Saya merasa sedikit aneh dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) mnegenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) oleh bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Keanehan ini saya lihat mulai dari sejak diajukannya RUU Pilkada oleh Mentri Dalam Negeri yang nota bene adalah bawahan Presiden SBY dimana RUU Pilkada yang diajukan hanya memuat dua opsi pilihan yaitu opsi pilih langsung atau opsi pilih tidak langsung (melalui DPRD). Apa pak SBY tidak tahu RUU Pilkada hanya memuat dua opsi ini? Kalau pak SBY menjawab tidak tahu sungguh sesuatu yang aneh.
Begitu protes masyarakat yang semakin marak menentang pilkada melalui DPRD mendadak bapak SBY menyatakan bahwa beliau juga tidak setuju Pilkada melalui DPRD dan mengajukan opsi ke tiga dengan tambahan 10 masukan buat Pilkada langsung bukannya memerintahkan Mentri Dalam Negeri untuk menarik RUU Pilkada yang diprotes masyarakat ini, sungguh suatu hal yang agak diluar nalar saya.
Jika bapak SBY tidak setuju Pilkada melalui DPRD saya yakin bahwa didalam RUU Pilkada tidak akan ada opsi Pilkada melalui DPRD (Mentri Dalam Negeri tidak akan berani memasukan ke dalam RUU Pilkada, opsi mengenai Pilkada melalui DPRD jika pak SBY tidak setuju).
Yang lebih aneh lagi bapak SBY ini memaksakan 10 usulannya dimasukan sebagai opsi ketiga dalam rapat paripurna di DPR RI ini dan oleh karena tambahan 10 usulan ini tidak diterima maka bapak SBY, saya duga memerintahkan para anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat (bapak SBY adalah Ketua Umum Partai Demokrat) untuk tidak ikut memberikan suara dalam sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada di DPR RI ini yang akhirnya mengakibatkan kemenangan bagi pihak yang setuju Pilkada melalui DPRD.
Saya sedikit bingung atas tindakan bapak SBY ini yang sekarang malah mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR RI ini. Kenapa ketika sebelum disahkan RUU Pilkada tersebut tidak ditarik saja dan diubah dulu sesuai kemauan bapak SBY yang ingin memasukan 10 usulan ini (Perpu inipun belum tentu disetujui DPR RI)?
Saya menduga bahwa bapak SBY ini setuju Pilkada dilakukan secara tidak langsung (Pilkada melalui DPRD) dan ketika masyarakat melakukan protes menolak Pilkada tidak langsung baru bapak SBY menyatakan tidak setuju. Apakah dugaan saya ini benar? Semoga saja dugaan saya ini salah karena jika dugaan saya benar, terlihat bahwa bapak SBY hanya ingin melakukan pencitraan sebagai Presiden yang demokratis di akhir masa jabatannya sebagai Presiden RI.
Ikuti tulisan menarik Khoe Seng Seng lainnya di sini.