendiri-sendiri. Logika bahasa, sebagai media penyampaian dalam pengajaran, bisa mempengaruhi interpretasi makna simbol/lambang yang digunakan dalam matematika. Yang perlu dipertahankan adalah, alur logika satu sama lain tidak saling menegasi hasil yang ingin dicapai.

Begini contohnya. Perkalian 4x6 dalam bahasa Inggris dibahasakan sebagai 'four multiplied by six', yang dalam bahasa Indonesia sepadan dengan 'empat dikalikan dengan enam' atau 'four times six' yang sepadan dengan 'enam(-nya) empat kali.' Dalam bahasa Jawa beda lagi cara bacanya; perkalian 4x6 dibahasakan sebagai 'papat ping enem', atau padanan paling pas dalam bahasa Indonesianya adalah 'empat(-nya) enam kali.'

Nah, dalam bahasa Indonesia, paling tidak ada 3 versi pembahasaan perkalian yang sering kita dengar, yaitu (1) 'a kali b', (2) 'a dikali b', dan (3) 'a dikalikan b'. Mana ejaan yang benar? Saya masih ingat pesan ibu saya, yang waktu itu berprofesi sebagai guru SD, dan guru-guru saya SD dulu tentang menghapalkan perkalian. Menurut mereka, Ejaan Yang Disempurnakan yang berlaku saat itu adalah 'a dikali b sama dengan c'. Mereka beralasan, versi (1) tidak benar karena 'kali' adalah kata benda, yang ketika berfungsi sebagai predikat, dia harus diubah bentuknya menjadi kata kerja dengan memberi awalan me- atau di-. Sementara, versi (3) tidak tepat karena predikat tidak bermaksud menyatakan kausatif atau menyatakan berbuat untuk orang lain.

Kalau pembahasaan tersebut dilihat dari kacamata tata bahasa Diterangkan-Menerangkan (D-M) yang berlaku dalam bahasa Indonesia, 'empat dikali enam' menurut saya paling pas dimaknai sebagai 'empat (nya) enam kali', dengan 'empat' sebagai yang Diterangkan dan 'enam kali' sebagai yang Menerangkan.

Itu tadi format penulisan ejaan, sekarang dari maknanya. Di KBBI, makna kata 'kali' terkait dengan pergandaan, perbanyakan, atau kelipatan. Berdasarkan pengertian ini, maka perkalian 4x6 lebih sesuai dibahasakan sebagai 'empat dikalikan enam'. Mengapa? Karena bentuk imbuhan di-kan pada kata 'dikalikan' dipakai untuk mengungkapkan makna kausatif. Jadinya, 'empat dikalikan enam' bermakna 'empat dibuat jadi berkali enam/berlipat enam/bertambah sebanyak enam kali.' Nahhh...

Piye saiki Mblo, sudah mumet apa mumet?

Kalau segini aja kita sudah mumet, gimana ya rasanya jadi anak SD sekarang? Di sekolah disalah-salahin. Giliran di rumah minta diajarin, papa malah sibuk buka fb sambil ketawa-ketiwi dewe di grup 'gojek kere' mengenang jaman esde esempe, sementara mama doyan banget updet status, 'apa-apa kok Jokowi.' Eh, ketambahan sekarang malah pada sibuk baca postingan ga penting gini.

Ah mbuh!

Ikuti tulisan menarik Rob Januar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler