x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jejak Warisan Presiden Soeharto di Kampung Kami

Sebuah saluran irigasi yang dibangun di era berahirnya pemerintahan Orde Baru, sama sekali sia-sia karena pembangunanya terhenti seiring lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Soeharto memang hebat.” Begitu kata seorang tua yang saya temui di ladang singkong yang sedang disianginya dari rerumputan liar. “Bagaimana pun saluran irigasi itu merupakan sebuah monumen, atau bisa disebut juga sebagai warisan dari  jaman Pak Harto. Terlepas dari sia-sianya saluran air tersebut,” lanjutnya seraya mengarahkan jari telunjuknya pada gerombolan semak di bawah tebing sebelah utara ladangnya.

Konon sekitar satu  tahun menjelang berakhirnya pemerintahan penguasa Orde Baru itu, tersiar kabar sebuah saluran irigasi akan dibangun di kampung kami. Selain untuk mengairi areal persawahan tadah hujan  seluas 30 hektar, di Blok Cibuluh dan Ciandewi, juga untuk mencetak sawah baru di ladang-ladang milik warga yang terletak di sekitar Blok Baru, Pasir buleud, Cibanen, dan Blok Pasirmalang,  yang luasnya sekitar 200 hektar. Wilayah tersebut berada di bawah wewenang tiga desa, yaitu Desa Sukamaju, Sukadana,dan Desa Puteran, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.   

Adapun saluran irigasi yang hendak dibangun itu, menyambung dari saluran  irigasi Cikayaraharja yang dibangun di era Orde Lama, untuk mengairi areal persawahan di Desa Puteran.Sementara sumber air saluran irigasi itu berasal dari sungai Citanduy,  yang terletak di Kampung Leuwihalang, Desa Guranteng, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi warga kampung kami, proyek saluran irigasi yang diperkirakan panjangnya mencapai hampir 5  kilometer dengan lebar 1,5 meter itu dianggap sebuah proyek raksasa dan spektakuler. Betapa tidak. Karena selain mengular dan berkelok-kelok  melewati lembah dan perbukitan, juga merupakan suatu kegiatan yang tidak disangka-sangka  adanya proyek  yang bakal meningkatkan kesejahteraan hidup warga sekitar.

Terlepas hingga kini kami – warga kampung, tidak mengetahui berapa dana anggaran yang dikucurkan untuk pembangunan proyek tersebut, karena saat berlangsungnya pembangunan kami tidak menemukan papan proyek  sebagaimana mestinya, aparatur pemerintah setempat pun, baik Kepala Desa, maupun Camat sama sekali tidak mampu memberikan jawaban yang pasti tentang kegiatan tersebut.

Bahkan meskipun proyek saluran irigasi tersebut melewati ladang-ladang milik warga, tak pernah terdengar adanya pembebasan lahan, sebagai ganti rugi sebagaimana mustinya. Entahlah. Warga yang ladangnya dilewati proyek itu seakan tak mempedulikannya.  Padahal tanah itu jelas-jelas milik mereka, dan saban tahun pajaknya musti dibayar juga. Bisa jadi saat itu mereka begitu terlena oleh ungkapan bakal adanya peningkatkan kesejahteraan hidup.

Tatkala di Jakarta terdengar gonjang-ganjing Soeharto dilengserkan, seketika itu pula proyek irigasi tersebut terhenti pembangunannya. Para pekerjanya menghilang meninggalkan pekerjaan yang baru setengah jadi. Air yang diharapkan warga tak pernah mengalir sama sekali hingga sekarang ini.  Yang tersisa hanya tembok-tembok yang membentang dipenuhi rerumputan menyemak liar, dan ladang milik warga  yang sia-sia tak lagi bisa dimanfaatkannya. ***

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler