x

Iklan

Djohan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pengawasan Hutan Indonesia Masih Lemah

Masalah Perambahan Hutan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aktifitas perambahan hutan di Indonesia, setiap tahunnya terus meningkat. Selain kawasan Hutan Produksi (HP) Kawasan hutan Konservasi juga tidak terlepas dari sasaran perambah. Ini merupakan salah satu indikasi, masih lemahnya pengawasan hutan di Indonesia. Untuk kelesta rian kawasan hutan dan lingkungan hidup, perlu dilakukan perubahan system ?

Kerusakan hutan Negara, banyak digunakan untuk alihfungsi lahan, baik untuk pembukaan pemukiman, maupun perkebunan. Dengan cara melakukan peramba han pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi (HP.) Hal ini, umum nya dilakukan oleh masyarakat setempat dan pendatang. Namun di balik itu ada pemodal, sebagai penyandang dana.

Motivasi mereka (perambah, red) tidak lain untuk memiliki areal pemukiman dan perkebunan. Ini yang membuat Dinas Kehutanan dan Perkebunan sulit untuk mengatasi perambahan itu, karena yang tertangkap selama ini hanya orang upahan. Aksi perambah ilegal tersebut biasanya disebabkan dua hal, yaitu kesengajaan dan ketidaktahuan masyarakat akan status kawasan. Karena  ketidaktahuan, dan kesalahan pemerintah yang kurang melakukan sosialisasi, sehingga kelestarian hutan terancam punah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Misalnya di Jambi, tidak kurang 60 persen kawasan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang telah dirambah. Salah satu contoh pembalakan hutan yang terjadi di Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, menggunakan perangkat buldozer dan Caterpilar. Alat berat ini telah ditangkap dan dititipkan di Asrama Kodim 0419 Tanjab Barat. Komandan Polhut Tanjabbar, Poltak Napitupulu, kepada wartawan mengakui, pemilik alat berat itu adalah warga Pekan Baru atas nama Atek.

Dikatakan Poltak Napitupulu, Dari keterangan Basmi, yang melakukan pembuatan jalan di lokasi adalah Edi Sitorus. Basmi hanya menyewa alat berat dari Atek warga Pekan Baru. Sedangkan dari keterangan Edi Sitorus, lahan yang digarapnya itu akan dijadikan kebun sawit seluas 10 hek tar adalah milik Manurung warga Lubuk Kambing. "Jadi alat itu disewakan lagi oleh Basmi kepa da Edi Sitorus. Banyak nama yang terlibat dalam penggarapan areal hutan ini," ujar Poltak. Jika Manurung dan Edi tidak memenuhi panggilan penyidik, maka Poltak akan berkoordinasi dengan Polres Tanjabbar selaku Korwas PPNS di Tanjabbar, untuk penjemputan paksa. 

Alat berat itu disewa oleh Basmi Lumban Gaol. Dari Basmi, alat itu disewakan lagi kepada Edi Sitorus, warga Kritang, Provinsi Riau. Kerja sama itu tertuang dalam kontrak kerja pembuatan jalan selebar 3 meter di areal tersebut. Poltak menjelas kan, selain nama-nama diatas, pemilik lahan diketahui warga Lubuk Kambing, atas nama Manurung. Mereka (Edi Sitorus dan Manuru ng) segra dipanggil penyidik, untuk dimintai keterangannya. "Sejauh ini belum ada tersangka, tapi alat berat masih kita amankan sebagai barang bukti," tukas Poltak.

Penyidik Kehutanan Tanjabbar akan menjerat tersangka pembalakan hutan di Keca matan Batang Asam dengan UU Nomor 18 tahun 2013, pasal 17 Ayat 2 huruf (a). Dalam pasal itu, pelaku penyerobotan hutan dikenakan pidana penjara antara 3 tahun sampai 10 tahun dan denda maksi mal Rp 1,5 miliar sampai Rp 5 miliar. Sementara itu, tiga pelaku lainnya, masing masing berini sial DS (23), M (35) dan S (35) diaman kan petugas, karena melakukan Aksi Illegal Logging di kawasan hutan TNB, sekitar 1,5 kilomet er dari kawasan perkampungan warga di Resort Air Hitam Laut, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. “Tanpa sempat kabur, mereka langsung kita kepung di lokasi,"kata Kepala Balai TNB, Agus Tinus kepada wartawan Jumat, pekan lalu.  

Dari hasil pemeriksaan petugas, kayu tersebut merupakan pesanan seseorang. Rencananya akan digunakan untuk membuat kapal. Dari keterangan ketiga tersa ngka, kayu tersebut akan dipotong dengan lebar 20 Cm, dan panjang 25 meter sesuai pesanan. Satu kepingnya dijual seharga Rp 700 ribu. Sementara per satu batangnya dijual seharga Rp 5 juta rupiah.

Ketiga pelaku saat ini dititipkan di Lapas Kelas IIA Kota Jambi. Selain mengaman kan ketiga tersangka, petugas Polhut juga turut mengamankan sejumlah barang bukti, berupa peralatan yang lazim digunakan untuk menebang kayu, yakni, dua unit chinsaw, meteran, parang, serta lima potongan kayu meranti yang telah diteb ang dengan ukuran panjang 25 meter dengan diameter 1,5 meter.  "Ketiganya masih dalam proses hukum. Untuk saat ini mereka dianggap telah melang gar Unda ng-Undang nomor 18 tahun 2014, tentang pencegahan perusakan hutan dengan ancam an 5 tahun untuk perorangan. Karena ini kelompok, ancamannya 15 tahun," kata Agus.

Menurut Dodi Kurniawan, kasi SPTN I Polhut Balai TNB Kawasan Hutan Nasional Berbak, merupakan hutan rawa nasional terluas se Asia Tenggara, dengan luas mencapai 162.720 hektar. Letak geografisnya yang sangat strategis, karena berlokasi dekat dengan laut, membuat kawasan TNB menjadi kawasan hutan lindung yang berbeda dengan taman nasional lainnya. Di TNB itu terdapat 200 jenis tanaman hutan langka, dan memiliki kualitas terbaik, di antaranya Meranti, Punai, Ramin, Jelutung, Pile, Sungkai, Bulian, Balam serta ratusan jenis kayu lainnya hidup di sana. "Kayu Meranti kualitas nomor satu cuma ada di sana. Usianya pun sudah ratusan tahun, para pelaku ini hanya mengincar kayu Meranti karena mereka tahu, kayu Meranti kualitas terbaik hanya ada di sana,"papar Dodi.(Djohan) Jambi

 

Ikuti tulisan menarik Djohan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler