x

Artis Pong Harjatmo melakukan aksi damai seorang diri di depan Gedung KPK, Jakarta, 28 Januari 2015. Pong Harjatmo mengingatkan para penegak hukum untuk tidak berseteru dan saling melemahkan melainkan bersatu dalam memberantas korupsi. TEMPO/Eko Sisw

Iklan

Putu Suasta

Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Partai Demokrat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kisruh KPK-Polri: Belajar dari Kecermatan dan Ketegasan SBY

Menyikapi perseturan KPK dan Polri yang berkembang saat ini, ada baiknya Jokowi belajar dari pengalaman pemerintahan SBY saat membentuk Tim Delapan untuk menangani kisruh Cicak versus Buaya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah sekarang sedang berhadapan dengan sebuah masalah pelik sehubungan dengan perseturan KPK dan Polri yang akhir-akhir ini telah menyita perhatian masyarakat luas. Masalah ini mesti diatasi dengan cepat agar tidak menghabiskan terlalu banyak energi yang semestinya dapat kita gunakan untuk memajukan pembangunan negeri ini. Memang tidak mudah menemukan solusi yang cepat dan tepat karna masalah ini melibatkan dua intitusi vital dalam penegakan hukum serta dilatari oleh motif politik yang kuat.  Maka keputusan yang akan diambil akan sangat sensitif dan dapat berakibat fatal jika tidak disertai dengan kecermatan. Tapi masalah ini bukanlah yang pertama terjadi di negeri ini. Di masa pemerintahan SBY juga pernah muncul masalah serupa yang dinamai  banyak orang sebagai pertikaian “Cicak versus Buaya”. Karena itu, menurut hemat saya, ada baiknya kita belajar dari masa lalu agar dapat menemukan solusi tepat dan cepat atas masalah ini.

Menyikapi pertikaian Polri dengan KPK kurang lebih kurang 6 tahun lalu SBY membentuk sebuah tim (kemudian disebut tim 8) untuk menyelidiki secara lebih akurat akar permasalahan dan memberikan rekomendasi penting bagi SBY untuk menyikapi permasalahan tersebut. Sebelum menyusun rekomendasi, tim 8 mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, mewawancarai pihak-pihak terkait dan melakukan prosedur-prosedur verifikasi data untuk memperkuat temuan-temuan seputar akar permasalahan. Langkah-langkah seperti ini penting karena informasi yang berembus luas di berbagai media sering kali kurang akurat, berat sebelah dan sangat dipengaruhi faktor-faktor subjektif pemberi  informasi tersebut.

Berdasarkan hasil temuan tim 8, SBY mengambil langkah tegas yang disampaikan kepada publik melalui konfrensi pers. Dalam jumpa pers tersebut disampaikan secara tegas langkah-langkah konkrit yang mesti ditempuh Polri dan KPK untuk menghentikan pertikaian (KOMPAS, 26 November 2009). Salah satu langkah penting yang kemudian diambil Polri untuk merespon arahan Presiden adalah mendeponering kasus Bibit dan Chandra (pempinan KPK waktu itu) karena berdasarkan penelusuran tim 8, tidak cukup bukti untuk membawa kasus tersebut ke pengadilan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Langkah tegas SBY dapat diterima hampir semua kalangan dan terbukti dapat meredakan masalah tersebut karena diambil berdasarkan pertimbangan yang cermat disertai data-data yang telah teruji. SBY tidak gegabah mengambil keputusan hanya berdasarkan informasi yang berselewerang di media. Juga tidak mau terlibat secara langsung dalam proses hukum, tapi sebagai kepala negara telah menjalankan tugasnya secara tegas dan bijak, dengan mengarahkan semua intitusi penegak hukum agar berajalan di rel yang benar, disertai komitmen yang kuat terhadap pemberantasan korupsi. Itulah kunci mengapa arahan beliau terbukti menjadi sangat efektif.

Kini Jokowi telah mengambil langkah yang tepat dengan membentuk tim independen seperti yang pernah dibentuk SBY. Hanya saja, menurut hemat saya, tim tersebut perlu digerakkan terlebih dahulu untuk mengumpulkan informasi yang lebih akurat sebelum menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Jokowi. Rekomendasi yang baik selalulah didasarkan pada data dan informasi yang telah teruji. Selanjutnya, amat dibutuhkan ketegasan dari Jokowi atas rekomendasi yang tersedia. Langkah-langkah konkrit mesti diambil segera, tidak sekedar penjelasan diplomatis dan normatif. Hanya ketegasan dan kecermatan Jokowi yang dapat meredakan masalah ini agar tidak bergelinding terlalu jauh dan menyerempet ke berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai penutup, saya pikir sangat perlu menegakkan dan menegaskan kembali kode etik di semua lembaga negara, terutama lembaga penegak hukum karena inilah akar masalah yang kini menyita perhatian kita semua. Penegakan kode etik akan mencegah kasus-kasus serupa terulang kembali, karena seperti kata John Dalberg Acton, “Power tends to corrupt”. Penegak hukum paling baikpun tetap dapat tergoda untuk menyalahgunakan wewenangnya.

(Putu Suasta, 29/01/2015)

Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB