x

Juru Bicara Gerakan UI Bersih Ade Armando (kanan) dan Wartawan Rakyat Merdeka Online Zulhidayat Siregar (kiri), memberikan keterangan kepada wartawan terkait pengaduan gerakan Save UI yang keberatan atas pemberitaan di sejumlah media online, di Gedun

Iklan

rohmen ditahan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tiga Prasangka Dalam Satu Berita

Jurnalisme, yang harusnya menjadi alat untuk mencuci prasangka lewat konfirmasi, malah jadi penyebar prasangka. Sudahkah anda tuntas membaca berita sebelum menyebarkannya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aris Sujadi ditangkap polisi. Polisi menduga, ia terlibat aksi teror. Wartawan ramai-ramai mengutip pernyataan polisi. Bagi wartawan yang awas, karena masih taraf dugaan, wartawan menulisnya dengan inisial, AS. Dari banyak wartawan yang menuliskan kasus ini, judul beritanya jamak; "AS Diduga Terlibat Kasus Bom Jakarta". Beberapa media yang ngasal, tak menutupi identitas AS, tapi langsung memajang namanya lengkap dalam badan berita, Aris Sujadi.

Media, seringkali ajaib. Berita tentang semut akan menjadi berita tentang gajah. Di Indonesia, keajaiban itu berlipat kuadrat karena pembacanya yang sesat dan gagal paham. Jurnalisme, yang harusnya menjadi alat untuk mencuci prasangka lewat konfirmasi, malah jadi penyebar prasangka.

Penglihat media online, (bukan pembaca) yang malas membaca berita hingga tuntas, hanya menilai berita dari judulnya. Mereka umumnya juga menjadi editor baru dan loper berita. Sebuah berita bisa diobrak-abrik dengan tambahan komentar. Berita itu lalu dijajakan lewat media sosial. Berita itu lalu tersebar dengan embel-embel sumpah serapah dan kutukan. Publik tergiring Amerika Serikat terlibat aksi terorisme. Titel 'AS Diduga Terlibat Kasus Bom Jakarta' sudah mampu memompa darah mereka untuk menyumpahi. Lalu, sumpah serapah dan kutukan ditimpakan buat Amerika Serikat. Yahudi, Barat Keparat, hingga Tuhan juga diajak main kutukan; Laknatullah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

***

Alexander Scott, pegawai imigrasi di Kedutaan Besar, meneliti pengajuan visa seorang WNI. Namanya Ahmad Sujadi. Kolom pekerjaan diisi sebagai wartawan. Ia biasa meliput soal isu-isu politik dan keamanan. Minatnya ada pada dua hal, keamanan internasional dan keimanan personal. Tampang Ahmad seperti mewakili kemiskinan negara berkembang. Ia kurus, kulitnya coklat tua. Rambutnya yang pendek dan ikal, seperti ombak di musim kemarau. Matanya cekung tapi tajam, seperti menyiratkan dendam.

Dari semua identitas yang ada dalam berkas pengajuan visa, kolom alamat yang paling dicurigai Scott. Ahmad menulis alamatnya di jalan Masjid Gang Mujahidin. Bagi Scott, yang tak sepenuhnya paham bahasa Indonesia, Ahmad sepertinya tinggal di seputaran masjid bersama geng kelompok mujahidin.

Scott membuka Google, dan mengetikkan nama Ahmad Sujadi. Beberapa link di halaman pertama mesin pencari itu menampilkan berita penangkapan Aris Sujadi. Scott menduga, Sujadi adalah nama keluarga. Dan Aris adalah saudara Ahmad. Apalagi, kota di mana Ahmad tinggal sama dengan kota penangkapan Aris. Sujadi adalah nama jamak di Jawa. Artinya 'menjadi baik'. Tapi nama itu menjadi bahan untuk perlakuan yang tak baik. Scott lalu memberi tempelan merah dalam aplikasi visa Ahmad: Rejected.

Mereka masih juga mengutuk Amerika Serikat.

Mereka juga masih paranoid dengan nama-nama.

* * *

Apakah anda mengira Scott bekerja di Kedutaan Besar Amerika Serikat?

Jika ya, andalah pelaku prasangka ketiga. Mungkin anda mengidap sindrom Warren Harding Error.

Kedua tulisan di atas tak ada kaitannya dengan dengan Amerika Serikat.

 

Ikuti tulisan menarik rohmen ditahan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler