x

Iklan

Thamrin Dahlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengapa Partai Demokrat Walk Out

Partai Demokrat sepertinya tidak mau mengambil resiko dalam Penetapan UU Pilkada.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Koalisi Merah Putih Solid

Koalisi Merah Putih (KMP) mulai menunjukkan tajinya.  Sabtu 26 September 2014 dini hari Sidang Paripurna DPR RI mensyahkan Undang Undang Pilkada melalui pemungutan suara terbanyak (voting). Keputusan menetapkan kembali pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota  oleh DPRD berlaku sejak keputusan di undangkan. Drama politik selama lebih 12 jam di gedung senayan menunjukkan betapa kekompakan KMP sangat solid ditengah godaan dari pihak sebelah disertai intrik-intrik politik bahwa koalisi merah putih terpecah belah.

Satu hal yang membuat para pemirsa menongkrongi televisi selama berjam-jam terkaget-kaget adalah sikap politik Partai Demokrat (PD). Pada awalnya PD seolah olah mendukung pemilihan pilkada secara langsung oleh rakyat seperti didengung-dengungkan sebelum sidang paripurna. Ternyata ada udang di balik batu, PD mengisyaratkan ada 10 syarat yang terlebih dahulu wajib di penuhi agar dukungan Partai Penguasa itu memberikan suara pada opsi pilihan langsung pilkada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perlu diketahui anggota dewan yang hadir di sidang paripurna adalah produk pemilihan caleg 2009.  Dalam hitungan hari para anggota itu sebagian besar akan lengser digantikan oleh anggota dewan baru hasil pemilihan 2014. Dalam suasana injury time para anggota dewan tetap bersemangat, terbukti kehadiran anggota dewan di atas 90 %.  Nampaknya anggota dewan lama ingin memberikan suara atau ingin menunjukkan bahwa peran mereka dalam menetapkan UU Pilkada tetap harus diperhitungkan.

Partai Demokrat Walk Out

Acara sidang paripurna di penuhi intrupsi bahkan beberapa orang anggota dewan terhormat maju kedepan menghampiri pimpinan sidang.  Peristiwa ini terjadi ketika Ketua Sidang terlanjur mengetuk palu bahwa hanya ada 2 opsi yang ditetapkan untuk pengambilan suara (voting). Anggota Dewan  PDIP dan sekutu protes keras agar keputusan di cabut kembali karena menurut mereka aspirasi belum di akses sepenuhnya oleh Ketua Sidang.   Suasana riuh menggema di gedung senayan,  untung saja tidak terjadi baku hantam. Sidang di skor untuk sementara.

Ketika sidang dibuka kembali waktu terus berputar memasuki tanggal 26 September 2014. Ketua Sidang mencabut kembali keputusan dan suasana menjadi lebih tenang, kemudian juru bicara PD diberi kesempatan untuk menyampaikan  statement. Setelah menguraikan panjang lebar sikap partai terutama terkait 10 syarat yang tidak di setujui mengingat tingkat kesulitan tinggi memasukkan ide itu dalam batang tubuh UU Pilkada, maka hadirin dan pemirsa terkejut ketika  juru bicara mengatakan bahwa sikap politik PD netral, padhal jumlah suara PD terbanyak di DPR RI pada periode 2009-2014.

Serta merta sikap netral PD dibarengi dengan walk out dari ruang sidang.  Suasana gedung menjadi senyap, ke dua kubu terhenyak terutama dari dari PDI, PKB dan Hanura. Artinya hanya tingggal 2 opsi saja yang akan dipertandingkan dalam pemungutan suara terbanyak.  Akhirnya voting di selenggarakan, hasil  suara terbanyak memihak kepada KMP, UU Pilkada oleh DPRD ditetapkan dimalam buta disaksikan oleh permirsa yang masih melek penasaran menyaksikan akhir drama politik Indonesia.

Inilah catatan sejarah peran  PD yang tidak berani mengambil resiko terhadap hasil keputusan sidang atau tidak bertanggung jawab apabila di kemudian hari ada gugatan terhadap UU Pilkada. Sisi lain dari keputusan ini menunjukkan kekompakan KMP yang semakin memberikan iktibar kepada lawan politik terutama pada  pihak eksekutif bahwa KMP  siap menjadi penyeimbang dalam penyelengaraan pemerintahan. Peta politik semakin jelas, pihak oposisi dengan kekuatan terbesar di DPR dan di DPRD bisa jadi merupakan tantangan bagi Presiden dan jajarannya ketika menyampaikan kebijakan yang tidak pro rakyat.

Hilangnya Konflik Horisontal

Dampak positif diberlakukannya pemilihan DPRD untuk Gubernur, Bupati dan Walikota di tahun tahun mendatang adalah menurunnya suhu konflik horisontal antarwarga. Kepala Daerah di era UU Pilkada akan menjadi lebih tenang bekerja karena situasi dan kondisi kemananan dan ketertiban masyarakat sangat kondusif untuk melakukan pembangunan. Tidak ada lagi perpecahan di antara warga akibat agitasi dan provokasi pihak pihak yang selama ini bermain api di pilkada secara langsung. Tidak ada lagi jatuh korban jiwa sia sia. Seyogyanya kita memaknai lagi bahwa pembangunan nasional akan lancar apabila keamanan dan ketertiban masyarakat terkendali, sebaliknya berhasilnya pembangaunan nasional akan memperkuat ketahanan nasional.

Satu lagi pihak yang kelihatannya kehilangan pangsa kerja akibat pemilhan by DPRD yaitu Lembaga Survey atau konsultan politik yang selama ini menikmati lahan subur pilkada langsung.  Tidak ada lagi survey awal  berbiaya tinggi guna menelisik elektabilitas seorang calon Gubernur, Bupati atau Walikota. Tidak ada lagi rekayasa atau upaya menggalang suara melalui metode kantong kantong pemetaan kekuatan yang juga berbuntut biaya milyarad rupiah.  Ongkos politik terlalu mahal yang harus dibayar ketika jabatan telah dipundak dengan tugas utama mengembalikan ongkos itu melalui rakayasa APBD. Lembaga  Survey mati suri. Kini mereka mungkin sedang memikirkan atau mencari methode statistik bagaimana melihat peluang  men survey 40-75 anggota DPRD ketika terjadi pemilihan Kepada Daerah. Disamping itu Mahkamah Konstitusi (MK) bisa kosentrasi kepada perkerjaan lain sesuai dengan Tugas Pokok, dan Fungsi mengingat gugatan pilkada akan menghilang dari peredaran politik Indonesia.

Keputusan paripurna DPR menetapkan Pilkada melalui DPRD bukanlah satu kemunduran poltik, tetapi evaluasi mendasar dari reformasi demokrasi.  Evaluasi selama 10 tahun berlangsung pilkada langsung ternyata lebih banyak mudharat dari manfaat terutama pada faktor kamtibmas dan persatuan bangsa. Mari kita kawal keputusan ini dengan cara mengawasi kinerja anggota dewan, karena ditangan merekalah harapan legislasi, budgeting dan supervisi serta aspirasi rakyat ditumpukan guna kemaslahatan sesama bangsa Indonesia.  Anggota Dewan yang malpraltek wajib segera di mutasi  dalam prosedur PAW (Pergantian Antar Waktu) oleh Ketua Partai, inilah salah satu cara ampuh untuk mempertahankan kredibilitas dan profesional peran anggota Dewan Terhormat.

Salam salaman.

TD

Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu