x

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kisruh Partai Golkar, Mungkinkah KMP Pun Bubar?

Dua partai politik dalam kubu KMP, yakni PPP dan partai Golkar dilanda perpecahan, mungkinkah Koalisi Merah Putih bentukan Prabowo Subianto pun terancam bubar-berantakan ?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kalau saja diamsalkan sebuah ikatan perkawinan, kekuatan parpol yang tergabung dalam KMP (Koalisi merah Putih) bentukan Prabowo Subianto jelang Pilpres 9 Juli lalu, hanya dalam tempo sekitar tiga bulan saja tampaknya sudah terancam soliditasnya. Perceraian yang konon perbuatan yang tidak disukai Tuhanpun seakan sudah di ambang gerbang.

Gebyar kemegahan kubu lima partai politik (Plus partai Demokrat yang di permukaan tidak jelas arahnya) dalam meluluh-lantakkan rivalnya,  kubu KIH yang notabene pendukung pemerintahan Jokowi-JK, termasuk sasaran utamanya Jokowi sendiri, saat ini satu per satu, kalau diibaratkan dedaunan di sebuah ranting,  mulai tampak jatuh berguguran sebelum masanya. Dan 'bulan madu di awan biru' pun sepertinya akan segera berahir.

 Baru-baru ini dalam tubuh partai Golkar yang dianggap memiliki pengaruh besar, sedang terjadi prahara yang disebabkan ‘kedegilan’ seorang Aburizal Bakrie. Sebelum melanda partai bergambar pohon beringin gelombang badai yang tak kalah dahsyatnya, menerjang partai Ka’bah (PPP) akibat dari sikap Ketua umumnya juga, Suryadarma Ali yang dianggap identik dengan ARB – memaksakan ambisi pribadi, tanpa mau introspeksi diri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Betapa tidak, jangankan di mata publik, pihak internal partai Golkar sendiri banyak yang menilai ARB selama jadi nakhoda parpol warisan rezim Orde Baru tersebut begitu miskin prestasi. Bahkan petinggi SOKSI (salah satu organisasi sayap pendiri partai Golkar) menyatakan ARB sudah gagal dalam memimpin partai Golkar. Secara rinci disebutkan kegagalan ARB antara lain:

 1.   Gagal mencapai target perolehan suara sebesar 30 persen pada pemilu legislatif. Pada Pemilu 2014, Golkar memperoleh 14,5 persen suara.

 2.  Gagal mempertahankan jumlah kursi DPR. Golkar pada Pemilu 2014 meraih 91 kursi. Lima tahun lalu, Golkar mendapatkan 106 kursi.

 3.  Gagal menjadi calon presiden karena tak ada partai yang mau berkoalisi. 

 4.  Gagal menjadi calon wakil presiden karena tak ada satu pun calon presiden yang menerima berpasangan dengan Ical.

 5.  Kebijakan berkoalisi dengan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa gagal meraih kemenangan.

 6.  Usul Akbar Tanjung agar pasangan nomor urut satu menolak hasil pemilu presiden merupakan hal yang bertentangan dengan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

 7.  Gagal mengelola partai karena dijadikan alat memperjuangkan kepentingan pribadi, korporasi, dan kroni-kroninya.

 8.  Gagal menepati janji, yaitu membangun gedung DPP Golkar dan menyediakan dana abadi sebesar Rp 1 triliun untuk Golkar.

 9.  Menjadikan Golkar sebagai oposisi dalam pemerintahan, ini bertentangan dengan doktrin kader Golkar bahwa harus selalu berkarya di dalam pemerintahan.

 10.  Kebijakan oposisi merugikan gubernur, bupati, dan wali kota yang menjadi kader Golkar.

 11.  Pemecatan kader Golkar tanpa didasari pertimbangan prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela.

 12.  Pemecatan kader karena mendukung Jusuf Kalla merupakan kekeliruan karena JK adalah kader Partai Golkar.

Akan tetapi ARB sepertinya tidak menyadari dengan yang ditudingkan pada dirinya itu. Sebaliknya Big Boss Grup Bakrie tersebut semakin berambisi untuk menduduki kursi ketua umum untuk kedua kalinya nanti.  Bersama para ‘abdi dalem’-nya yang begitu setia, ARB malah memutuskan untuk mempercepat musyawarah nasional yang semula dijadwalkan Januari 2015, menjadi akhir November 2014 ini. Akibat dari sikapnya itu tak pelak lagi mengundang pertentangan, dan puncaknya di pleno pembentukan panitia Munas ARB dipecat sebagai ketua umum oleh kubu Agung Laksono.

Demikian juga halnya dengan Partai Persatuan Pembangunan, yang notabene merupakan parpol bentukan di rezim Orde Baru, kondisinya tidak jauh berbeda dengan ‘saudara tua’-nya. Akibat dari ambisi dan sikap otoriter SDA juga yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi haji oleh KPK, akhirnya tercerai-berai menjadi dua kubu. Yang satu dipimpin Romahurmuzy, mantan Sekjen di era SDA, sedangkan satunya lagi dinakhodai Djan Faridz, ketua umum yang mendapat restu SDA.

Dua parpol tersebut dianggap memiliki pengaruh besar di tubuh KMP memang. Di samping memiliki dukungan suara yang signifikan, kedua parpol itu pun sudah malang-melintang dalam jagad perpolitikan di Indonesia ini. Akan tetapi bila keadaannya sekarang ini ibarat orang sakit yang memasuki stadium gawat-darurat, apa boleh buat, ‘bulan madu’ dalam KMP pun sepertinya tak lama lagi hanya akan tinggal kenangan yang ... entah manis, entah justru malah sebaliknya: menyakitkan.

Hanya saja yang jelas, publik dapat mengambil hikmah dari rentetan peristiwa yang dialami dua parpol tadi, termasuk juga KMP – tentu saja. Pertama, sikap seorang pemimpin – dalam skala kecil maupun besar, yang cenderung lebih mengedepankan kepentingan pribadinya  sudah pasti akan mendapat banyak yang menentangnya. Kemudian yang kedua, perseteruan yang berangkat dan dibentuk dengan niat ‘balas dendam’ misalnya, atau dibarengi hati yang penuh dengan rasa iri dan dengki, meski dibungkus rapat dengan ‘pemanis’ yang semanis madu sekalipun, tokh suatu saat nanti bakal terbuka juga.

Bahkan sebagaimana yang kini terjadi dalam tubuh KMP, sepertinya publik tak harus menunggu lama, baru beberapa bulan saja...

Kesimpulannya, meskipun di dalam permainan politik bisa saja menghalalkan segala cara, tetapi dongeng menjelang tidur ketika Si Jahat dikalahkan Si Baik, tampaknya masih berlaku dalam kehidupan ini.

Wallahu 'alam...***

Sumber foto: Tempo.co

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu