x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tragedi Jenius yang Lain

Seperti halnya seniman, banyak ilmuwan terganggu keseimbangan mentalnya. Ludwig Boltzmann, misalnya, penemu formula entropi tersebut mengakhiri hidupnya secara tragis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Bring forward what is true, Write it so that it is clear, Defend it to your last breath!”
-- S. Rajasekar dan N.Athavan tentang Boltzmann

 

 

Alan Turing, pionir dalam sains dan teknologi ‘mesin berpikir’, mengakhiri hidupnya—meski orang masih memperdebatkan kebenarannya—dengan sianida. Jagoan matematika, logika, dan komputasi ini limbung ketika ia dipidana lantaran kejahatan homoseksualitas di Inggris. Meski tak sempat masuk penjara karena memilih disuntik agar hasratnya yang condong kepada sesama jenis itu menurun, Turing sudah goyah dan tak lagi mampu berdiri tegak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

John Nash bertahun-tahun harus bergulat menghadapi bisikan-bisikan yang sangat mengganggu hidupnya. Ia merasa makhluk luar angkasa yang mengajaknya berkomunikasi. Ia merasa ada orang yang membuntutinya kemanapun ia pergi. Nash, ahli matematika yang memperoleh Nobel Ekonomi berkat teori permainannya, mendekam di rumah sakit. Berkat dukungan banyak orang, Nash berhasil keluar dari jeratan skizoprenia.

Kejeniusan dan gangguan mental sudah lama menjadi wilayah kajian yang didalami oleh banyak ahli. Mereka ingin mengetahui, mengapa banyak jenius yang harus pula bergulat dengan ketidakstabilan mental atau memiliki kencondongan yang aneh. Perpaduan itu bukan hanya dijumpai pada jenius seni, seperti pelukis Vincent van Gogh, penyair Sylvia Plath, ataupun novelis Virginia Wolf, tapi juga pada ilmuwan seperti Nash dan Turing.

Bila pernah belajar termodinamika, mungkin Anda masih ingat nama Ludwig Eduard Boltzmann, fisikawan Austria yang memberi sumbangan penting bagi mekanika statistik. Mekanika statistik menjelaskan dan meramalkan bagaimana sifat-sifat atom (massa, muatan, dan struktur) menentukan sifat fisik materi (misalnya kekentalan, daya hantar panas, maupun kemampuan difusinya). 

Meraih gelar doktor fisika di usia 22 tahun dan menjadi profesor tiga tahun kemudian di Universitas Wina, Boltzmann juga menjalani hidup yang tidak mudah. Beragam penyakit menemani Boltzmann, seperti penglihatan yang menurun, serangan asma, migren, dan yang paling buruk ialah bipolar disorder. Beberapa kali kondisi mentalnya anjlog, termasuk ketika ia hendak berangkat memenuhi undangan mengajar di Universitas California, Berkeley, AS. “Setiap hari, kondisi ayah semakin memburuk,” kata Henriette, istri Boltzmann kepada putri-putri mereka.

Gagasannya tentang entropi mengundang pengakuan dari banyak sejawatnya. Menjelang ulangtahunnya ke 60, kumpulan tulisan ilmiah Boltzmann diterbitkan, beserta tulisan penghormatan dari 117 ilmuwan. Berbagai medali dan gelar doktor kehormatan diberikan kepada Boltzmann, tapi ia bukan orang yang bahagia. Beberapa kali ucapan bunuh diri terlontar dari mulutnya, bahkan ketika ia menyampaikan kuliah umum tentang termodinamika.

September 1906, saat berlibur ke Itali bersama keluarganya, dunia dikejutkan oleh tindakan Boltzmann yang menggantung diri di kamarnya. Ia ditemukan oleh putrinya seusai berenang. “Bunuh diri ini harus diletakkan di urutan pertama tragedi besar dalam sejarah sains,” tulis seorang ilmuwan.

Boltzmann dimakamkan di Wina, Austria, dengan penanda berupa nisan bertulisan formula entropi: S = k*logW. (Foto: Boltzmann duduk di tengah, sbr: wikipedia) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler