x

Iklan

Asep Rizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Huma Itu di Atas Bukit!

Aku tapaki tanah merah “subur makmur” yang kental itu ketika kulalui hari-hari, di mana aku pernah mendengar sebuah “petuah sakti”

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Photo; Huma di Atas Bukit (doc/pri).

Aku tapaki tanah merah “subur makmur” yang  kental itu ketika ku lalui hari-hari , dimana aku pernah mendengar sebuah “petuah sakti” bahwa ;

“Tak akan kurang makan seseorang bila rajin bercocok tanam, tanamlah apapun yang kau mau tanam di kebun itu, kau akan panen dengan gembira kelak, tak akan kelaparan seseorang bila dia rajin bercocok tanam!” Petuah sakti itu terlontar dari lidahnya, namun petuah sakti itu hampir terlupakan bila aku tak mencoba menginjakan kaki ini di huma milik petani yang rajin dan perkasa itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perjalanan itu sampai juga di sebuah bukit, ketika mendung siang itu telah menggalayut di langit. Daerah yang mempunyai wilayah hutan yang dikelola oleh PT Perkebunan Wiriacakra III itu terletak batas antara desa Cijulang, Kecamatan Cineam dengan desa Karanglayung, Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya.

Daerah itu dulu terkenal sebagai daerah perkebunan karet. Namun, zaman kini telah berubah drastis. Sektor kehutanan hampir ditinggalkan para pengurus dan pemiliknya. Hanya sebagian warga saja yang masih mempertahankan profesinya sebagai pekerja perkebunan karet yang hingga kini masih dikelola PT Wiriacakra III.

Keterangan singkat yang diperoleh penulis hanya sebatas sisi pandang saja. Tigabelas tahun lalu, penulis pun hanya mengetahui bahwa di perkebunan karet itu ada sebuah konsentrasi pekerja pada kegiatan usaha pengolahan getah karet. Masa itu, setiap harinya ketika penulis “suka” lewat ketika melakukan perjalanan “dari dan  ke”- arah kota Tasikmalaya.

Sayang komunikasi terbatas, gumam hati ini tatkala mencoba menapakkan kaki di perkebunan nan Indah di bukit itu yang mungkin kini sudah disulap para pemilik tanah atas pengelola kebun *Suuk (*Bahasa Sunda = Kacang Tanah) dan jagung yang belum berbuah alias masih baru tumbuh. Dan angin pun menerpa daun-daun padi huma di tengah kebun jagung dan kacang tanah.

Luas areal perkebunan karet milik PT tersebut mencapai puluhan hektare. Namun, kini sebagian areal perkebunan terlihat banyak yang terbengkalai dan terlihat seperti hutan dengan sisi pemandangan pohon-pohon karet yang telah tua dan belum diperbaharui kembali oleh pemiliknya.

Kembali ke Awal Thema tulisan di Atas ;

  Amanat sakti itu terngiang di bathin penulis  namun Gemanya terasa aneh ketika sosok itu serasa hadir di depan secara nyata , kini seseorang yang pernah memberi Petuah itu telah Pergi 12 Tahun yang lalu , tubuh renta itu tetap tegar karena kesehatannya lebih terjamin menurut penelaahan penulis kini .

 Dia seorang Nenek Tua yang selalu hadir dengan kata-kata pemberi semangat “ Janganlah malas untuk bertani , karena kemalasan pergi ke kebun dan sawahmu   adalah awal pintu kekecewaanmu menghadapi hidup yang nantinya akan semakin keras!” ucapannya begitu terngiang-ngiang  kembali ketika sisi pandang mata ini menerawang ke ujung jarak pandang pada kebun suuk , Jagung dan Humanya Milik  petani atau pemilik tanah yang tadi siang di coba untuk di singgahi penulis.

Bila dimaknai lebih dalam lagi , mungkin Petuah sakti itu kini nyata adanya , karena sebetulnya makna dari petuah itu kini Nyatalah  sudah .

Ketika pilihan itu teralihkan oleh laju zaman dan  ketika Beliau telah berpulang dengan meningalkan jejak mulia bagi semua cucu-cucunya , pandangan mata ini semakin di perjauh lagi ke ujung Kebun di tengah-tengah Areal kebun karet milik PT tersebut.

 Dan hati ini bergemuruh mencoba mengumandangkan Do,a agar Tuhan di sana menempatkan Dia sebagai Roh Mulia di sana  yang menempati kemuliaannya ! (*amiin Yaa Robbal alamiin).

“Zaman telah berganti cara pandang mencari Rezeky ,namun pesanmu sakti , maafkan aku yang belum melaksanakan Pesanmu itu !” Gemuruh hati ini ketika meninggalkan sisi pandang sepi pada pemandangan indah di bukit itu .

Angin terasa menerpa ke tepian asa , Padi Huma di bukit itu terlihat bergoyang , gemirisik ilalang terdengar melenguhkan nyayian merdu.

Tanaman Jagung terlihat menyeringai ke pandangan mataku,ketika Tanaman Kacang Tanah itu mengabarkan bahwa mungkin beberapa bulan lagi akan di panen sang petani yang “Pastinya” akan Gembira kelak , dengan gelak tawa para Petani di dangau-dangau Indah alamiah itu.

Aku beranjak pergi meninggalkan Huma Di Bukit itu , Ku Coba tengadahkan wajah ketepian hari dimana Awan itu telah menggelayut pertanda hujan akan turun deras.

 “Basahilah tanaman Petani Rajin itu hai hujan , TuhanMu bersama gembiranya Petani-petani perkasa yang akan tergelak bahagia pada panen raya harapan nyata mereka , terima kasih kau telah mengingatkan aku bahwa petuah itu sakti adanya ….

*Karanglayung Kecamatan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya #Indonesiana Tempo.co (19/12/2014).

Asep Muhammad Rizal.      

        

Ikuti tulisan menarik Asep Rizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler