Berdasarkan kabar yang ramai beredar, usai pengumuman Kabinet Kerja di halaman belakang Istana Merdeka, Minggu (26/10) lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, didapati para wartawan sedang menghisap rokok dengan santainya.
Sementara Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dakhiri sampai kena tegur Paspampres karena ketahuan merokok juga seperti Ibu Susi, masih di area Istana Merdeka.
Peristiwa yang dianggap kontroversial tersebut sontak mengundang beragam kritikan dari masyarakat. Bahkan tak sedikit ada yang sampai menghujat. Sehingga pimpina DPR pun sampai angkat bicara, disusul kemudian oleh rekan Susi sendiri di Kabinet Kerja, Menteri Kesehatan, Nila F. Moeloek bersama suaminya yang menyatakan ‘perang’ terhadap rokok.
Boleh jadi permasalahan merokok dan tidaknya, adalah urusan masing-masing pribadi. Akan tetapi di sisi lain pemerintah sendiri saat ini sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan bahaya dari merokok. Terlebih peristiwa ‘langka’ itu dilakukan di area Istana yang konon termasuk daerah bebas rokok, oleh seorang menteri lagi yang mestinya memberi contoh baik kepada masyarakat.
Akan tetapi terlepas dari kebiasan ‘buruk’ tersebut, dan adanya aturan ketat di Istana yang tidak boleh merokok sembarangan, tidak menutup kemungkinan, baik Susi maupun Hanif, karena sudah termasuk pecandu berat dalam merokok, saat itu keduanya merasa tidak tahan lagi untuk menghisap benda berkadar nikotin yang mematikan itu.
Di samping itu tak tertutup kemungkinan juga dua orang itu karena termasuk ‘baru’ di pemerintahan, sehingga belum memahami dengan benar situasi di Istana yang melara ng merokok sembarangan.
Oleh karena itu, mengingat merokok memang hak pribadi masing-masing, kemudian Susi dan Hanif adalah orang ‘baru’ di Istana Kepresidenan, sebaiknya masyarakat jangan terburu-buru menuding negatif yang berlebihan. Apalagi sampai menghujatnya.
Meskipun Susi memiliki kebiasaan merokok, memiliki sikap ‘cuek’, bahkan sampai memiliki tato di tungkai kakinya, dan pendidikan formalnya pun hanya sampai kelas dua SMA, di sisi lain Susi pun tokh memiliki ‘kelebihan’ dari manusia kebanyakan.
Dia mampu membangun kerajaan bisnisnya benar-benar dari nol. Selain ulet dan memiliki kemampuan leadership yang mumpuni dalam mengendalikan ribuan karyawan – termasuk yang didatangkan dari luar negeri di perusahannya, Susi pun pantas kalau disebut perempuan ‘langka’ di Indonesia ini.
Maka sebaiknya kita tidak terburu-buru untuk berburuk sangka. Kita tunggu saja. Besok-besok Susi akan bisa menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sekarang ini. Susi yang biasa santai dan ‘eksentrik’ akan mengikuti aturan protokoler yang ada di pemerintahan. Karena ‘Boss’-nya sendiri, Presiden Jokowi pasti tak akan tinggal diam.
Semoga. ***
Sumber Foto: Tempo.co
Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.