x

Iklan

Taufik AAS P

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Barru Dilanda Sedih, Rakyat Menangis Pilu?

Tuntutan Forum Pemerhati Masyarakat Barru atas penyidikan dugaan korupsi bupati Barru ditanggapi KPK

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sungguh miris memang menyaksikan negeri sendiri – perasaan orang yang lahir dan besar di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan – menyaksikan sebuah “gugatan” yang sangat-sangat mencengangkan. Di depan Gedung Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 12 Desember 2014 silam, Forum Pemerhati Masyarakat Barru, Wilayah Jabodetabek, meminta dengan sangat pada lembaga pemberantasan korupsi paling dipercaya di tanah air ini untuk menuntaskan dengan segera kasus korupsi yang melanda Kabupaten Barru.

Menangis pilu menyaksikan kalau negeri di mana pernah lahir Colli Pujie, legenda sastra dunia yang menulis I La galigo, ternyata memiliki borok korupsi yang memalukan. Lebih gilanya lagi pada spanduk yang dibawa oleh para demostran bergambar, orang nomor satu di Barru, Andi Idris Syukur sang bupati.

Secara nyata dan jelas bahwa “gugatan” para demonstran ditujukan pada dugaan korupsi yang dilakukan oleh orang nomor satu di Kabupaten Barru itu. Ini sungguh sebuah “pengkhianatan” atas kepercayaan rakyat yang diberikan kepada dirinya sebagai bupati. Sungguh naïf.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gugatan demostran yang ternyata mendapat tanggapan serius juga dari KPK menunjukkan kalau apa yang “dituntut” oleh para demonstran tersebut memang berada dalam lingkar penyidikan KPK. Artinya “Sang Batara Tunggal” Barru tersebut patut diduga melakukan komersialisasi atas jabatan dan amanah yang diterimanya dari rakyat Barru.

Mencoba mengumpul informasi dari berbagai sumber ternyata betul-betul membuat menangis dan memilukan perasaan saya sebagai orang Barru. Bahwa pada kurun waktu tahun 2010 hingga 2014, yang sebentar lagi akan berakhir, sang bupati diduga telah melakukan “penumpukan” kekayaan secara menonjol dan tidak rasional berdasarkan tingkat penghasilan seorang bupati. Kekayaan itu diduga hasil gratifikasi. Sumber penulis menggambarkan bahwa pada kurun waktu menjabat bupati, yang bersangkutan telah mendulang harta miliaran rupiah, meliputi bangunan permanen, tambak, tanah kering dan lokasi pasir, tanah persawahan, apartemen, dan sejumlah mobil mewah.

Sebagai orang yang lahir di Barru, saya berharap apa yang “digugat” oleh Forum Pemerhati Masyarakat Barru di depan KPK, dan direspon oleh KPK, tidak sepenuhnya benar. Andainya benar, alangkah malang nasib masyarakat Barru. Seperti kata Bugis Barru, “Maddenuang Ri Sanrekeng Marapo, Abuanngeng Polenna.” Bersandar pada sandaran yang rapuh, jatuhlah pada akhirnya.

Ikuti tulisan menarik Taufik AAS P lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler