x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Fenomena Angsa Hitam

Dihadapkan pada ketidaklaziman, seorang pemimpin punya dua pilihan: bersikukuh kembali kepada kelaziman yang benar atau melawannya dengan ketidaklaziman yang lain. Logika angsa hitam mungkin saja dipakai untuk memahami sejumlah peristiwa akhir-akhir ini k

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“The Black Swan asymmetry allows you to be confident about what is wrong, not about what you right.”
--Nassim Nicholas Taleb

 

Siapa menyangka ada orang membajak pesawat sipil dan menabrakkan pesawat itu ke gedung pencakar langit World Trade Center, New York? Rasanya tak ada. Namun kejadian pada 11 September 2001 itu membuktikan bahwa ternyata memang ada orang yang memikirkan skenario edan seperti itu—meskipun belakangan keruntuhan WTC itu diperdebatkan penyebabnya.

Peristiwa itu mengejutkan, dan inilah si angsa hitam yang ditemukan di tengah anggapan semua orang bahwa seluruh angsa di jagat ini berwarna putih.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Judul karya Nassim Nicholas Taleb ini, The Black Swan, sudah mengusik: mana ada angsa berwarna hitam? Di sepanjang usia kita, karena pengalaman hidup berpuluh tahun, kita berpikir bahwa angsa pasti berwarna putih. Ketika angsa hitam ditemukan, buyarlah seluruh konsepsi tentang angsa putih yang ada dalam benak kita.

Logika angsa hitam menjadikan yang tidak kita ketahui jauh lebih relevan daripada yang sudah kita ketahui. Banyak peristiwa angsa hitam dapat terjadi dan berakibat lebih buruk sebab kejadiannya tidak terduga. Logika angsa hitam mungkin saja dipakai untuk memahami sejumlah peristiwa akhir-akhir ini ketika suatu peristiwa terjadi dan menyimpang dari kelaziman.

Angsa Hitam adalah peristiwa dengan tiga sifat. Pertama, peristiwa itu lain dari yang lain, sesuatu di luar yang lazim kita jumpai, karena tak ada sesuatu pun di masa lampau yang dapat secara meyakinkan menunjuk kepada kemungkinan bahwa peristiwa seperti itu terjadi.

Kedua, peristiwa itu memiliki dampak yang ekstrem, menyita perhatian masyarakat luas, menimbulkan kegaduhan, dan sejenisnya.

Ketiga, kendati lain dari yang lain, sifat dasar manusia mendorong kita membuat penjelasan-penjelasan atas peristiwa itu sesudah terjadi, sehingga menjadikan peristiwa itu tampak dapat diterangkan dan diprediksi. Padahal, sebelum terjadi, kita tidak punya pikiran apapun mengenai hal itu. Kita hanya berpikir tentang Angsa Putih.

Perpaduan antara prediktabilitas yang rendah dan dampak yang besar menjadikan Angsa Hitam sebuah teka-teki yang dahsyat. Gagasan pokok Taleb tentang Angsa Hitam ini berkaitan dengan kebutaan kita ketika berhadapan dengan keacakan, khususnya untuk penyimpangan-penyimpangan yang besar. Betapa kita lebih terfokus pada yang ‘normal’ dan yang ‘masuk akal’, serta mengabaikan yang ‘tidak lazim’ dan ‘luar biasa.’ Ini pula, rasanya, yang kita saksikan akhir-akhir ini: ketidaklaziman dan ketidak-masuk-akalan.

Dihadapkan pada fenomena Angsa Hitam, seorang leader (pemimpin) yang sudah diamanahi wewenang dalam mengambil keputusan mungkin saja terlihat kebingungan, ragu-ragu, gamang: “Apa yang harus saya perbuat?” Sesungguhnya, dalam menyiasati ketidaklaziman itu, pilihannya ada dua: kembali kepada kelaziman yang benar dengan tekad bulat, atau melawan ketidaklaziman itu dengan ketidaklaziman yang lain. Melawan kegilaan dengan kegilaan yang lain. Niscaya, ini bakal menjadi tindakan yang mengejutkan Angsa Hitam.

Dihadapkan pada tantangan Angsa Hitam, seorang pemimpin dan pengambil keputusan memanng harus kreatif menemukan siasat atau ia akan ditelan oleh fenomena Angsa Hitam. (sbr foto: mirror.co.uk) *** 

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Sengketa?

Oleh: sucahyo adi swasono

6 jam lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB