x

Iklan

Syukri MS

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Musikalisasi Puisi dari Ladang Kopi

8 Januari 2014 lalu, Fikar W Eda dan kawan-kawan beraksi di sebuah ladang kopi di Desa Hakim Wih Ilang, Kabupaten Bener Meriah, Penampilan itu tidak direncanakan, tanpa penonton, ataupun promotor.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kopi, bukan hanya sedap untuk diseruput dan dinikmati. Ternyata, kopi adalah sumber ekonomi dan inspirasi. Bagi petani, kopi menjadi sumber ekonomi. Sebaliknya, bagi seniman, kopi adalah sumber inspirasi.

Mungkinkah kopi dapat menginspirasi seniman? Kenapa tidak, ladang kopi bisa menjadi panggung bagi para seniman. Disana, ilham megucur bagai butiran hujan membasahi dedaunan kopi. Dan, lahirlah karya-karya memukau yang diberinama musikalisasi puisi.

Begitulah bentuk kreativitas sejumlah seniman pengelana yang dimotori oleh Fikar W Eda. Seorang seniman asal Tanoh Gayo Aceh Tengah yang tergabung dalam Komunitas Rangkaian Bunga Kopi. Seniman berambut gondrong ini sudah malang melintang di dunia sastra nusantara. Hampir tidak ada yang tidak mengenal sosok ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selain Fikar W Eda, dalam komunitas ini juga bergabung pemusik hebat, seperti Jassin Burhan yang bertugas menggesek cello. Ada juga Yoyok Harness sepesialis sitar dan suking. Juga Yopi Arabika menggesek biola nandong serta dibantu Putra sebagai penggesek biola.

Tepat tanggal 8 Januari 2014 lalu, tiba-tiba mereka beraksi disebuah ladang kopi di Desa Hakim Wih Ilang  Kabupaten Bener Meriah. Penampilan itu tidak direncanakan, makanya tanpa penonton dan promotor.

Mereka tampil dengan kostum seadanya, duduk beralaskan daun kerusung (daun pisang kering). Dalam kesederhanaan dan keterbatasan itu, alunan musik dan puisi mengalir bagai air jernih. Sejuk dan menghanyutkan para pendengarnya.

Mereka adalah seniman pengelana. Dimana mereka merasa terinspirasi, disitulah mereka beraksi. Waktu itu, mereka merasa jatuh cinta atas hijaunya ladang kopi di Desa Wih Ilang. Mereka keluarkan instrumen musik, dan disanalah inspirasi itu disalurkan untuk didengar oleh alam.

Para penyuka seniman ini baru terkaget-kaget ketika hasil karyanya diupload di medsos. Seandainya atraksi itu diumumkan kepada publik, barangkali ladang kopi itu tidak mampu menampung penonton. Tapi, itulah keistimewaan Fikar W Eda yang membuat orang makin mengaguminya.

Bagi Fikar W Eda, katanya beberapa waktu lalu, tempat  membaca puisi tidak mesti di auditorium atau panggung budaya. Dimana saja sebuah puisi bisa dibaca. Tidak mengherankan jika lelaki ini pernah tampil didalam bis kota di jalanan Jakarta. Pernah juga membaca puisi di tebing-tebing karang Desa Mendale, Kebayakan Aceh Tengah.

Sekali lagi, Fikar W Eda dkk benar-benar sosok seniman pengelana. Dimana dan kapan saja, dia siap sedia membaca puisi. Pernah saat peresmian Bandara Rembele Bener Meriah 2002 lalu, Fikar W Eda didaulat untuk membaca puisi begitu turun dari pesawat CN235.

Dia tidak grogi, padahal belum ada catatan puisi yang akan dibacakan. Kata dan kalimat indah keluar begitu saja mulutnya. Sungguh indah dan menyentuh. Ternyata, puisi yang muncul tiba-tiba lebih inspiratif daripada yang sudah dipersiapkan. Buktinya, semua hadirin pada waktu dibuatnya terdiam, lalu standing applaus bertubi-tubi ditujukan untuknya.

Begitulah sosok seniman nyentrik yang kerap memakai kalung bermata giok. Pernah dalam perjalanan ke Kabupaten Gayo Lues, mereka mampir di hutan pinus Serule. Di kesunyian hutan itu, mereka tampil. Diantara desau daun pinus, gesekan cello memecah kesunyian alam, diiringi bunyi biola dan petikan sitar. Sekonyong-konyong, Fikar W Eda menyeruak dari hutan pinus membacakan sebuah puisi. Hasilnya, sungguh mengagumkan. Amazing!

Ingin menikmati atraksi mereka? Ini penampilan seniman pengelana itu di ladang kopi.

Ikuti tulisan menarik Syukri MS lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler