x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Novel-novel yang tak Usai Ditulis

Sejumlah karya tak berhasil diselesaikan penulisnya hingga mereka meninggal. Kontroversi menyertai ketika naskah ini diterbitkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Most secrets should never be told, but especially those that are more menacing to the listener than to the teller.” 
--Truman Capote, Answered Prayers - The Unfinished Novel
 

Sebelum ditemukan tewas menggantung diri dalam usia 46 tahun, pada 2008, David Foster Wallace dianggap sebagai ‘suara paling cemerlang dan inovatif’ dalam fiksi Amerika. Infinite Jest, karyanya yang terbit pada 1996, dianggap sebagai novel hebat. Tahun berikutnya, ia mulai mengerjakan karya lain yang masih ia tulis hingga kematiannya tiba.

Draf naskah ini ditemukan oleh isterinya, Karen Green, dan agen Wallace, Bonnie Nadell, di komputernya. Dua komputer dan sejumlah naskah dalam bentuk hardcopy tersimpan di garasi rumah. Nadell bingung, lantaran banyak versi draf untuk novel ini. Michael Pietsch, kawan dan editor David, lalu menangani naskah ini hingga akhirnya diterbitkan pada 2011 dengan judul The Pale King.

The Pale King hanyalah sebagian dari sekian banyak cerita yang belum tuntas di tangan penulis aslinya karena keburu berpulang. Seperti halnya Wallace, Mark Twain juga meninggalkan tiga versi draf untuk novelnya, The Mysterious Stranger, ketika ia meninggal pada 1910. Versi ketiga naskah ini kemudian diterbitkan enam tahun setelah kematian Twain, yang diikuti oleh perdebatan mengenai versi mana sesungguhnya yang dimaui oleh Twain sebab akhir ceritanya belum ditemukan. Apa lagi setelah Albert Bigelow Paine mengaku menyimpan bagian manuskrip yang dicari itu.

Ketika Charles Dickens wafat di usia 58 tahun, pada 1870, ia juga meninggalkan teka-teki tentang hilangnya Edwin Drood—tokoh rekaan Dickens. Naskah novelnya, The Mystery of Edwin Drood, belum kelar dan teka-teki itu belum lagi terpecahkan. Banyak yang berusaha menghubung-hubungkan petunjuk yang ditinggalkan Dickens, namun orang tidak meyakini apakah memang itu yang dimaksud Dickens.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kerumitan juga dijumpai ketika penerbit berusaha mempublikasikan naskah peninggalan Vladimir Nabokov. Penulis berdara Rusia yang menulis novel Lolita ini sebenarnya sudah berpesan kepada keluarganya agar mereka membakar manuskrip terakhirnya jika ia mati. Namun permintaan ini tidak dipenuhi. Sejatinya, naskah Nabokov ini belum kelar sebagai sebuah novel saat penulis ini wafat pada 1997, sebab masih terpenggal-penggal dalam 138 kartu indeks. Proses menulis dengan kartu indeks dipakai Nabokov tatkala mengerjakan Lolita dan karya-karyanya yang lain.

Selama bertahun-tahun Dmitri Nabokov—anak lelaki Vladimir—menyimpan karya terakhir itu di sebuah bank Swiss. Ia tak segera memusnahkannya seperti amanah Vladimir dan malah mengizinkan seorang peneliti tentang Nabokov untuk membaca karya tersebut. Akhirnya, pada 2008 Dmitri mengumumkan keputusannya untuk menerbitkan karya itu. “Jalan terus dan terbitkan,” ujar Dmitri menirukan perintah ayahnya yang, menurut pengakuannya, muncul dalam penglihatannya.

The Original of Laura, karya Nabokov ini, adalah bagian dari tren yang sempat muncul di jagat penerbitan buku dunia: menerbitkan karya yang belum sempat dipublikasi tatkala penulisnya masih hidup—posthumous. Namun banyak sarjana yang sempat membaca ‘kartu-kartu indeks’ Nabokov atas permintaan penerbit Alfred A. Knopf merasa bingung, bagaimana menyusun urutan adegan demi adegan yang ada di 138 kartu catatan itu.

Ketika The Original of Laura terbit pada 2009, penggemar Nabokov dengan antusias menyambutnya, walaupun penentangan pun tak kalah kerasnya. Mereka yang antusias merujuk kepada kasus naskah-naskah Franz Kafka. Seandainya perintah Kafka kepada kawannya, Max Brod, agar naskah-naskahya dibakar bila ia mati dipatuhi, maka publik luas tak akan pernah membaca The Trial, The Castle, dan Amerika.

The Trial (judul dalam bahasa Jermannya Der Prozess) ditulis oleh Kafka pada 1914-15 dan terbit sepuluh tahun kemudian. Karya yang berkisah tentang seorang tahanan yang dipenjara oleh penguasa ini belum benar-benar selesai, karena itu ketika diterbitkan sukar dihindari adanya inkonsistensi di dalam narasinya. Manuskrip asli Kafka ini masih tersimpan di Museum Literatur Modern di Jerman dan disebut sebagai karya penting Kafka.

Sejumlah karya William Styron juga terbit posthumous. Tatkala penulis The Confessions of Nat Turner dan Sophie’s Choice ini meninggal pada 2006, ia sebenarnya belum menerbitkan apapun selama 13 tahun terakhir. Buku terakhir yang terbit ialah kumpulan tiga cerita (1993). Tiga tahun sepeninggal Styron, penerbit Random House menerbitkan karyanya di bawah judul The Suicide Run yang terdiri atas lima cerita.

Hingga tahun terakhir hidupnya, Styron terus berjuang untuk menyelesaikan novelnya The Way of the Warrior, yang ia tulis berdasarkan pengalamannya sebagai marinir pada Perang Dunia II dan Perang Korea. Namun upaya itu tidak berhasil, Styron mengalami depresi. Penerbit menyewa seorang editor untuk menangani naskah setebal 300 halaman yang sudah berhasil ditulis Styron.

Michael Crichton, penulis yang kuat dalam genre techno-thriller, juga meninggalkan dua karya yang belum selesai ketika ia meninggal pada 2008. Salah satunya ialah naskah petualangan para bajak laut di Jamaika abad ke-17. Crichton, tak seperti Nabokov, tidak meninggalkan wasiat apapun mengenai naskahnya.

Naskah itu ditemukan dalam laptop Crichton. Untuk menyelesaikannya, penerbit mencari penulis yang tepat untuk menyelesaikan naskah ini dengan gaya Crichton. Ketemulah Richard Preston. November tahun 2011, novel ke-17 Crichton tersebut terbit dengan judulMicro setebal 424 halaman. Sepertiga pertama novel ini ditulis oleh Crichton, dan dua pertiga sisanya ditulis oleh Preston. Kontribusi Preston dihargai dengan mencatumkan namanya di sampul Micro bersama Crichton. Sedangkan kisah bajak laut diterbitkan lebih awal, 2009, dengan judul Pirate Latitudes.

“Bagi saya, menyelesaikan novel ini merupakan tantangan yang tidak bisa ditolak, dan saya terdorong oleh hasrat untuk menghormati karya ini dan imajinasi dari penulis kreatif dan paling visioner dari zaman kita,” kata Preston. Sentuhan Preston, sayangnya, menimbulkan kontroversi: sebagian penggemar mengaku masih merasakan aroma tulisan Crichton, sebagian lainnya ‘Oh, ini bukan Crichton!’.

Orisinalitas gaya memang sukar ditiru. Namun dari para ‘penyelesai naskah’ itulah kita mengenal novel-novel yang tak usai ditulis oleh penulis aslinya. (sbr foto: bookforum.com) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler