x

Iklan

Wulung Dian Pertiwi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Stop Jualan, Please....

Ternyata hal legal di Indonesia menjual Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) untuk dilelang dan hasil dibagi untuk pemerintah dan swasta yang terlibat. Panitia nasional BMKT, justru mengusulkan BMKT dikategorikan bukan Cagar Budaya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa minggu terakhir, Sabang, Aceh, gempar oleh beredarnya surat permohonan Walikota Sabang kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia berisi permohonan pemberian wewenang mengeluarkan izin survey dan pengangkatan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Sophie Rickmers. Ini kali kedua Walikota mengirim surat sama, justru setelah surat pertama tertanggal 26 Maret 2013 ditolak Kementerian Kelautan. 

Kronologinya kurang lebih sebagai berikut :

22 Februari 2013                 : PT. Samudera Ceudah Group mengajukan permohonan izin survey dan pengangkatan BMKT Sophie kepada Pemerintah Kota Sabang, ditujukan ke Walikota.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

26 Maret 2013                     :  Pemko Sabang mengajukan surat permohonan pemberian wewenang pengeluaran izin survey dan pengangkatan BMKT Sophie ke Kementerian Kelautan menindaklanjuti permohonan PT. Samudera Ceudah Group.

24 April 2013                        :  Kementerian Kelautan menolak permohonan Pemko Sabang dengan dasar izin survey dan pengangkatan BMKT di Indonesia tidak boleh dikeluarkan tanpa rekomendasi Pannas, karena kewenangan memberi izin survey dan pengangkatan BMKT harus melalui rekomendasi Pannas, mengingat BMKT adalah aset berharga nasional. Dalam surat ini, Kementerian Kelautan malah melampirkan alur prosedur perizinan survey dan pengangkatan BMKT, memberikan penjelasan hal tersebut kepada Pemko Sabang. Intinya, ada penilaian berlapis melibatkan lima belas komponen lintas kementerian, hingga Pannas BMKT mengeluarkan rekomendasi izin survey dan pengangkatan.

1 Juli 2014                             :  Terbit sebuah berita acara rapat teknis Pannas BMKT, yang diadakan di hari yang sama, ditandatangani sebelas dari dua belas kementerian anggota Pannas, yang terlibat langsung penilaian pemberian izin survey dan pengangkatan BMKT. Empat poin hasil rapat teknis adalah :

Untuk mengurangi kegiatan ilegal, moratorium perizinan survey dan pengangkatan BMKT dicabut, dengan ketentuan tidak dilakukan penjualan terlebih dulu sebelum status BMKT jelas oleh aturan perundang-undangan.

BMKT hasil pengangkatan sebelum UU No. 11/2010 berlaku, diberlakukan aturan sesuai Kepres No. 12 Tahun 2009, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu segera memilah koleksi negara setelah pengangkatan.

Usulan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengklasifikasi ulang BMKT menjadi bukan Cagar Budaya, dengan memasukkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah turunan UU No.11 Tahun 2010.

Usulan agar Pemerintah Daerah mendapatkan bagi hasil penjualan BMKT sesuai lokasi pengangkatan dengan merevisi Kepres No.25 Tahun 1992.

2 Juli 2014                             :  Seorang pejabat Kementerian Kelautan mengirim sms ke PT. Samudera Ceudah Group memberitahukan pencabutan moratorium, yang berarti survey dan pengangkatan BMKT Sophie Rickmers oleh PT. Samudera Ceudah Group dapat dilanjutkan seizin Pemko Sabang.

16 Juli 2014                          : PT. Samudera Ceudah Group menyurati kembali Pemko Sabang, ditujukan kepada Walikota, memohon perizinan survey dan pengangkatan BMKT Sophie, sekaligus tercantum bahwa pengajuan kembali permohonan izin tersebut didasari sms, yang didapat PT. Samudera Ceudah Group dari seorang pejabat Kementerian Kelautan, tanpa menyebutkan nama, berisi kabar rapat teknis Pannas dan pembatalan moratorium.

4 September 2014               :  Pannas BMKT mengeluarkan surat pemberitahuan pencabutan moratorium menindaklanjuti pertemuan 1 Juli 2014.

31 Oktober 2014                  :  Walikota kembali menyurati Kementerian Kelautan.

Penyelam-penyelam Sabang memprotes rencana ini karena ancaman besar bagi Sophie yang favorit. Kapal Sophie titik selam eksklusif di Sabang karena kelangkaan obyeknya sekaligus perlu jam terbang tinggi untuk bisa menyelam sampai ke sana, ada batas minimal lisensi, karena tergolong penyelaman dalam.

Minggu kemarin, nelayan Sabang menemui DPRK, menyampaikan keberatan senada sekaligus memohon lembaga perwakilan rakyat itu memfasilitasi pertemuan antara nelayan dengan Walikota. Artinya, bukan saja para penyelam, nelayan-nelayan Sabang pun merasa dirugikan karena titik tenggelam kapal berlimpah ikan. Masih ada para aktifis lingkungan yang menyuarakan sama karena pengangkatan BMKT sangat mungkin merusak dunia biota laut yang terbentuk 74 tahun.

Sekedar catatan, Sophie Rickmers itu kapal kargo buatan Jerman tahun 1920, berawak Jepang, yang ditenggelamkan oleh krunya, setelah mereka tertangkap musuh, yaitu Belanda, di perairan Sabang, tahun 1940, masa Perang Dunia II. Tidak kali ini saja Sophie diguncang. Dulu, pernah Pemko Sabang berencana membangun tangki minyak raksasa di dekat ‘persemayaman’ Sophie. Saya pernah menulisnya di blog ini dengan judul Demi Sophie.

Saya kok ikut bingung ya... Agak susah melogika maksud pemerintah menjadikan BMKT bermanfaat bagi negara dengan mengangkatnya demi melelang, yang toh bukan 100% masuk ke kas negara, karena harus dibagi dengan pihak swasta yang terlibat proses pengangkatan, yang setahu saya masih banyak ‘pemain’ asing. Kalaupun 100%, bagaimana kerusakan dan kerugian besar yang diakibatkan? Tidakkah itu hitungan kurang akhirnya?

Proses penentuan BMKT tergolong ‘mahal’ atau ‘murah’ saja perlu ahli yang tidak banyak kita punyai. Lebih masuk akal, menurut saya, menyekolahkan anak-anak Indonesia lebih dulu sampai mumpuni mengurus kekayaan bangsa sendiri, sembari membiarkan BMKT tetap di tempatnya, karena tidak mengangkat BMKT hari ini, berarti menjaga keberlangsungan sekaligus membiarkan Sophie Rickmers lebih bernilai.

Jika pengangkatan dan pelelangan BMKT demi negara, apa nelayan, penyelam, aktifis lingkungan, dan penduduk Sabang hari ini bukan warga negara Indonesia? Masih ada generasi penerus Indonesia, 10 tahun lagi, 100 tahun lagi, 1000 tahun lagi, yang harusnya juga punya hak atas kekayaan BMKT, yang akhirnya tidak kebagian apa-apa gara-gara kekayaan nasional itu tergadaikan generasi kita. Kalau begitu ceritanya, seperti apa mereka akan mengenang kita ya?

Alasan lain pemerintah melelang BMKT adalah menghindari kegiatan pencurian. Lebih berat lagi saya memahami ini, karena seribu satu cara bisa ditempuh menanggulangi tanpa menjual BMKT, misalnya menguatkan masyarakat lokal. Menyelam di tempat Sophie tenggelam tidak akan bisa luput dari perhatian warga karena teluk sempit saja, apalagi Sabang pulau kecil. Nanti, jangan-jangan ada rencana ‘memanen’ semua pohon di hutan Indonesia menghindari pembalakan liar, atau mengundang perusahaan-perusahaan asing mengebor habis minyak kita menghindari mafia. Waaah...

Demi warisan untuk generasi mendatang, demi nama kita dikenang baik masa depan Indonesia, stop jualan, please...

 
 

Ikuti tulisan menarik Wulung Dian Pertiwi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB