x

Iklan

Ipul Gassing

Pemilik blog daenggassing.com yang senang menulis apa saja. Penikmat pantai yang hobi memotret dan rajin menggambar
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Takabonerate dan Pesonanya

Tentang sebuah tempat yang begitu indah bernama Taka Bonerate

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada satu pengalaman dalam hidup yang mugkin akan sangat sulit saya lupakan. Dua tahun yang lalu, sekisar bulan November 2012 saya dan 8 teman yang lain berhasil menginjakkan kaki di tanah yang sebelumnya hanya bisa saya duga bagaimana keindahannya. Tanah Selayar namanya, dan tepatnya tanah pulau Tinabo di kawasan Taka Bonerate.

Rasanya tidak ada bosan-bosannya menceritakan pengalaman yang satu itu, pengalaman yang tidak sempat dirasakan banyak orang meski mereka tinggal di Sulawesi Selatan sekalipun. Sejak saat itu saya seperti terbius oleh keindahan Taka Bonerate, seperti seorang pecandu narkotika yang tak bisa lepas dari jerat candunya, seperti itulah saya pada Taka Bonerate.

Sudah ada banyak tempat yang saya datangi di negeri ini, dari pantai sampai pegunungan. Tapi, Taka Bonerate memberi cerita berbeda, tentu karena perjuangan untuk menginjak tanahnya yang tak biasa. Butuh sebuah perjuangan panjang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari Makassar kami berangkat jam 11 pagi dan baru menginjak tanah Benteng, Selayar 10 jam kemudian. Kami masih harus menginap semalam sebelum keesokan harinya selepas sholat Jumat baru bisa menyeberang ke selat Flores, mendekati kawasan Taka Bonerate. Itupun kami tidak langsung bisa menikmati keindahannya karena malam yang sudah larut.

Barulah keesokan paginya, dari pulau Jinato kami menyeberang lagi ke Tinabo, pulau yang begitu menawan serupa percikan dari surga. Saya belum pernah ke surga tentu saja, tapi saya yakin semua tempat yang membuat kita berasa nyaman dan begitu terlena pastilah serupa surga yang dijanjikan Tuhan. Dan Tinabo salah satunya.

Tinabo hanya satu dari 21 pulau dalam kawasan Taka Bonerate, tapi memang Tinabolah yang jadi urat nadi pariwisata di Taka Bonerate. Pasir putih yang halus dan menyilaukan mata menyambut kami sedetik setelah kaki mendarat di dermaga. Beningnya air laut dengan ribuan ikan kecil dan bahkan ratusan hiu jinak seperti ikut berlomba memamerkan dirinya. Seperti seorang wanita cantik yang dengan gemulai memanggil-manggil, tak ada alasan untuk menolaknya kecuali kalau Anda sedang tidak waras.

Predikat sebagai kawasan atol terbesar ketiga di dunia adalah berkah buat Taka Bonerate. Di bawah permukaan lautnya tersimpan godaan besar dari karang-karang yang berwarna cerah dan sehat. Jangan lupakan juga ribuan ikan dari berbagai spesies yang berlarian ke sana ke mari, bercanda dengan riang dan tanpa sadar ikut menyebarkan aura keriangan itu kepada semua penyelam yang berusaha mendekatinya.

Kalaupun tak bisa menyelam- seperti saya waktu itu- maka  pemandangan di atas laut sudah cukup untuk membuat semua masalah seperti menguap. Sejauh mata memandang, birunya laut bertemu dengan birunya langit. Rugi rasanya bila hanya berdiri menatapnya tanpa membiarkan kaki dijilati ombak atau bahkan tubuh terbenam di lautan. Pasir putih yang bersih dan halus ikut melengkapinya.

Dua tahun lalu saya benar-benar terbuai pesona Taka Bonerate. Persis seorang pecandu yang memang tak mau lepas dari candunya. Di blog inipun entah sudah berapa kali saya menyebut nama Taka Bonerate, cukuplah sebagai bukti betapa pesona kawasan itu benar-benar tertanam dalam benak.

Sampai sekarangpun saya masih sering membanggakan diri sebagai satu dari sedikit teman saya yang pernah mencicipi Taka Bonerate. Suatu hari mungkin akan makin banyak orang yang menyebarkan cerita tentang Tinabo dan Taka Bonerate, tapi setidaknya saya sudah lebih dulu mencicipinya, lebih dulu membenamkan diri di surga itu. Dan saya bangga karenanya.

Mencapai Taka Bonerate memang tak mudah, dari Benteng ibukota Selayar kita masih harus melintasi selat Flores selama berjam-jam. Tak ada pelayaran regular ke sana dan artinya harus siap merogoh kocek lebih dalam. Tapi kata orang shaleh, surga memang tidak pernah mudah. Mungkin itu pula kenapa Taka Bonerate tak mudah dijangkau, agar lengkap predikatnya sebagai sepotong surga di kaki Sulawesi.

Saya membayangkan suatu hari nanti Taka Bonerate mungkin akan sepopuler Wakatobi yang sudah lebih bagus penataannya, atau seperti Raja Ampat yang sudah lebih dulu dipromosikan orang luar. Ketika masa itu datang saya hanya menitip harapan, semoga surga itu tetap seperti apa adanya tanpa harus rusak oleh tangan-tangan manusia. 

Ikuti tulisan menarik Ipul Gassing lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu