x

Iklan

Thamrin Dahlan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menunggu Tanda Tangan SBY di UU Pilkada

Berdasarkan Pasal 20 Ayat 5 UUD 45 maka UU Pilkada tetap syah walaupun tidak ditanda tangani Presiden RI.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

SBY entah dalam kapasitas apa berkata merasa berat menanda tangani Undang Undang Pilkada. Apabila beliau dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat bisa dimaklumi sikap tidak mau tanda tangan, namun sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan seyogyanya SBY bersedia menanda tangani UU Pilkada tersebut.  Sikap Politik SBY menjadi sejarah mencatat abadi perjalanan karier  seorang Peresiden RI ke 6 di akhir kekuasan eksekutif  setelah 10 tahun duduk di pemerintahan.

Menilik UUD 45 yang telah di amademen 4 kali pasca orde reformasi maka ada baiknya Pak SBY berpikir kembali tentang sikapnya. Ada baiknya staf ahli presiden bidang Hukum dan juga Menteri Hukum dan Ham,  Menteri Sekretaris Kabinet atau Menteri Sekretarian Negara menyampaikan saran kongkrit terkait bagaimana   bersikap paling baik dan benar pada UU Pilkada. Tentu saja saran itu merujuk kepada Pasal 20 Ayat 5 UUD 45.

Berikut petikannya, “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan amanat UUD 45 itu maka ditanda tangani atau tidak oleh Presiden RI , UU Pilkada akan tetap syah berlaku setelah 30 hari sejak diputuskan pada sidang paripurna melalui mekanisme voting di DPR. Disinilah letak otonomi legislatif terkait  dengan pembuatan Undang Undang.  Proses Pembahasan Undang Undang antara Eksekutif dan Legislatif merupakan media terhormat untuk meyatukan pendapat  yang berujung untuk kepentingan rakyat.   Rasanya mekanisme pembahasan yang telah berlangsung begitu lama sudah cukup untuk memadukan pendapat dari beberapa fraksi di DPR.

Oleh karena itu perkataan merasa berat menanda tangani bisa diterjemahkan bahwa belum tentu Pak Presiden tidak mau menanda tangani UU Pilkada .  Sudah nyata atau nasi telah menjadi bubur dimana inisiatif perubahan UU Pilkada berangkat dari Pemerintah berkuasa dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.  Setelah dibahas lebih dari 2 tahun di DPR maka pada tanggal 26 September 2014 Menteri Dalam Negeri sebagai wakil resmi pemerintah  menyampaikan Pidato ketika UU itu telah di ketok palu oleh Pimpinan DPR.

Bisa dimaklumi SBY kecewa berat karena saran perbaikan berupa  10 syarat untuk pemberlakukan Pilkada Langsung oleh  rakyat tidak disetujui di sidang paripurna DPR. Kendala waktu di injury time anggota DPR (lama) yang akan segera mengakhiri tugas tidak mungkin lagi memasukkan 10 syarat itu dalam batang tubuh UU Pilkada..  Sudah pasti para anggota DPR ingin menulis sejarah  bahwa mereka ikut berperan dalam proses ketatanegaraan Indonesia sehingga tidak mungkin lagi menunda penetapan UU Pilkada.

Di akhir masa pengabdian yang tinggal menghitung hari ada baiknya Pak SBY menampilkan diri sebagai seorang negarawan dengan cara menyampingkan sejenak posisi Beliau sebagai seorang Ketua Umum Partai Demokrat. Apabila posisi sentral ini bisa dipisahkan secara jelas maka Pak SBY mampu mengakhiri tugasnya dengan cara lebih elegant.  Toh setelah tanggal 20 September 2014 jabatan Ketua Umum Partai Demokrat  tetap berada di pundak beliau, dengan demikian lebih banyak peran atau kontribusi yang bisa di berikan untuk bangsa Indonesia sebagai oposisi penyeimbang

 

Ikuti tulisan menarik Thamrin Dahlan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler