x

Iklan

Asep Rizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Merasa Bersalahkah Kita Bersedekah pada Pengemis?

Kita sering salah dalam menempatkan nurani saat pengemis meminta sedekah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

*Keterangan Photo;Ilustrasi Visual "Pengemis".(doc/pri)

Sebagai “Insan” Biasa penulis akan bilang bahwa “Kita” kadang-kadang salah tingkah ketika berpapasan dengan saudara-saudara Kita sebangsa yang Hidupnya Rela jadi Pengemis/Peminta-minta.

Jujur saja , penulispun akan bilang hal ini terlalu pribadi cara sikap kita punya pola pandang tentang kehidupan para Pengemis/Peminta-minta tersebut , karena ada sebuah kabar bahwa jenis Profesi ini adalah merupakan jenis Profesi yang sempat dipakai alat Oleh sekelompok orang yang memanfaatkan moment “Dakwahnya” para Pendakwah (dari berbagai kalangan agamawan darimanapun asal dan Nama agama di Dunia) yang sering menggelorakan Dakwah dengan menyebutkan bahwa ; Menyantuni Kaum Miskin itu adalah Ibadah seseorang dengan Nilai (ganjaran) tertinggi dari Kelas Nilai yang di akan dihadiahi Tuhan Kita, Ya,,Itu betul adanya dan hal itulah yang membuat penulis mengawali “Kebimbangan” dan Kesalah Tingkahan ketika akan bersikap Adil bagi diri sendiri dengan merogoh atas sejumlah uang recehan dari dompet atau saku pakaian kita.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal inilah yang barangkali “naïf” kita utarakan bahwa bersikap memberikan sesuatu kepada Pengemis itu diukur dengan Pola pandang yang kadang-kadang terasa “Mubazdir” atau hal yang akan di konotasikan dengan kata Mubah/Mubadzirlah kita bila Pola cara kita menyikapi memberikan sesuatu kepada Orang-orang dengan menyandang  pangkat/predikat atau ber- Profesi sebagai Pengemis/Peminta-minta yang sering kita jumpai di jalanan ataupun datang mengetuk pintu-pintu Rumah Kita dengan berbagai dalih dan Argument yang kadang-kadang kita sendiri tidak bisa mengelak atau menolak mentah-mentah atas upaya Mereka yang punya jenis usaha/profesi sebagai Pengemis dan peminta-minta tersebut.

Kita kadang salah tingkah dalam  menempatkan hati/nurani  kita dan gerak bathin kita atas apa yang dilakukan oleh Kita pada sebuah kata “Kebaikan” yang tidak bisa dinilai dengan sejumlah angka/nominal sebuah jumlah mata uang  Dunia ,

Dan  ketika kita bicara jujur pada Mereka bahwa Kita tak bisa memberikan apapun kepada hal yang dipintai oleh para Pengemis/Peminta-minta tersebut ?.

Namun setelah mereka meninggalkan jejak (menghilang)  dan membelakangi kita , ada rasa yang hilang dari nuansa yang tidak akan tergambarkan dengan kata-kata , kadang kita bertanya kepada diri kita “Dzalimkah kita atas sikap kita yang tidak mengasihkan sesuatu kepada Mereka para pengemis & Peminta-minta tersebut?”.

Bukan kata “Sikap” pelit yang kita kembangkan namun ada sebuah tata nilai yang kita semua sadari , bahwa memberikan sesuatu kepada orang (Manusia) yang tidak berdaya atas nuansa Visual dengan Kostum yang di terapkan oleh Mereka kadang kita sendiri merasakan “desiran” aneh yang kita sendiri rasakan bukan?.

Pakaian yang di pakai oleh para Pengemis/Peminta-minta itu mungkin telah di sepakati bersama oleh golongan (yang tergolong) atau pelaku peminta-minta tersebut dengan pakaian yang membuat Orang yang melihat jadi kasihan atau Iba ketika Nuansa Visual yang pertama kali  terlihat oleh Orang-orang target mereka.

Compang-camping sedikit kummel atau kummel beneran atau memasang mimic muka lusuh seakan sangat tidak berdaya , ataupun dengan mengurangi bentuk tubuh dengan berjalan seakan jalannya orang yang punya kaki satu  , merangkak,atau duduknya mereka sesungguhnya telah menjadikan aksi teatrikal “Live” pada nuansa kehidupan sehari-hari dimana kita sendiri sering melihat mereka dan memergoki mereka dan jadi  secara tak disadari oleh kita kita adalah target mereka untuk dijadikan target oprasi para pengemis tersebut demi memenuhi taget hidupnya dengan sebuah cara yang terkenal dengan nama Mengemis/Pengemis/Peminta-minta atau nama jenis lainnya yang paling cocok di kenakan bagi sebuah Profesi yang kini belum tertangani secara baik dimanapun (di belahan dunia manapun) di atas muka Bumi ini.

Bukan Hanya di Indonesia saja profesi tersebut jadi masalah besar, bagi Negara-negara di belahan  Dunia manapun hal ini masih jadi perdebatan yang belum menemui kesimpulan yang bisa tersimpulkan dengan baik dengan katagori kata Betul dan Benar dalam Tata-cara menyikapi kelompok Peminta-minta tersebut.

Semodern dan semajunya Negara-negara Barat sanapun kelompok ini masih menjadi Momok yang jadi bahasan  Alot di berbagai tempat seminar tentang kehidupan.

Penggiat pejuang penanganan kemiskinan di beberapa Negara manapun masih menjadikan hal ini sebagai bahasan paling menarik tentang issue-isue yang dibahas di meja seminar dan terseminarkan.

Amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Seperti kita Ketahui bahwa Indonesia itu adalah sebuah Negara yang menempatkan Aturan penanganan kaum papa tidak berdaya ,pengemis,gelandangan dan manusia Indonesia yang terkatagory sejenisnya itu di atur pada Sebuah Pasal UU

 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 31 TAHUN 1980

TENTANG

PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS

 

 

 

  , yang mengharuskan Negara itu intens mengurus dan menangani kelompok itu dengan adil dan berkala tanpa harus menunggu waktu atau ekses dari upaya tersebut.

Namun setelah penerapannya (*mungkin-Pen) tak terealisasi dengan baik , maka hal ini terus menuai Kendala Besar bagi Negara Kita.

Doktrinitas Agama.

Penulis mungkin akan “Mengaku” bahwa sebagai bagian Manusia yang terdoktrin sebuah Ajaran , kadang kala Risih juga ketika berpapasan dengan kaum yang di ceritakan di atas , tanpa bisa memalingkan muka dengan sisi pandang dan sudut pandang yang susah di katakan atau di tuliskan dengan deretan huruf-huruf , maka seketika itu juga perasaan lain itu (Merasa Bersalah dan merasa jadi seorang  Insan yang Dzalim) ketika diri ini tak bisa atau tak ada Kesempatan untuk merogoh sejumlah uang recehan dari dompet ataupun dari saku milik kita sendiri , sekali lagi Doktrinitas Agamalah (mungkin acuannya) bahwa Mengabaikan mereka tersebut adalah sebuah ke-naifan yang harus terhindarkan.

Perjuangan Media.

Disadari atau tidak , keberadaan mereka itu terpantau dengan nyata dengan kehadiran Media-media yang ada di Negara Kita tercinta , seperti Kehadiran Media Tempo.co atau Majalah Tempo yang pernah mengulas keberadaan mereka (kelompok peminta-minta/Pengemis) di Setiap sudut Kota ataupun di tempat-tempat khusus , dengan cara dan tata-cara Media menghadirkan sebuah Artikel para penghadir liputan  Media yang membahas keberadaan kelompok atau sekelompok dan atau personil yang menempatkan Profesi Ngemis/Peminta-minta itu jadi bagian “Usaha” dirinya sendiri demi mencintai hidup dan menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya tersebut itu adalah Menghadirkan sebuah Perjuangan Media untuk mengakhiri dan mencoba berkiprah secara Responsif atas phenomena yang nyata hadir dan ada di sekitaran kita sendiri.

Kita acungi jempol setinggi-tingginya bagi Berbagai Media di Tanah air kita , atas kiprahnya memberantas Phenomena Pengemis/Peminta-minta tersebut yang lebih mengarah kepada tata-cara penanganan dan solusi menyikapi keberadaan tata-cara menyalurkan bentuk uang Recehan atau Uang lembaran kepada Mereka yang punya Profesi sebagai Pengemis/Peminta-minta di jalanan.

Penutup.

Tangan ini tak akan berhenti ketika menuangkan perasaan “Aneh” ketika diri merasa bersalah ketika secara tidak sadar bahwa Diri ini tidak bisa menghadirkan (Mengasihkan-Pen)  sejumlah Uang Recehan atau Lembaran dan atau barang kebutuhan yang mereka (Para Pengemis/Peminta-minta) Harapkan.

Namun bukan merupakan solusi cermat dan tepat bila kita bereaksi  cepat  “Mengasihkan” sesuatu (Uang atau Barang) kepada Mereka , karena bisa jadi hal tersebut merupakan sisi yang salah dari tata-cara menangani keberadaan mereka, yang jadi Pertanyaannya ,

 “Bisakah kita sebagai Insan Indonesia itu menghadirkan sebuah Pekerjaan bagi Mereka yang Punya Kecendrungan punya dan mempunyai Jiwa Peminta-minta/Pengemis di jalanan?”.

Lalu kita tak akan merasa bersalah lagi ketika kita tak mengasihkan sejumlah uang atau barang Kepada Mereka?.

Mudah-mudahan tulisan (Biasa) dan sederhana ini bisa menghadirkan sesuatu yang lain bagi sesama , dan penulis akan bilang , mari semuanya Berjuang Menanggulangi dan menyikapi Phenomena nyata kehidupan yang kini belum tertangani secara signifikan Oleh Pemerintahan Republik Indonesia ini.

Mari berangkat dengan Ridho dan Berkah dari Tuhan Kita , Bismillahirrochmaanirrochiim…

*Tasikmalaya Jawa Barat,Indonesia Tempo.co (18/12/2014).

Asep Muhammad Rizal.           

        

Ikuti tulisan menarik Asep Rizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler