x

Iklan

Muhammad Mulyawan Tuankotta

Alumnus salah satu kampus ternama di Indonesia. Penulis aktif untuk isu-isu Ekonomi Indonesia dan Industri Minyak dan Gas. Coloumnist tetap www.selasar.com
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SayaKPK #SaveKPK

Ajakan untuk membela KPK.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul dari tulisan ini cukup menggambarkan sikap dan pandangan saya terkait rentetan peristiwa ‘gila’ yang baru baru ini terjadi. Sebuah pandangan pribadi

Sesungguhnya ada 3 lembaga penegak hukum di Indonesia, yakni kepolisian, kejaksaan, dan satu badan yang berdiri pada bulan Desember 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketiga insititusi ini diharapkan dapat menjadi trisula berdirinya kekuatan hukum di Indonesia, sinergitas menjadi keniscayaan. Namun kasus penangkapan Bambang Widjajanto wakil ketua komisi KPK jelas adalah reaksi atas ketidakterimaan Polri atas ditetapkannya tersangka Budi Gunawan Calon Kapolri oleh KPK pada peristiwa sebelumnya. Bukan kali pertama konflik oknum melibatkan wewenang institusi ini terjadi, tengok saja kasus Bibit & Chandra dan Djoko Soesilo.

Mengapa saya mendukung KPK? KPK adalah lembaga yang sudah teruji reliabilitasnya. Terlepas dari kasus Antasari Azhar Eks Ketua KPK dalam dugaan kasus pembunuhan, KPK kembali merenggut kepercayaan masyarakat sebagai institusi penegak korupsi nomor satu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada kasus Anggodo Widjojo (2009) dua anggota KPK yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah pernah dipersangkakan dalam kasus dugaan suap Rp5,1 miliar. Kala itu hubungan Mabes Polri dan KPK retak, hasil tim delapan yang dibentuk Presiden SBY membuktikan bahwa pimipinan KPK tidak terbukti menerima uang suap tersebut. Pada 2012 kasus Djook Susilo, Mabes Polri menggunakan wewenangnya untuk menahan penyidiknya, Novel Baswedan. Namun KPK tetap untuk melakukan pemeriksaan kepada Djoko Susilo, hasilnya terbukti Djoko Susilo melakukan korupsi.

Dua kasus spesifik yang diatas membuktikan KPK terbukti tidak menaruh sembarang embel tersangka atas satu kasus yang mereka selidiki. Peristiwa pemberian status tersangka kepada Budi Gunawan haruslah menjadi tombak perjuangan untuk mempidanakan calon Kapolri ini, ada keyakinan pribadi dalam diri saya bahwa Budi Gunawan memang terbukti bersalah menerima suap. Namun peristiwa terakhir seperti penahanan Bambang Widjajanto sekilas memanglah upaya memperlambat penyelidikan dalam rangka melemahkan insititusi KPK.  

Terkait kasus yang dituduhkan kepada Bambang Widjajanto dalam ihwal kesaksian palsu pada kasus pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat beberapa tahun silam, saya percaya Bambang Widjajanto tidak bersalah. Dalam opini Koran Tempo yang ditulis Bambang Arianto, terbukti bahwa menurut pernyataan Bupati Kotawaringin Barat perkara kasus saksi palsu yang diajukan rival-nya pada saat pemilihan kepala daerah 2010 sudah dicabut pelaporannya di Badan Reserse Kriminal, dari 68 saksi yang diajukan ke sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, tidak ada satu pun yang diminta memberi keterangan palsu, baik oleh dirinya maupun kuasa hukum.

Jelas sudah bahwa tindakan Bareskrim Polri pada saat menahan Bambang Widjajanto pada pukul 07.30 di Kecamatan Kemanggisan, Tugu, Depok adalah upaya kriminalisasi seseorang yang dipersangkakan. Upaya keras untuk melemahkan institusi penegak korupsi yang sudah teruji dalam taringnya menindak tindak pidana korupsi, institusi yang tidak pandang bulu baik itu dari politisi eksekutif sekelas menteri, anggota DPR, anggota DPRD, bupati dan gubernur, anggota Polri, semua oknum-oknum dengan bermacam jenis jabatan yang pernah masuk bui karena ulahnya dideteksi oleh KPK. KPK berdaya, korupsi tak berdaya. Melemahkan KPK, melemahkan pemberantasan korupsi.

Publik menanti tangan Bapak Presiden untuk menyelesaikan perkara pelemahan KPK. Yang diterima adalah penyampaian sikap yang normatif dan netral, seakan ada pembiaran untuk penggerusan KPK. Publik tidak diam, dari Aceh, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta ramai dengan dukungan #SaveKPK dan terkadang ditemui slogan slogan yang tadinya ‘relawan JKW’ menjadi ‘reLAWAN-JKW’. Mereka mempertanyakan dimana sikap Presiden sebenarnya alhasil ketidakpuasan atas sikap yang hanya netral. Tak tanggung tanggung, Zainal Arifin Mochtar mengatakan “Kalau begini, rasanya SBY lebih baik ketimbang Jokowi”.

Kekecewaan ini bukan yang pertama kali, sejumlah kebijakan seperti misalkan pemilihan Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator, Jaksa Agung dengan basis politisi Parpol Nasdem, pemilihan 9 Wantimpres, dan kemudian yang terakhir pengusulan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri yang kontroversial. Presiden Jokowi dipersepsikan oleh sebagian masyarakat tidak memiliki kontrol penuh atas kuasanya, banyak pihak yang membisik. Entah siapakah dia dan atau mereka.

Kini apa yang akan terjadi nanti ada ditangan Bapak Presiden Sikap tegas Jokowi-JK akan menentukan kemana arah kekecewaan publik, apakah disembuhkan atau justru berubah menjadi kemarahan besar.

 

#SaveKPK

Muhammad Mulyawan Tuankotta

Depok, 25 Januari 2015

10:50 am.  

 

Ikuti tulisan menarik Muhammad Mulyawan Tuankotta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler