x

Iklan

Anton Muhajir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Korban Jalur Narkoba Amerika Selatan – Asia Tenggara

Menjadi salah satu kawasan produsen narkoba di Amerika Selatan, Ekuador perketatnya pemeriksaan ke luar negeri, terutama jenis kokain. Asia Tenggara, termasuk Bali, adalah pasar menggiurkan bagi para pengedar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tiga polisi berpakaian preman sudah menunggu kami dengan manis.
 
Akhir November lalu, saya hendak kembali ke Bali via Amsterdam. Claudia, teman selama di Ekuador dan Peru, menemani saya melapor (check in) di loket maskapai KLM Bandara Mariscal Sucre, Quito, Ekuador.
 
Ketika kami baru mau melapor, tiga polisi itu bertanya kepada kami dalam Bahasa Spanyol tentang asal dan tujuan kami.
 
“From Indonesia. Will back to Bali,” kata saya kepada mereka.
 
Respon salah satu dari tiga polisi berpakaian preman itu membuat kaget. “Anton ya?” tanyanya dengan yakin. Bibirnya sedikit tersenyum. Dia terasa seperti mengejek, “Jangan macam-macam. Aku tahu siapa kamu..”
 
Heran saja. Bagaimana mereka bisa tahu nama saya di negara yang jauhnya minta ampun dari Indonesia ini. Ah, tapi mereka polisi. Pekerjaan mereka memang untuk menyelidik. Sepertinya mereka sudah punya catatan nama-nama khusus yang harus diawasi. 
 
Ini hanya campuran antara GR dan asumsi.
 
Pertanyaan serupa, dari mana asal dan mau ke mana, mereka ajukan kepada tiap pengunjung. Mata mereka penuh selidik. Saya malas bertanya untuk apa mereka melakukan itu. Khawatir kalau urusan jadi panjang.
 
Maka, begitu selesai ditanya tiga polisi berpakaian preman itu, saya langsung lanjut lapor di loket maskapai KLM, memasukkan koper ke bagasi, melewati mesin pemeriksa (x-ray), dan menuju ruang tunggu.
 
Saya pikir sudah beres. Ternyata belum.
 
Dua polisi berpakaian seragam menghentikan saya ketika menuju ruang tunggu. Salah satunya mengajak ke ruangan khusus. Setelah basa-basi sebentar, mereka lalu memeriksa tas punggung saya.
 
Tiap bagian tas dibuka, termasuk tas-tas kecil tempat laptop dan perkakas lain. Sebal rasanya diperlakukan layaknya penjahat begini. Tapi ya mau apa lagi. Pasrah saja.
 
Sekitar 10 menit, pemeriksaan beres. Tidak ada apa-apa yang mencurigakan di tas saya. Tentu saja.
 
Saya melenggang kangkung ke ruang tunggu. Masih ada sekitar 2 jam sebelum penerbangan ke Amsterdam selama sekitar 13 jam.
 
Beres semua, pikir saya. Tinggal menunggu penerbangan.
 
Ketika menunggu boarding, samar-samar saya mendengar nama saya dipanggil petugas bandara. Tidak terlalu jelas. Saya coba dengar lebih saksama ternyata tidak ada panggilan lagi. 
 
Oh, mungkin orang lain. Toh saya sudah beres dengan semua urusan. Tinggal mabur.
 
Sekitar 30 menit kemudian, saya mendengar lagi panggilan untuk beberapa nama. Saya salah satu di antaranya.
 
Saya pun menuju petugas di pintu masuk pesawat. Walah. Ternyata masih ada pemeriksaan lagi. Kali ini lebih gawat. 
 
Petugas maskapai membawa kami ke satu ruangan khusus. Di sana sudah ada tiga polisi dengan pakaian khusus. Dari pakaian dan cara mereka bekerja, saya yakin mereka petugas khusus. Semacam unit khusus untuk narkoba.
 
Saya antre di antara sekitar 10 orang lain. Tiga petugas itu memeriksa koper kami satu per satu, termasuk koper yang sudah dibungkus plastik (wrapped) sekalipun.
 
Wajah petugas-petugas itu lebih garang. Aura pemeriksaan pun terasa lebih gawat. Saya sempat hendak merekam suasana tersebut. Petugas langsung melarang begitu saya mengeluarkan ponsel. Kemudian saya hanya menunggu campur antara gelisah dan khawatir. Misalnya mereka menemukan barang aneh atau saya akan ketinggalan pesawat karena lamanya pemeriksaan.
 
Tapi, tibalah giliran saya. Koper dan isinya yang sudah rapi jali dibongkar (lagi). Satu per satu pakaian dibuka. Mereka memeriksa bagian-bagian lain koper yang, ajaibnya, saya sendiri baru tahu ada bagian tersebut.
 
Untungnya tak ada apa pun. Saya selamat dan bebas melanjutkan perjalanan pulang.
 
Tinggallah kemudian pikiran tentang betapa gawat pemeriksaan di Bandara Quito ini. Beberapa kali ke luar negeri, baru kali ini saya mendapat pemeriksaan berlapis dan seketat ini.
 
Dugaan saya, ketatnya pemeriksaan ke luar negeri dari Ekuador ini karena Amerika Selatan termasuk kawasan produsen narkoba, terutama jenis kokain. Adapun Asia Tenggara, termasuk Bali, adalah pasar menggiurkan bagi para pengedar.
 
Tak berlebihan. Beberapa warga Indonesia saat ini ditahan di Peru karena terlibat dalam penyelundupan narkoba. Satu di antaranya malah dari Bali. Begitu kata Dubes Indonesia di Peru ketika kami ngobrol pertengahan November lalu. Pasar mereka Asia Tenggara, seperti Thailand dan Bali.
 
Jadi ya, kini saya yang jadi “korban” ketatnya pemeriksaan.
 

Ikuti tulisan menarik Anton Muhajir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu