x

Iklan

Asep Rizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

[Sebuah Cerita] Ketika Hujan Telah Mulai Reda di Cipanas Galunggung

Mereka adalah contoh kecil dari kehidupan warga Indonesia yang tetap bertahan dari deraan gonjang-ganjing nilai Rupiah yang terus dihantam Dolar Amerika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hujan rintik-rintik sisa Hujan besar yang mengguyur Wilayah Cipanas Galunggung Kabupaten Tasikmalaya  siang tadi (Minggu 14/12/2014)  mengharuskan para pemotor memberhentikan Motornya di Warung-warung kecil di pinggiran jalan arah ke lokasi Wahana Wisata tersebut.

Anginpun  bertiup kencang menarpa para pelancong pencari “kenyamanan” di liburan Minggu ini , begitupun penulis sengaja merapatkan badan yang basah kuyup terkena hujan bareng para pelancong yang mencoba menepis/merapat  karena Air Hujan itu sempat membasahi Jaket dan Bajunya para Wisatawan local tersebut.

Sepotong “Leupeut” (Uras)  di sambar penulis, lalu di dinginnya hari terasa angin menerpa , sepoi-sepoi  basah dan  penulispun  sempat memesan seporsi Pecel  yang dipikir bisa menjadi Teman Dingin ketika cacing di perut ini meminta “Jatahnya”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Mak…bikini pecel duaoong  sepiring saja ,,,!” Ucap penulis kepada Emak Warung yang sigap ,dan  langsung menuangkan beberapa keperluan bahan pecel ke Cowet/Cobek  Batu sebuah Alat punya si Emak Warung yang telah menemaninya selama  6 Tahun terakhir ini  “Ngewarung” Pecel dan Makanan Kecil dari berbagai panganan khas Warungan pinggir jalan.

Seingat penulis Warung di Pinggir Jalan Arah menuju Wahana Wisata Cipanas/Kawah Galunggung Kabupaten Tasikmalaya itu tetap berdiri Kokoh di sana , warung itu terbuat dari bambu dan kayu dengan Design Khusus khas Warungan .

 Kita bisa melirik ke  sebelah kiri jalan ketika kita akan masuk merapat ke pintu Gerbang Karcis Cipanas/Kawah Galunggung disanalah warung Pecel itu berada.

Gurat wajahnya Emak  tetap tak berubah dari Dulu ketika penulis berhenti  empat (4)  tahun yang lalu  “Dia tetap ceria melayani pembeli musiman yang mampir ke warungnya” Gumam penulis dalam hati.

“Ah…emak mah tak lagi punya keinginan membesarkan (membangun-Pen) warung ini , capek lah Nak ,,emak sudah tua dan anak-anakpun telah pada punya usaha yang semuanya mendirikan warung di dalam lokasi Wisata Cipanas Galunggung,yang satu di pasarnya yang satu lagi di lokasi *Tonggoh,,(*Bhs Sunda Artinya di Atas) untuk kegiatan sehari-hari emak mah diam saja di rumah, hanya hari Sabtu dan Minggu saja emak dagang disini,,!” Terang emak ketika penulis mencoba bertanya tentang keseharian Emak tatkala tidak dagang di warungnya, karena menurut Emak dia hanya Dua Hari datang ke Warungnya menggelar dagangannya yaitu antara Hari Sabtu (Week End) dan pada  Hari Minggu atau ketika tanggal Merah (Liburan) datang.

Hujanpun telah mulai reda Nampak para Anak Muda pelancong dan yang lainnya yang  ikut merapatkan tubuhnya ke Warung Emak ketika hujan membesar tersebut ada yang sambil  jajan namun  adapula yang hanya nyambi berteduh saja.

Setelah hujan itu reda angin di sana  bertiup sepoi-sepoi basah menerpa tubuh yang lumayan “telah” sedikit hangat ketika perut penulis mencoba isi dengan Pecel di Warung  Emak Cipanas Galunggung yang lezat dan sedikit Pedas itu.

Salah sebuah “Rencana” Usaha yang demikianlah yang penulis Kagumi ketika Memaknai cara bertahan Hidup warga Masyarakat kelas bawah di Republik Indonesia ini.

Barangkali hal ini tidak terprediksi oleh Para Usahawan Kelas Besar yang Rentan terkena imbas Naiknya Harga Dolar , mereka adalah  contoh kecil saja dari Kehidupan Warga Indonesia yang tetap bertahan dari Deraan gonjang-ganjing Harga Rupiah yang terus dihantam/dikalahkan oleh  harga Dolar Amerika, Emak warung Pecel itulah Benteng Penangkal “Perang Moneter” yang tidak akan hancur dan terkalahkan oleh gerakan apapun dari cara bertahan hidup Warga Indonesia . Walaupun Harga Dolar terus merangsek dan mencoba mengalahkan System yang dibangun oleh Bangsa Indonesia Ribuan  Emak-emak Warung Pecel lainnya tetap akan Bertahan dari Hantaman itu ,para Emak-emak Warung Pecel itu masih banyak  tersebar di seantero Jagat Nusantara, jadi tak usah di ragukan lagi Pola Hidup Usaha mereka itu sebetulnya hanya saja mereka itu Wajib di Perhatikan secara berkala oleh Pemerintahan Negara Republik Indonesia.

Secara spesipikasi mungkin hal tersebut telah dibahas para “Orang Pintar” di Jakarta sana bersama DPR & MPR Pusat disana  (barangkali) .

Namun para “Orang”  Pintar itu  hanya bicara dan membahas saja keberadaan para Emak-emak Warung Pecel itu  dengan tanpa memprioritaskan Anggaran Negara (APBN) itu khusus untuk Ratusan Ribu Emak-emak Tukang Pecel  di seantero Wilayah  Nusantara.

Hanya saja (mungkin) para Emak-emak itu di pakai Pilar Dialog tentang Kemiskinan  saja  untuk di sematkan kedalam Anggaran Bansos (Bantuan Social) yang kita ketahui bersama banyak yang kurang dan banyak pula yang tidak mengena sasaran realisasi Bansos tersebut.

Kesimpulan;

Tulisan sederhana ini sengaja di tuangkan penulis  agar  para “Orang Pintar” dan Para Pejabat di Jakarta sana itu dapat mengetahuinya , barangkali mereka iseng “Membaca Indonesiana Tempo.co”(*Berharap) walaupun hanya  dari sekedar ingin tahunya  saja  bahwa ;

Emak-emak Tukang Warung Pecel itu sampai detik ini tetap bertahan mempertahankan Pola Usahanya sedemikian rupa , namun mereka itulah sebetulnya salah satu hal prioritas pembahasan Anggaran Negara tersebut , agar hidupnya (Para Emak-emak Tukang Pecel-Pen) itu  terbantu dan bisa menjadikan Indonesia itu lebih maju lagi ke depannya (Barangkali).

*Cipanas Galunggung Kabupaten Tasikmalaya,Indonesia Tempo.co (Minggu 14/12/2014).

Asep Muhammad Rizal.                

Ikuti tulisan menarik Asep Rizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler