x

Iklan

Abdul Manan

Jurnalis yang tertarik mengamati isu jurnalisme, pertahanan, dan intelijen. Blog: abdulmanan.net, email abdulmanan1974@gmail.com
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kesaksian Agen Mossad Soal Nasib Buruk Pollard

Agen Mossad Rafi Eitan menyebut Jonathan Pollard tak mematuhi petunjuknya untuk menjauhi kantor Kedutaan Besar Israel.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masih ingat Jonathan Jay Pollard, analis Angkatan Laut AS yang menjadi mata-mata untuk Israel yang hingga kini masih mendekam di penjara Amerika Serikat? Ia dipenjara selama 29 tahun, setelah ditangkap dan diadili tahun 1980-an, karena menjual informasi rahasia Amerika Serikat kepada Israel.

Ron Olive, Asisten Agen Khusus di badan Kontraintelijen Angkatan Laut AS, yang memecahkan kasus Pollard yang mengarah pada penangkapan dan didakwanya mata-mata itu, menyebut Pollard sebagai mata-mata paling merusak dalam sejarah Amerika. "Pollard mencuri begitu banyak dokumen, yang sangat dirahasiakan, lebih daripada mata-mata lainnya dalam sejarah negeri ini, dalam periode waktu yang singkat," katanya pada tahun 2012.

Pada tanggal 21 November 1985, saat sedang diselidiki oleh Biro Penyelidik Federal (FBI) AS, Pollard panik dan berusaha untuk mendapatkan suaka di kedutaan besar Israel di Washington, DC. Bukannya diberi suaka, ia malah diusir oleh penjaga kedutaan sehingga langsung ditangkap oleh agen FBI yang sudah mengepung tempat itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejak penangkapan dan pengadilan terhadapnya, Pollard dan keluarganya telah berulang kali mengisyaratkan bahwa pengendali (handler) Israel-nya gagal melindunginya ketika ia membutuhkan bantuan mereka. Klaim lama Pollard itu dibantah oleh Rafi Eitan, pengendali Israel-nya, dalam sebuah wawancara di program televisi Channel 2 Uvda, 1 November 2014 lalu.

Rafi Eitan, yang bertugas sebagai pengendali Pollard, saat itu menjabat sebagai kepala Scientific Relations Office, salah satu unit dalam badan intelijen Israel, Mossad. Ia juga pernah memimpin operasi penangkapan terhadap salah satu tokoh NAZI Jerman, Adolf Eichmann. Menurut Eitan, Pollard telah sepakat untuk memata-matai untuk Israel dengan imbalan uang.

Menurut Eitan, Pollard telah secara khusus diperintahkan olehnya untuk menjauh dari kedutaan Israel di Washington. Pollard juga sepakat untuk mengikuti "rencana pelarian yang diatur sebelumnya, yang itu akan membuatnya aman dari jangkauan Amerika Serikat." Pollard tak mengikuti petunjuk itu.

Tiga hari setelah diselidiki FBI, Pollard panik dan memutuskan untuk pergi ke kedutaan besar Israel tanpa memberi peringatan lebih dulu kepada Eitan, sebagai pengendalinya dari Mossad. Eitan mengaku bahwa ia menerima telepon yang memberitahunya bahwa Pollard berada di gerbang kedutaan Israel meminta suaka, saat kedutaan telah dikepung oleh para agen FBI.

"Saya langsung bilang, usir dia," kata Eitan mengenang peristiwa sekitar 30 tahun lalu itu. Keputusan tersebut membuat Pollard dipaksa keluar dari gedung Kedutaan Besar Israel dan menerima nasib ditangkap oleh para agen FBI. Eitan mengaku tidak menyesali keputusannya itu. Menurut dia, memberi Pollard suaka saat sepasukan agen FBI mengepung kedutaan besar Israel, akan "menciptakan krisis yang lebih besar antara Amerika Serikat dan Israel."

Eitan menambahkan, ia menyatakan bertanggung jawab penuh atas keputusan untuk meninggalkan salah satu mata-mata pentingnya itu sehingga jatuh ke tangan FBI. Peristiwa itu membuat Pollard didakwa dan kemudian dipenjara. Atas keputusan yang menyebabkan Pollard ditahan, Eitan mengatakan, "Anda tidak bisa berperang tanpa membuat kesalahan".

Ikuti tulisan menarik Abdul Manan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu