x

Iklan

Pungkit Wjaya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memandang Nabi Secara Rasional

Ada banyak cara melihat sosok Nabi Muhammad Saw. Dari sudut pandang mistis hingga studi kritis. Ajid Thohir, penulis buku baru Sirah Nabawiyah, yang terbit tahun 2014 ini memiliki pandangan yang rasional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memahami Nabi Muhammad Saw secara rasional dan kontekstual

Bandung. Jumat sore, 26 September 2014 Kantor Penerbit Nuansa Cendekia kembali menggelar diskusi rutin. Kali ini menghadirkan Dr. Ajid Thohir, seorang pengajar dari Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Kehadiran intelektual muslim asal Serang ini dalam rangka launching buku terbarunya, “Sirah Nabawiyah: Nabi Muhammad Saw dalam Kajian Ilmu Sosial-Humaniora.”

Buku ilmiah yang diberi kata pengantar oleh Prof. Dr. Afif Muhammad M.A itu diterbitkan oleh Penerbit Marja’, salah satu Divisi Penerbit Nuansa Cendekia Grup Bandung. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Faiz Manshur, Pemimpin Redaksi Nuansa Cendekia yang membuka acara tersebut mengatakan, “Penerbit mengapresiasi karya Dr. Ajid Thohir karena beberapa alasan, pertama karena naskah tersebut tergolong baik dari sisi keilmuan. Kedua, kajian kenabian selama ini didominasi oleh buku-buku lama atau jika ada buku baru, rata-rata studinya melalui pendekatan Barat. Kita tidak mempersoalkan berbagai studi pendekatan, tetapi pengayaan perspektif itulah yang paling penting diperluas. Dengan kehadiran buku ini, kami berharap terus muncul kajian baru tentang kenabian secara ilmiah sehingga masyarakat kita lebih kaya dalam urusan penilaian tentang sosok nabi,” paparnya menjelaskan.

Faiz juga menjelaskan  bahwa terbitnya buku tersebut termasuk lama.  “Setelah setahun lebih kami mengurus, baru bisa terbit. Ini karena disebabkan pada proses editing, dan koreksi membutuhkan waktu khusus. Semoga kekurangan dan kesalahan tidak banyak. Tentu saya berterimakasih kepada para editor, yaitu Jimmy Hendika, Eka Suryana Saputra, dan juga pak Irwan, redaktur senior Nuansa Cendekia yang sudah ikut terlibat bekerja memeras pikiran,”

Ajid Thohir memberikan paparan bahwa, dalam proses penulisan ia bermaksud konsentrasi merasionalisasi kehidupan nabi dengan cara yang ilmiah dan manusiawi. Menurutnya, penulisan-penulisan sebelumnya terkadang terlalu kurang rasional karena lebih mengapresiasi sosok Nabi Muhammad Saw terlalu didominasi peran Tuhan. Sementara menurut dirinya, nabi adalah aktor kemanusiaan yang juga membutuhkan penjelasan kemanusiaan.

“Dulu, tradisi menulis dan membaca kitab Sirah Nabawiyah terus dilakukan dari generasi tabi’in, tabit-tabi’in hingga sekarang dengan berbagai keragaman sudut pandang. Masing-masing ingin mengembangkan rasa kecintaan dan senantiasa berupaya melakukan keteladanan Nabi Muhammad Saw. Spirit dasarnya yaitu bersumber dari kepercayaan wahyu Allah Swt. “Sungguh bagi kalian ada sosok teladan yang baik, yakni rasulullah Muhammad Saw”, paparnya.

Meskipun awalnya penulisan kitab Sirah Nabawiyah didasari atas desakan khalifah Amawiyah, namun menurut Ajid, para ulama sangat antusias untuk mengembangkannya. Itulah mengapa muncul ratusan judul buku setelah munculnya karya Ibn  Ishaq dan Ibn Hisyam. Mereka menyadari betul bahwa para calon khalifah di belakangnya, harus tampil sebagai pemimpin yang secara konkrit harus berkiblat pada keteladanan pribadi dan kepemimpinan Nabi Muhammad Saw.  Menurutnya,” Sirah Nabawiyah bukan lagi bacaan calon khalifah, melainkan menjadi referensi hidup umat Islam. Dan tradisi menuliskan sejarah Nabi itu kini berkembang juga sebagai bagian terpenting keilmuan dunia. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya karya-karya tentang Nabi Muhammad Saw dari para orientalis,”.

 

Paradigma

Ajid Thohir menjelaskan paradigma dasar dalam penulisan sirah nabawiyah tersebut. Studi Ilmu Sosial-Humaniora merupakan bagian terpenting untuk menuju ibrah, atau pembelajaran dari keteladanan nabi.  Bermula dari gabungan kata “adab” dan “humaniora” yang merupakan perpaduan dari dua bahasa, yakni bahasa Arab (al-âdab, kesusastraan dan kebudayaan) dan “humaniora” bahasa Latin yang kemudian masuk dalam bahas Inggris (humaniora atau humanitis, ilmu tentang realitas kemanusiaan). “Dua akar kata ini sebenarnya secara simbolik dan sinergis saling memberi kekuatan “arti dan makna”, khususnya dalam membangun sinergi keilmuan untuk memahami dan mendalami berbagai hal yang berkait erat dengan karakter kebudayaan dan realitas kemanusiaannya secara keseluruhan,” papar dosen yang aktif di organisasi Nahdlatul Ulama Jawa Barat ini.

Lebih jauh Ajid mengatakan, “dalam makna yang lebih khusus, humaniora biasanya mengarah pada aspek-aspek kajian kebahasaan, kesusatraan, kesenian, pemikiran (filsafat), dan seluruh aspek yang berkait erat dengan bermacam bentuk keindahan yang diciptakan oleh manusia, seperti seni sastra, seni tari, seni kaligrafi, seni lukisan, simbol-simbol dan lain-lain . Karena poisisi keilmuan adab dan humaniora berada pada Universitas Islam Negeri, maka kajian keislaman atau yang berkait erat dengan aspek-aspek keislaman nampaknya harus lebih dominan diutamakan dalam melihat aspek-aspek humaniora kaum Muslimin.”

Karena alasan tersebut, Ajid melihat, “tema-tema yang berkait erat dengan kajian sastra dan realitas-realitas kemanusiaan, harus selalu dihubungkan dengan dimensi nilai-nilai keislaman. Bagaimana Islam sebagai agama bisa memberikan pengaruh dalam mewujudkan tindakan kemanusiaan dan mendorong lahirnya karya dan realitas keindahan merupakan objek atau subjek kajian yang harus menjadi fokus keahlian dari lulusan fakultas Adab dan Humaniora,” jelasnya panjang lebar di hadapan puluhan peserta diskusi sore itu.

Diskusi sore itu sangat menarik karena mengundang berbagai interpretasi baru tentang sisi Muhammad Saw sebagai sosok manusia, tetapi di lain pihak juga menampilkan sosok Muhammad Saw sebagai nabi yang sangat berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Dengan kehadiran buku ini, diharapkan muncul penyegaran tafsir tentang kenabian, dan kita semua menjadi lebih banyak meneladani nabi dalam kehidupan sehari-hari.[Pungkit Wijaya]

Ikuti tulisan menarik Pungkit Wjaya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler