"Ini pak kopinya...," kata OB di kantor sambil nyodorin kopi ke meja.
"Makasih pak Soleh (sebut saja gitu, bukan nama sebenarnya), Eh, sebentar sini pak, duduk dulu... bantuin saya nih... Ini kertas-kertas disusunin, ditumpuk aja, datanya mau saya masukan," minta saya ke Pak Soleh untuk ikut bantuin kerjaan sepele.
"Siap pak..."
Sambil nyusun kertas-kertas yang saya suruh, basa-basi saya nanya, "Anak paling besar sudah usia berapa pak?"
"Oh, sudah kelas tiga es-empe, tahun ini, yang kedua masih di esde."
"Sekarang buku pelajaran katanya gak beli ya?"
"Oh iya, dipinjamkan dari sekolah. Sekarang sih sudah alhamdulillah banget. Kan untuk anak saya ada KJP (Kartu Jakarta Pintar). Nah itu tiap 6 bulan kita dikasih tunjangan pendidikan 1,2 juta. Yang bisa kita pakai beli baju sekolah, sepatu, dan keperluan pendidikan lainnya," jelas Pak Soleh antusias.
"Wah, lumayan meringankan ya pak. Alhamdulillah, sebenernya pemerintah itu bisa ternyata menyediakan hal itu ya. Trus kalau KJS (Kartu Jakarta Sehat) punya juga pak?"
"Punya. Plafonnya sampai Rp 20 juta. Jadi kalau kita sakit dan sampai dirawat di rumah sakit biayanya gak sampai Rp 20 juta, kita gak bayar..." jawab pak Soleh sumringah.
Pak Soleh melanjutkan, "Makanya setelah Pak Jokowi ini banyak rakyat kecil yang terbantu. Itu katanya tukang sapu jalanan aja gajinya naik sampai 4 kali lipat dari sebelumnya."
"Tapi BBM kan naik pak," pancing saya mau tau pendapatnya.
"Menurut saya sih lebih baik naik aja. Abis kebanyakan yang nikmatin subsidi BBM orang-orang yang punya mobil. Tuh berapa besar tangki mobil, berarti setengahnya aja dia disubsidi bensinnya. Sementara yang punya motor, yang gak punya mobil, malah gak dapet apa-apa dari subsidi BBM, yah paling gak seberapa.
Lagian lebih baik gitu yang punya mobil jadi mikir untuk bawa mobil, jadinya mengurangi kemacetan," jawaban polos dari Pak Soleh.
Sambil saya nyeruput kopi, pak Soleh melanjutkan omongannya.
"Apalagi kita impor BBM, yang untung mafianya. Mending subsidinya dialihkan buat pembangunan aja..." terang Pak Soleh sok tau.
Bener itu Pak Soleh..., 30 tahun yang lalu kita memang masih kaya cadangan minyak buminya. Tapi semakin lama semakin menipis.
"Wah makasih nih pak Soleh udah dibantuin kerjaan saya."
"Sama-sama pak, saya mau cuci piring dulu, sebelum Bu Asti nyuruh nanti." Pak Soleh pun ngeloyor ke luar ruangan.
Ikuti tulisan menarik Erri Subakti lainnya di sini.