Dua orang yang memasak dengan resep yang sama, hasilnya bisa berbeda: kelezatannya berbeda, warna masakannya berbeda, penyajiannya pun berbeda. Mengapa ini bisa terjadi?
Seperti pemeo lama ‘resep bisa sama, rasa berbeda’, situasi ini mungkin terjadi lantaran kedua orang itu memasak dengan cara berbeda: yang seorang hanya mengikuti urut-urutan yang dipaparkan dalam resep, yang seorang lagi memasak dengan penuh perasaan—ia menikmati proses memasak sejak awal menyiapkan bahan-bahan hingga masakan dihidangkan.
Banyak orang berbagi keterampilan untuk membuat sesuatu: memasak, melukis, menulis, merancang busana, menata interior ruang tamu; namun selalu saja orang-orang yang belajar tidak segera memperoleh hasil yang bagus. Ini bukan perkara teknis semata, melainkan juga terkait dengan batin—bagaimana semua itu dilakukan, apakah dengan rasa senang, rasa ingin tahu, kegembiraan?
Mengerjakan sesuatu dengan rasa senang, bahagia, gembira, tidak tertekan, niscaya akan menghasilkan keluaran yang indah, bagus, menarik. Seorang manajer berpengalaman dapat membedakan hasil kerja dua anak buahnya bila yang seorang bekerja dengan hati dan yang seorang lagi asal selesai.
Soalnya kemudian, bagaimana kita dapat mengenali bahwa kita bekerja dengan hati? Terdapat sejumlah tanda yang dapat membantu kita mengenali situasi tersebut:
Pertama, menyukai apa yang dikerjakan. Bila kita ingin menyelesaikan pekerjaan cepat-cepat atau memperlakukan pekerjaan seperti sesuatu yang ingin kita hindari, itu pertanda kita kurang menyukai pekerjaan tersebut. Temukan minat di dalam apa yang kita kerjakan dan berupayalah berpikir positif.
Kedua, fokus. Manakala kita bekerja dengan hati dan pikiran, kita akan mampu memusatkan perhatian. Kita menaruh perhatian besar pada apa yang kita lakukan dan kita akan berusaha menghindari tarikan lain yang mengalihkan perhatian kita. Bila fokus, tatkala tengah mengerjakan sesuatu, kita tidak akan tergoda untuk mengerjakan proyek lainnya.
Ketiga, menikmati proses pekerjaan. Jika kita merasa senang dalam melakukan pekerjaan dan ingin memperoleh hasil terbaik. Bila kita menggerutu, boleh jadi itu pertanda sebaliknya. Kita mungkin mengerjakannya secara terpaksa.
Keempat, merasa bangga. Kita merasa bahagia dan bangga terhadap pekerjaan kita. Kita merasa memiliki pekerjaan tersebut dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya.
Kelima, menerima tanggung jawab. Kita tidak berusaha menghindar dan tidak menyalahkan orang lain bila pekerjaan kita tidak memenuhi harapan. Kita bereaksi secara positif dan menerima fakta serta melihat apa yang dapat kita lakukan di masa mendatang untuk menghindari kegagalan.
Keenam,memiliki pikiran terbuka. Kita bersikap fleksibel dan menyambut baik gagasan-gagasan baru, dan bukan menampik mentah-mentah ide-ide yang boleh jadi membantu kita menyelesaikan pekerjaan secara kreatif. Kita juga bersedia menerima kritik dan masukan dengan pikiran terbuka. Artinya, kita mendengarkan, belajar, dan berupaya memperbaiki.
Ketujuh, berusaha menjadi lebih baik. Indikator ketujuhnya ialah bahwa kita tidak berhenti pada apa yang dapat kita kerjakan. Kita ingin memperoleh hasil yang lebih baik dan lebih baik lagi. Karena itu, kita mau belajar dari orang lain dan bahkan kemudian menciptakan ide-ide sendiri agar dapat bekerja lebih produktif.
Setidaknya itulah tanda-tanda yang dapat kita cermati untuk mengenali apakah kita bekerja dengan sepenuh hati atau tidak. Selanjutnya, kita boleh berharap hasil kerja kita akan bagus. ***
Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.
