x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

155 Tahun The Origin of Species

November ini, karya terpenting Charles Darwin, The Origin of Species berusia 155 tahun. Pengaruhnya masih terasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“It is not the strongest or the most intelligent who will survive but those who can best manage change.” 
--Charles Darwin (Naturalis, 1809-1882)

 

Bagi sebagian kita, ada dua kata yang langsung terkilas manakala mendengar nama Charles Robert Darwin disebut, yakni evolusi dan kera. Dua kata ini bahkan mungkin terpateri betul dalam benak banyak orang, sehingga apapun yang terkait dengan gagasan Darwin, nyaris secara reflek ditampik. Sebab, pastilah itu terkait dengan evolusi manusia dan kera. Siapa yang sudi punya moyang kera? Apapun keberatan orang, buku babon Darwin yang berjudul The Origin of Species, yang dipublikasikan pertama kali hampir 155 tahun yang silam itu, tetap diperdebatkan dan menebarkan pengaruhnya hingga kini.

Dibandingkan empat jilid karyanya tentang remis—Cirripedia (1851-54)—dan 15 karyanya mengenai topik seperti tanaman merambat, The Origin of Species paling banyak dibaca. Terlebih lagi, paling mengundang kontroversi—buku ini kabarnya habis terjual pada hari pertama dipublikasikan pada 24 November 1859. The Origin memuat gagasan yang digambarkan oleh palaeontologis Stephen Jay Gould, walau ia sendiri tak sepakat dengan teori evolusi, sebagai “revolusi ideologis terbesar dalam sejarah sains”. Atau dalam kata-kata pendukungnya, Richard Dawkins, “gagasan paling penting yang pernah muncul dalam benak manusia.” (Sesungguhnya, Alfred Russel Wallace juga menemukan teori evolusi ini pada saat yang bersamaan dengan wilayah riset yang berbeda: Darwin di Kepulauan Galapagos, Amerika Selatan, dan Wallace di Indonesia).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semua makhluk hidup ada, kata Darwin menyimpulkan, sebab alam telah memilih kita untuk ada, dan kita ada seperti kita apa adanya karena kita telah berkembang selama ribuan tahun—dan masih berkembang. Darwin menggambarkan evolusi kehidupan sebagai proses “seleksi alam,” frasa lain bagi survival of the fittest—istilah yang digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer. Didasarkan terutama atas pengalamannya sebagai seorang naturalis selama lima tahun pelayarannya dengan kapal H.M.S. Beagle, The Origin of Species—menurut sebagian pendapat—menantang keyakinan masa itu perihal takdir Tuhan dan kekekalan spesies.

Dalam lima pekan saja di Kepulauan Galapagos, lepas pantai Ekuador, ia mencatat berbagai jenis iguana, kura-kura, dan burung, yang bervariasi dari pulau ke pulau. Setiba di London, ia baru menyadari bahwa spesies di kepulauan itu berbeda dengan yang ia temukan di daratan Amerika Latin. Darwin tengah merenungkan temuan-temuannya selama berlayar ke kawasan Amerika Latin, tatkala esai yang ditulis Alfred Russell Wallace tiba di rumah Darwin, di Kent, Inggris, pada 18 Juni 1858. Judul “On the Tendency on Varieties to Depart Indefinitely from the Original Type” menyiratkan gagasan yang bakal mengejutkan Darwin, yang kala itu sudah lumayan dikenal sebagai naturalis.

Dan memang, Darwin membaca esai itu dan terkejut: inilah teori seleksi alam versi Wallace yang didasarkan atas kerja lapangannya di Indonesia. Darwin merasa hasil kerjanya selama 20 tahun akan sia-sia jika Wallace yang kemudian memperoleh kredit atas teori yang akan dipublikasikan ini. Darwin pun ngebut menggarap bukunya dalam 18 bulan, sampai terbit pada 24 November 1859. Namun, kedua orang ini sempat menerbitkan joint paper mengenai topik ini di Journal of the Linnean Society volume ketiga, yang terbit 1 Juli 1858.

Kegalauan Darwin itu tecermin dalam pengantar The Origin of Species. Di situ ia menulis “Sekarang (1859), karya saya hampir selesai; namun karena saya membutuhkan waktu beberapa tahun lagi untuk menyelesaikan sepenuhnya, dan karena kesehatan saya jauh dari kuat, saya terdorong untuk segera menerbitkan Abstrak ini. Secara lebih khusus saya semakin berniat menerbitkannya, karena Mr. Wallace, yang kini mengkaji sejarah alam kepulauan Malaya (Indonesia belum dikenal waktu itu), telah sampai pada kesimpulan umum yang hampir persis sama dengan kesimpulan saya mengenai asal-usul spesies.”

Darwin pun menulis surat dan mengirimkan esai Wallace kepada sahabatnya, ahli botani Joseph Hooker dan geolog Charles Lyell. Yang terjadi kemudian ialah legenda keilmuan. Hooker dan Lyell mengatur acara pembacaan karya Darwin maupun Wallace di Linnean Society, di Burlington House. Pada 1 Juli di sebuah ruang yang kini menjadi bagian RoyalAcademy, anggota Linnean Society diundang untuk mendengarkan berita tentang sebuah teori yang lebih menohok dan menggugat spesies manusia dibanding yang lain dalam sejarah kita. Namun, kedua orang itu tidak hadir; Wallace sedang berada di wilayah tropis, sedangkan Darwin sedang berduka atas kematian anak-lelakinya yang berusia 19 bulan.

Sebagairisalah ilmiah penting,The Origin of Species ditulis dalam gaya popular. Kendati relatif jauh lebih popular dibandingkan standar karya ilmiah zaman sekarang, sebagian pembaca buku ini tetap mengeluh tidak memahami istilah-istilah yang dipakai Darwin. Karena itu, dalam edisi kedua ia menyertakan glosarium dengan bantuan sahabatnya, W.S. Dallas.

‘Jalinan cerita’ The Origin of Species kerap dibandingkan dengan karya George Eliot atau Charles Dickens. Kaya dengan bumbu-bumbu metafor. Bahasa Darwin mengundang pembaca untuk ikut merasakan pengalamannya di Galapagos. Sosok Darwin adalah semacam perpaduan antara scientific observer dan literary artist. “Darwin menciptakan karya seni yang abadi,” tulis biografer Darwin, Janet Browne. Dalam bagian penutup The Origin, Darwin menulis:

…clothed with many plants of many kinds, with birds singing on the bushes, with various insects flitting about, and with worms crawling through the damp earth, and … these elaborately constructed forms, so different each other, and dependent upon each other in so complex a manner, have all been produced by laws acting around us … Thus, from the war of nature, from famine and death, the most exalted object which are capable of conceiving, namely, the production of the higher animals, directly follows.

Darwin bukanlah orang pertama yang berbicara ihwal seleksi alam, tapi ia lebih artikulatif—dengan pengamatan lapangan yang kaya. Ia sempat dikritik lantaran dianggap tidak memadai memberikan penghargaan kepada para pendahulunya. Karena itu, dalam edisi ketiga The Origin, ia menambahkan naskah berjudul An Historical Sketch yang memuat daftar momen-momen penting dalam sejarah teori evolusi yang diajukan pada masa-masa sebelumnya. Ia menyebut antara lain Jean-Baptiste Lamarck, yang mengajukan teori evolusi secara umum dalam biologi lewat bukunya, Philosophie Zoologique (1809) dan Histoire Naturelle des Animaux sans Vertebres (1815).

Dr. W.C. Wells juga ia sebut sebagai ilmuwan yang secara jelas mengakui prinsip seleksi alam lewat karyanya, “Two Essays upon Dew and Single Vision.” Oleh Darwin, ini disebut sebagai pengakuan pertama yang terang atas prinsip seleksi alam; tapi Wells menerapkannya hanya pada ras manusia, dan pada karakter tertentu saja. Esai Wallace yang dikirimkan kepadanya juga disebut-sebut oleh Darwin.

Satu setengah abad sudah berlalu, dan tidak kunjung pudarnya gagasan Darwin seolah merupakan manifestasi riil gagasan itu sendiri, buah dari perjuangan menegakkan eksistensi—isu sentral dalam The Origin of Species. Dan sepanjang dekade-dekade mendatang para penyokong Darwin agaknya akan tetap memengaruhi kehidupan intelektual di jagat ini. Bukan hanya di wilayah ilmu hayati, tapi juga di lapangan-lapangan lain seperti psikologi.

Lantas, soal kera? Darwin memang dianggap berdosa karena berpendapat bahwa manusia berbagi moyang dengan kera—sebuah gagasan yang sebenarnya hanya implisit tertuang dalam The Origin of Species. Ide ini dinyatakan lebih jelas oleh Darwin dalam karya berikutnya, The Descent of Man, yang terbit pada 1871. Kendati terkesan agnostik, Darwin menambahkan frasa “oleh Sang Pencipta” pada edisi revisi The Origin: “Ada kemuliaan dalam pandangan hidup ini, beserta sejumlah kekuatannya, yang asal-muasalnya ditiupkan oleh Sang Pencipta ke dalam beberapa bentuk atau ke dalam satu bentuk; dan bahwa, sembari planet ini terus berputar menurut hukum gravitasi yang tetap, dari yang begitu sederhana suatu permulaan membentuk sesuatu yang sangat indah dan sangat menakjubkan, dan sesuatu itu terus berkembang.” Ini dilakukannya, mungkin, karena serangan publik yang begitu keras terhadap karyanya. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB