x

Iklan

Fe Niang

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Quo Vadis Lembaga Pernikahan?

Zaman sekarang banyak orang kumpul kebo, lembaga pernikahan tidak lagi dihargai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Membaca pernikahan para pesohor Raffi dan Nagita yang dinilai 11 miliar dananya saya kagum, bukan cuma soal dananya tapi juga soal tekad mereka untuk menikah. Mungkin di Indonesia pernikahan masih lebih dihargai daripada di AS.  Pada zaman ini di negeri Paman Sam banyak orang lebih suka kumpul kebo daripada menikah. Banyak gadis lajang yang mempunyai anak dan istilah "my baby's daddy" alias bapak bayinya menggantikan istilah "husband."  

Menyedihkan memang, karena tren ini menandakan kebebasan seks.  Tidak ada lagi rasa malu memiliki anak di luar nikah.  Hukum di AS juga banyak menunjang kebiasaan ini.  Walau tidak menikah tetapi bila terbukti melalui tes DNA bahwa anak itu anak Anda, maka Anda harus membayar uang tunjangan anak sampai si anak berusia 18 tahun.  

Di tambah lagi para pesohor Hollywood yang memberi "teladan" seperti Brad Pitt dan Angelina Jolie misalnya, sesudah anaknya belerot baru menikah.  Kadang ada yang sama sekali tidak menikah walau tetap bersama selama puluhan tahun.  Konon alasannya buat apa memiliki selembar kertas pernikahan bila hubungannya tidak langgeng.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebetulnya di Indonesia bukan tidak ada tendensi ini, makanya ada istilah kumpul kebo yang ditrendikan para mahasiswa di Jogja. Yah, bahkan di tempo doeloe juga sudah ada kumpul kebo tapi istilahnya pernikahan secara adat yang tidak tercatat di catatan sipil.  Yang terakhir ini akan merugikan anak-anak mereka, karena pada waktu si ayah meninggal mereka tidak berhak sepenuhnya atas harta warisan, khususnya bila si ayah mempunyai anak-anak sah dari istri terdahulu.

Saya yakin setiap gadis memimpikan menjadi pengantin yang mengenakan gaun putih yang cantik berenda seperti Cinderela atau pakaian adat yang anggun, namun menghadapi kenyataan yang ada mereka terpaksa menerima apa adanya. Selama lembaga pernikahan masih dijunjung tinggi dan keluarga merupakan inti masyarakat di mana kebahagiaan dapat berlangsung, umat manusia masih mempunyai harapan. 

Ikuti tulisan menarik Fe Niang lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu