Hujan rintik-rintik sisa Hujan besar yang mengguyur Wilayah Cipanas Galunggung Kabupaten Tasikmalaya siang tadi (Minggu 14/12/2014) mengharuskan para pemotor memberhentikan Motornya di Warung-warung kecil di pinggiran jalan arah ke lokasi Wahana Wisata tersebut.
Anginpun bertiup kencang menarpa para pelancong pencari “kenyamanan” di liburan Minggu ini , begitupun penulis sengaja merapatkan badan yang basah kuyup terkena hujan bareng para pelancong yang mencoba menepis/merapat karena Air Hujan itu sempat membasahi Jaket dan Bajunya para Wisatawan local tersebut.
Sepotong “Leupeut” (Uras) di sambar penulis, lalu di dinginnya hari terasa angin menerpa , sepoi-sepoi basah dan penulispun sempat memesan seporsi Pecel yang dipikir bisa menjadi Teman Dingin ketika cacing di perut ini meminta “Jatahnya”.
“Mak…bikini pecel duaoong sepiring saja ,,,!” Ucap penulis kepada Emak Warung yang sigap ,dan langsung menuangkan beberapa keperluan bahan pecel ke Cowet/Cobek Batu sebuah Alat punya si Emak Warung yang telah menemaninya selama 6 Tahun terakhir ini “Ngewarung” Pecel dan Makanan Kecil dari berbagai panganan khas Warungan pinggir jalan.
Seingat penulis Warung di Pinggir Jalan Arah menuju Wahana Wisata Cipanas/Kawah Galunggung Kabupaten Tasikmalaya itu tetap berdiri Kokoh di sana , warung itu terbuat dari bambu dan kayu dengan Design Khusus khas Warungan .
Kita bisa melirik ke sebelah kiri jalan ketika kita akan masuk merapat ke pintu Gerbang Karcis Cipanas/Kawah Galunggung disanalah warung Pecel itu berada.
Gurat wajahnya Emak tetap tak berubah dari Dulu ketika penulis berhenti empat (4) tahun yang lalu “Dia tetap ceria melayani pembeli musiman yang mampir ke warungnya” Gumam penulis dalam hati.
“Ah…emak mah tak lagi punya keinginan membesarkan (membangun-Pen) warung ini , capek lah Nak ,,emak sudah tua dan anak-anakpun telah pada punya usaha yang semuanya mendirikan warung di dalam lokasi Wisata Cipanas Galunggung,yang satu di pasarnya yang satu lagi di lokasi *Tonggoh,,(*Bhs Sunda Artinya di Atas) untuk kegiatan sehari-hari emak mah diam saja di rumah, hanya hari Sabtu dan Minggu saja emak dagang disini,,!” Terang emak ketika penulis mencoba bertanya tentang keseharian Emak tatkala tidak dagang di warungnya, karena menurut Emak dia hanya Dua Hari datang ke Warungnya menggelar dagangannya yaitu antara Hari Sabtu (Week End) dan pada Hari Minggu atau ketika tanggal Merah (Liburan) datang.
Hujanpun telah mulai reda Nampak para Anak Muda pelancong dan yang lainnya yang ikut merapatkan tubuhnya ke Warung Emak ketika hujan membesar tersebut ada yang sambil jajan namun adapula yang hanya nyambi berteduh saja.
Setelah hujan itu reda angin di sana bertiup sepoi-sepoi basah menerpa tubuh yang lumayan “telah” sedikit hangat ketika perut penulis mencoba isi dengan Pecel di Warung Emak Cipanas Galunggung yang lezat dan sedikit Pedas itu.
Salah sebuah “Rencana” Usaha yang demikianlah yang penulis Kagumi ketika Memaknai cara bertahan Hidup warga Masyarakat kelas bawah di Republik Indonesia ini.
Barangkali hal ini tidak terprediksi oleh Para Usahawan Kelas Besar yang Rentan terkena imbas Naiknya Harga Dolar , mereka adalah contoh kecil saja dari Kehidupan Warga Indonesia yang tetap bertahan dari Deraan gonjang-ganjing Harga Rupiah yang terus dihantam/dikalahkan oleh harga Dolar Amerika, Emak warung Pecel itulah Benteng Penangkal “Perang Moneter” yang tidak akan hancur dan terkalahkan oleh gerakan apapun dari cara bertahan hidup Warga Indonesia . Walaupun Harga Dolar terus merangsek dan mencoba mengalahkan System yang dibangun oleh Bangsa Indonesia Ribuan Emak-emak Warung Pecel lainnya tetap akan Bertahan dari Hantaman itu ,para Emak-emak Warung Pecel itu masih banyak tersebar di seantero Jagat Nusantara, jadi tak usah di ragukan lagi Pola Hidup Usaha mereka itu sebetulnya hanya saja mereka itu Wajib di Perhatikan secara berkala oleh Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Secara spesipikasi mungkin hal tersebut telah dibahas para “Orang Pintar” di Jakarta sana bersama DPR & MPR Pusat disana (barangkali) .
Namun para “Orang” Pintar itu hanya bicara dan membahas saja keberadaan para Emak-emak Warung Pecel itu dengan tanpa memprioritaskan Anggaran Negara (APBN) itu khusus untuk Ratusan Ribu Emak-emak Tukang Pecel di seantero Wilayah Nusantara.
Hanya saja (mungkin) para Emak-emak itu di pakai Pilar Dialog tentang Kemiskinan saja untuk di sematkan kedalam Anggaran Bansos (Bantuan Social) yang kita ketahui bersama banyak yang kurang dan banyak pula yang tidak mengena sasaran realisasi Bansos tersebut.
Kesimpulan;
Tulisan sederhana ini sengaja di tuangkan penulis agar para “Orang Pintar” dan Para Pejabat di Jakarta sana itu dapat mengetahuinya , barangkali mereka iseng “Membaca Indonesiana Tempo.co”(*Berharap) walaupun hanya dari sekedar ingin tahunya saja bahwa ;
Emak-emak Tukang Warung Pecel itu sampai detik ini tetap bertahan mempertahankan Pola Usahanya sedemikian rupa , namun mereka itulah sebetulnya salah satu hal prioritas pembahasan Anggaran Negara tersebut , agar hidupnya (Para Emak-emak Tukang Pecel-Pen) itu terbantu dan bisa menjadikan Indonesia itu lebih maju lagi ke depannya (Barangkali).
*Cipanas Galunggung Kabupaten Tasikmalaya,Indonesia Tempo.co (Minggu 14/12/2014).
Asep Muhammad Rizal.
Ikuti tulisan menarik Asep Rizal lainnya di sini.